LEADER OF THE MAFIA ; AARON C...

By queenaars

136K 7.6K 784

#TheMafiaSeries1 [PART BELUM DI HAPUS SELURUHNYA] _________________________________________ "Aku tidak terpe... More

prolog
CAST.
The Mafia 1 - The First Meet (Pertemuan pertama)
The Mafia 2 - The Mansion
The Mafia 3 - Aaron's game (Permainan Aaron)
The Mafia 4 - Heartbeat (Detak Jantung)
The Mafia 5 - About Meeting (Tentang pertemuan)
The Mafia 6 - A Request (Sebuah Permintaan)
The Mafia 7 - About The Past ( Tentang Masa Lalu)
The Mafia 8 - The Feeling (Perasaan)
The Mafia 9 - Dark Bloods
The Mafia 10 - Desire (Hasrat)
The Mafia 11 - Aaron's Company
The Mafia 12 - Pursuit (Pengejaran)
The Mafia 13 - The Day With Aaron 1 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 14 - The Day With Aaron 2 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 16 - Disappointed (Kecewa)
The Mafia 17 - Something Hapened (Sesuatu telah terjadi)
The Mafia 18 - The Truth ( Kebenaran )
The Mafia 19 - Another Mafia ( Mafia Lain )
The Mafia 20 - Fight ( pertarungan )
The Mafia 21 - Apology (Permintaan Maaf)
The Mafia 22 - Hospital ( Rumah Sakit )
The Mafia 23 - Sorry and Thank You ( Maaf dan Terima Kasih )
The Mafia 24 - Discus (Diskusi)
The Mafia 26 - Gift ( hadiah )
The Mafia 27 - Bryan and Reline
The Mafia 28 - Confession of Love 1 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 29 - Confession of Love 2 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 30 - He said .... Bucin!
The Mafia 31 - Aaron's Past ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 32 - Aaron's Past 2 ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 34 - Collins Family ( Keluarga Collins )
The Mafia 35 - Her Sister (Saudara Perempuannya)
The Mafia 36 - Fiance ( Tunangan )
The Mafia 37 - A Quarrel (Pertengkaran)
Pre Order Gelombang Pertama!
PO ke 2
Cerita Baru
PO cetakan ke 2!

The Mafia 33 - Inner Wound (Luka Batin)

2.4K 181 24
By queenaars


LEADER OF THE MAFIA


Happy Reading !

Alice berjalan gontai menuju dapur. Berniat meletakkan piring kosong yang ia bawa. Bersyukur bahwa Aaron mau makan. Tapi tetap saja, Alice masih kepikiran.

Gadis itu tidak pernah menyangka bahwa ada cerita memilukan di balik kesuksesan Aaron selama ini. Ternyata ... hidup memang tidak semudah kelihatannya.

Terlebih jika hal itu sudah menyangkut mental.

Alice bergidik ngeri. Tekanan mental memang tidak main-main. Sehingga mampu mengubah seseorang.

Ia bersyukur dalam hidupnya, ia memiliki keluarga yang harmonis serta berkecukupan. Mungkin ia tidak akan tahu bagaimana rasanya menjadi Aaron. Tapi, Alice mengerti rasanya.

Drrt ... Drrtt ...

Alice merogoh ponselnya yang bergetar.

Mommy ♡

Kamu jadi datang besok kan, sayang?

Alice berhenti. Menepuk jidatnya pelan. Astaga! Dia benar-benar lupa. Dia juga belum membicarakannya pada Aaron. Tapi .. melihat Aaron yang sedang sibuk membuat Alice enggan untuk mengganggunya.

Aku akan mengabari Mom nanti.

Hari sudah beranjak malam. Alice memutuskan untuk segera ke kamarnya. Beristirahat. Tak lupa, ia meletakkan piring kotor tersebut di dapur.

Namun, saat ia melewati ruang tengah. Ia melihat Axel, Marcell , dan Albert yang sedang berkumpul. Mereka fokus dengan pekerjaannya masing-masing. Albert yang menatap komputernya, Axel yang sedang memeriksa beberapa kertas, serta Marcell yang sibuk memijat bahu Axel. Padahal, ini sudah memasuki tengah malam.

Alice mendekati mereka. Berniat memanggil Axel, ingin bertanya tentang jadwal Aaron besok.
"Sell!"

Axel dan Marcell menoleh secara bersamaan. Membuat kesan yang lucu di mata Alice.

Alice terkekeh,
"Aku hanya memanggil Axel"

"Gunakan bahasa yang baik dan benar! Jika hanya 'sell' saja aku juga merasa terpanggil, kampret!" Sungut Marcell menggerutu kesal.

Alice tergelak, sama seperti Axel dan Albert yang juga tertawa namun masih fokus dengan pekerjaannya.

"Ada apa?" Tanya Axel to the point.

"Aku ingin tahu apa jadwal Aaron besok"

Axel mengernyit, "untuk apa?"

Alice mendesah kesal,
"Memang tidak boleh?"

"Besok ... tidak ada. 2 hari ini Aaron hanya akan memeriksa perkembangan Dark Bloods dan perusahaan."

Alice mengangguk-angguk.
"Baiklah"

"Marcell. Coba lihat ini, aku kesulitan meretas akun paman Aaron" sahut Albert tanpa menoleh.

Alice yang tadinya bersiap untuk menuju kamarnya pun berhenti. Kembali menoleh.

"Benarkah? Coba kulihat" Marcell mendekati Albert, melihat pekerjaan lelaki itu dengan seksama, "Ah! Sepertinya akun ini memiliki keamanan yang cukup ketat. Aku akan mencobanya"

Marcell mengambil alih pekerjaan Albert.

"Kalian sedang apa?" Alice ikut duduk di antara mereka. Menatap penasaran.

"Kami sedang menjalankan misi" jawab Marcell.

"Apa tadi kau bilang ... paman Aaron?"

Mereka bertiga mengangguk. Membenarkan pertanyaan Alice.

"Jangan bilang ... target kalian itu paman Aaron" Alice mengerjapkan matanya.

"Memang benar. Kami sedang berusaha menjatuhkan paman Aaron" sahut Albert cuek.

Alice melongo, "KENAPA?!"

Axel yang tepat berada di dekat Alice mengelus kupingnya. Tak berbeda jauh dengan Albert. Hanya Marcell saja yang terlihat santai. Maklum, Alice dan Marcell itu satu jenis. Sama-sama menyebalkan dan suka bereaksi berlebihan.

"Jangan berteriak malam-malam begini. Apa kau tidak malu dengan tetangga?" Albert berdecak.

Alice memutar bola matanya, "tetangga apanya, kita kan di hutan!"

"Eh, tapi aku serius, kenapa?" Alice kembali memasang wajah seriusnya. Teringat cerita tentang keluarga Aaron yang baru saja ia dengar tadi.

Alice menelan ludahnya, menyadari sesuatu. Apakah .... balas dendam Aaron sudah di mulai?

"Ini perintah Aaron" sahut Axel.

"Apakah .... ini bentuk balas dendam Aaron pada keluarganya?" Alice termenung.

Sementara yang lainnya terkejut. Bagaimana gadis itu bisa tahu?

"Kau tahu?!" Albert menoleh. Terkejut.

Alice mengangguk. "Aku mendengarnya dari Aaron"

Mereka mengangguk-angguk. Berdecak kagum. Aaron benar-benar serius dengan gadis itu. Seumur hidupnya, Aaron tidak pernah terbuka dengan perempuan manapun.

Hal ini menjadi bukti betapa berharganya Alice untuk Aaron.

"Bisa jadi. Kami hanya menjalankan perintah Aaron" jawab Albert.

Alice terdiam. Entah kenapa, ia merasa tindakan Aaron ini salah. Bagaimanapun, mereka tetap keluarga Aaron. Meski lelaki itu tidak bisa di salahkan juga karena ia telah mengalami hal yang sulit di masa lalu.

Alice mendesah lelah.

"Aaron sangat menderita" Axel mulai bercerita.

"Aku mengenalnya disaat traumanya masih sering kambuh"

"Jadi ... aku mendukungnya melakukan balas dendam ini" Axel tersenyum miring. Ia tahu betul bagaimana sakitnya Aaron. Bagaimana penderitaan yang Aaron coba hadapi selama ini.

Tentu orang yang membuat Aaron seperti itu ... harus mendapatkan balasannya.

Alice terdiam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Axel. Namun, perasaannya tetap mengatakan ini salah. Meski ia juga tidak tahu bagaimana yang terbaik. Yang jelas, keluarga tetap keluarga bukan?

"Tapi ... mereka tetap keluarga Aaron" Alice menunduk sedih.

"Keluarga? Keluarga mana yang tega menelantarkan anak mereka?!" Axel mulai geram.

Alice kembali terdiam. Benar. Tak ada keluarga yang seperti itu.

"Tidak semua orang yang kita anggap baik akan bersikap baik pada kita. Justru ... merekalah yang akan menghancurkan kita!" Lanjut Axel. Jika berbicara tentang hal ini. Axel juga jadi ikut mengingat luka lamanya.

Luka batin yang paling dalam memang seringnya kita dapatkan dari orang-orang yang kita cintai. Orang-orang yang kita percaya akan melindungi kita sepenuh hati. Seperti keluarga. Namun ... nyatanya mereka malah pergi. Meninggalkan luka yang terus membekas.

Axel menahan sesak.

Sungguh, luka batin itu lebih sakit dari luka fisik. Fisik akan sembuh sendirinya dengan obat. Tapi batin ... meski waktu telah berlalu, luka itu masih akan tetap ada.

"Keluarga ibu Aaron ... ada dimana?" Tanya Alice setelah hening yang cukup lama. Ia tidak menanyakan hal itu pada Aaron. Ia tidak mau membuat Aaron tersiksa dengan menanyai banyak hal tentang ibunya.

"Ibu Aaron bukan berasal dari italia. Tapi, Rusia. Pernikahan ibu dan Ayah Aaron tidak di restui oleh keluarga ibunya. Alhasil, Ibu Aaron harus memilih" sahut Axel menjelaskan.

"Lalu ... Ibu Aaron memilih tetap menikah dengan Ayah Aaron?" Alice mengerjapkan mata.

Axel mengangguk, "Ya. Dengan begitu, Ibu Aaron harus meninggalkan keluarganya dan menetap bersama Ayah Aaron di Italia"

"Tapi ... Ayah Aaron justru pergi dengan wanita lain" Tambah Axel dengan senyum miris.

Alice tersenyum kecut. Wajar saja jika Ibu Aaron begitu bersedih hingga mengalami depresi. Ia ... sudah berkorban demi cintanya, meninggalkan keluarganya hanya demi menikah dengan orang yang ia cintai. Namun ... orang tersebut malah pergi dengan yang lain.

"Sejak saat itu. Keluarga Clowd juga tidak peduli lagi. Karena sejak awal mereka juga tidak terlalu suka dengan Ibu Aaron."

"Apakah Ayah Aaron masih hidup?" Alice menatap Axel.

"Kami tidak tahu. Lebih tepatnya, Aaron yang tidak mau tahu" Axel tersenyum kecil.

Alice mengangguk. Mencerna setiap kata yang di ucapkan oleh Axel.

Gadis itu banyak belajar dari kisah hidup Aaron. Bahwa ... mereka yang paling kau percaya, bisa jadi justru merekalah yang menghancurkanmu.

●●●

Alice melenguh. Kala matahari pagi menembus kamarnya.

Ia mengucek matanya, memaksakan diri untuk bangun pagi-pagi sekali. Itu karena, ia harus bersiap-siap untuk pergi ke rumahnya. Yap, ke kediaman keluarga Collins. Meski ia belum meminta izin.

Alice memutuskan untuk segera mandi. Membasahi setiap inci tubuhnya. Akhir-akhir ini, ia cukup banyak fikiran. Ia butuh untuk merilekskan fikirannya di bawah guyuran air hangat.

Setelah mandi, Alice memilih-milih pakaian yang akan ia pakai hari ini.

Pilihannya jatuh pada sebuah dress berwarna hitam yang terlihat sangat mewah. Yap, ini masih pemberian Aaron. Alice harap, dress ini akan nyaman di pakai. Tidak seperti yang lalu. Tak lupa, dia juga memoleskan make up tipis di wajahnya.

Setelah itu, Alice segera keluar. Memutuskan untuk menghampiri Aaron di kamarnya.

Alice tersenyum kecil saat melihat Aaron yang masih tertidur pulas. Ia mendekati jendela Aaron, membuka gordennya, mengizinkan cahaya matahari pagi memasuki kamar lelaki itu.

Hal itu berhasil membuat Aaron melenguh.

"Bangunlah. Ini sudah siang"

Padahal, ini masih pagi sekali untuk dikatakan telah siang.

Aaron berdecak malas. Membalikkan tubuhnya.

Alice memutar bola matanya. Mendekati lelaki itu, menyingkap selimut Aaron dengan cukup keras,
"Makanya, jangan bega ... dang"

"Aaron! Kalau tidur itu pakai baju!" Alice membalikkan tubuhnya. Merasakan wajahnya yang panas.

Aaron terkekeh, menyingkap selimutnya. Kembali memperlihatkan dada bidang serta perut kotak-kotaknya yang tidak tertutupi sehelai benang pun. Hanya memakai celana panjang saja.

"Memangnya kenapa?" Aaron tersenyum jahil. Menarik tangan gadis itu. Agar duduk di dekatnya.

"Nanti masuk angin!" Seru Alice, masih tidak mau menatap Aaron.

"Bilang saja kau tergoda, kan?" Aaron terkekeh. Mencubit gemas pipi gadis itu.

Alice segera menepisnya,
"make up ku bisa rusak"

Aaron tergelak, "untuk apa kau memakai make up? Kau juga terlihat cantik sekali pagi ini. Mau kemana?"

Aaron memicingkan matanya.

"Jadi maksudmu kemarin-kemarin aku jelek? Begitu?" Alice melotot.

"Nah sadar juga"

Aaron tergelak. Mendapatkan jitakan pada keningnya.

"Kau itu ya, sekali saja puji aku dengan benar!" Sungut Alice.

Aaron tersenyum,
"Kau akan selalu terlihat cantik di mataku. Bagaimana dan apapun dirimu. Tapi, hari ini kau terlihat lebih cantik lagi"

Pipi Alice bersemu merah. Gadis itu berdehem, berusaha terlihat cool meski dalam hatinya ingin sekali melompat-lompat.

"Bagus"

"Sekarang katakan. Kau mau kemana?" Aaron terkekeh.

Alice menggigit bibir bawahnya,
"Itu ... umm .. anu"

"Katakan dengan jelas"

"Itu ... ibuku menyuruhku datang. Ka-katanya ... mereka sangat merindukanku. Mereka juga kurang sehat" Alice menunduk sedih.

"Ohh begitu. Yasudah"

Alice mendongak, "maksudmu?"

"Pergilah. Hanya hari ini saja kan?"

Aaron tersenyum simpul. Melihat raut wajah Alice yang berseri.

"Benarkah? Ah! Terima kasih!" Alice melompat senang kali ini.

"Kau akan pergi bersama siapa?" Tanya Aaron dengan kekehan gelinya.

"Umm .. aku bisa pergi sendiri"

"Kalau begitu, biar aku saja yang mengantarmu?" Aaron ikut berdiri.

Sementara Alice terdiam. Jika Aaron ikut ... disana akan ada Allura. Bagaimana jika mereka bertemu? Lalu Aaron marah dan terjadi keributan?

Atau ... bagaimana jika Aaron masih memiliki perasaan pada kakaknya itu?

"Ada apaa?" Aaron mengerutkan keningnya. Menyadari Alice yang tiba-tiba terdiam.

"Disana ... akan ada Allura" gumam Alice. Menatap Aaron.

Aaron tersenyum, meraih tangan gadis itu.
"Tidak masalah. Memangnya kenapa jika ada dia? Kau cemburu?"

Alice melotot, "Tidak! Aku ... Aku hanya takut terjadi keributan!"

Sebisa mungkin. Alice akan berusaha terlihat biasa-biasa saja, tidak ingin terlihat seperti kekasih posesif yang cemburuan. Benar. Terakhir kali, ia begitu posesif namun ternyata hanya di manfaatkan.

Oke. Itu cukup sial.

Aaron terkekeh. Meski Alice menutupi perasaan cemburunya, lelaki itu tetap tahu.
"Yasudah. Biar aku yang mengantarmu. Tidak peduli ada siapa. Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian"

"Aku bisa pergi bersama Albert, Marcell, Axel, atau camelia!"

Aaron menatapnya tidak suka,
"Pokoknya jika bukan denganku, kau tidak boleh pergi."

"Baiklah-baiklah" Alice mendengus.

"Kenapa kau ingin sekali kesana? Itukan tidak penting untukmu! Ohh atau jangan-jangan karena Allura?!" Gerutu Alice menggebu-gebu. Menusuk Aaron dengan tatapan tajamnya. Ia tidak bisa mempertahankan sikap biasa-biasanya.

Aaron tergelak,
"Kau lucu sekali. Tidak sayang, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan keluargamu. Boleh kan?"

Lagipula, untuk apa ia ingin bertemu dengan Allura. Gadis itu hanyalah masa lalu. Tidak penting.

Alice memicingkan matanya. Lalu menghela nafas,
"Baiklah. Sekarang kau mandi dulu. Aku akan menyiapkan sarapan"
Aaron menahan tangan Alice yang bersiap untuk pergi. Mengundang tatapan bingung dari gadis itu.

"Kau bisa mempercayaiku. Aku tidak akan mengecewakanmu" Aaron tersenyum hangat.

Alice salah tingkah. Mendapatkan tatapan hangat lelaki itu, serta suaranya yang sangat lembut.

"Iya. Aku percaya padamu"

Cup.

Alice mengerjapkan matanya. Terkejut. Merasakan ciuman tiba-tiba pada bibirnya.

"Morning kiss"

Aaron terkekeh. Melihat wajah Alice yang menggemaskan membuatnya ingin kembali melumat bibir gadis itu.

Namun, saat Aaron kembali berniat mencium Alice. Gadis itu menahan wajahnya.
"Hentikan. Kau harus mandi segera"

Alice berlari keluar dari kamar Aaron. Meninggalkan lelaki itu yang berdecak sebal. Awas saja, pikirnya.

Di luar pintu, Alice terkekeh. Menyadari bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan. Semua ... akan baik-baik saja.

Meski ia tidak bisa menampik, bahwa perasaannya tidak enak sekarang.













_________________________________________

Hai. Ada yang menunggu? Maaf, baru bisa update. Kebetulan, paket saya sedang habis eheh😆. Jadi baru bisa up sekarang.

Terimakasih yang sudah menunggu dan mau baca💜.

Jangan lupa vote + Comment.

-queenaars-

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 52.3K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
552K 21.2K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
618K 27K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...