Part 4

17 8 1
                                    


~HAPPY READING~
~JANGAN LUPA VOTE~









Senin, 22 February 2020
El Salvador

Di ruangan yang didominasi serba putih itu nampak hening. Hanya bunyi mesin pendeteksi jantung yang terdengar. Di ruangan ini, seorang bocah lelaki terbaring lemas tak berdaya di atas brankar. Tubuhnya yang kurus terlapis selimut putih gading. Salah satu tangannya tertancap infus, serta badannya ditempeli kabel-kabel untuk bertahan hidup. Kulitnya memucat, rambutnya pun kian hari kian rontok. Bocah itu sedang mempertaruhkan hidupnya.

Tak lama kemudian terdengar knop pintu terputar. Tampaknya seorang dokter memasuki ruangan tersebut dengan langkah gontai, matanya menatap nanar ke arah pasiennya.

"Bertahanlah Elang" ucapnya lirih, sambil mengusap kepala sang empunya. Merasa terusik akan sentuhan di kepalanya, kedua mata anak lelaki itu mengerjap. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Hingga kedua bola mata yang bulat dengan iris coklat gelap itu terbuka sempurna.

"Kakak?" Ujarnya lemas. Eunoia tersenyum, lantas mengangguk.

"Apa ada yang sakit?" Elang mengangguk.

"Semua badan-badan El sakit, obatnya juga banyak sekali. El rasanya mau muntah. Tapi kalau gak minum obat malah makin sakit"

"El yang sabar, suatu saat El pasti sembuh dan bisa bermain seperti teman-teman El yang lain. Jangan lupa untuk selalu minta sama Tuhan, biar El diberi ketabahan dan kekuatan" . Eunoia menghela nafasnya setelah mengatakan hal tersebut. Hatinya miris melihat anak yang masih berusia 6 tahun itu mengidap leukimia 2 tahun lamanya.

Eunoia tak bisa membayangkan anak sekecil itu menanggung sakit yang luar biasa. Ingin rasanya ia menggantikan posisi adiknya, agar semua rasa sakit yang Elang rasakan berpindah ke tubuhnya. Tapi Tuhan ingin Elang yang merasakannya.

Elang menatap tepat di bola mata kakaknya. "Tuhan gak sayang El ya kak Eno? Tuhan bikin El sakit terus, padahal El selalu sholat dan selalu berdoa sama Tuhan. Tapi penyakit El malah makin parah"

"Tuhan sangat sayang sama El. Karena Tuhan tahu El kuat. Jangan berfikir begitu ya. El harus semangat! Kakak akan berusaha untuk menyembuhkanmu El. Terlepas dari itu El jangan patah semangat dan jangan lelah berdoa sama Allah SWT"
Pi
Tiba-tiba Elang menangis, mengulurkan kedua tangannya. Eunoia yang paham segara membungkukkan tubuhnya memeluk adik semata wayangnya.

"Sttt El jangan menangis. Adik kakak kuat, kan mau jadi jagoan!" Ujar Eunoia menenangkan, sambil mengusap pelan punggung kecil yang lemah itu.

"Kak Eno jangan tinggalkan El seperti mama papa ya. El cuma punya kakak. Tapi kalau El duluan yang pergi kakak jangan sedih"

"Jangan berbicara seperti itu El. Tidak akan ada yang pergi. Apa kamu tidak sedih melihat kakak sendiri? Kamu takut kehilangan kakak kan? Kakak juga takut kehilanganmu. Jagoan kakak harus sembuh, harus!" Elang hanya mengangguk sambil memeluk erat kakaknya.

"Kak Eno?" Eunoia melepaskan pelukannya, menatap adiknya yang memanggilnya.

"El lapar, tapi El juga mengantuk" Eunoia tertawa melihat adiknya yang dilema. Melihat kakaknya yang menertawakannya, Elang jadi cemberut.

"Makan dulu El, setelah itu kamu tidur" Elang hanya menurut saja. Dengan telaten menyuapkan bubur yang sudah disiapkan rumah sakit ke adiknya. Setelah makan, Elang lantas tertidur dan Eunoia memperbaiki selimut adiknya hingga dada.

Seorang suster tak sengaja melihat adegan adik kakak di dalam ruangan El. Hatinya tersentuh, melihat perjuangan sang kakak untuk menyembuhkan adiknya. Ia berperan sebagai kakak dan orang tua untuk Elang.

Eunoia hendak beranjak, tak sengaja berpapasan dengan suster tersebut.

"Please take care of my little brother. There are still patients that I will examine" (Tolong jaga adik saya, masih ada pasien lain yang akan saya periksa) Ujar Euonia.

"I'll take care of him doctor. Happy working! (Saya akan menjaganya dokter. Selamat bekerja)" Sahut suster yang bernama Zunata ramah. Eounia tersenyum tipis.

"Thanks Zunata"

"You're welcome doctor Eu"


Indonesia

Nampak seorang gadis duduk di sebuah taman kampus. Ia sibuk mengerjakan tugasnya. Seiring beberapa menit kemudian gadis itu menutup bukunya. Ganti mengamati suasana taman yang tidak sepi namun tidak juga ramai. Matanya menerawang jauh, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Aku kangen kamu" ujarnya sangat lirih.

"Berkali-kali aku mau bunuh perasaan aku, tapi semesta tidak pernah mengizinkan. Aku terjebak Eno! Aku terjebak dalam ketidakpastian yang sudah kau buat. Ironisnya, hatiku tidak pernah lelah menunggumu, sampai kamu kembali" batinnya berteriak

"Cepat kembali Eno! Belum cukup kamu pergi selama bertahun-tahun tanpa memberitahuku alasan yang spesifik?"

Raesha menghela nafas lelah. Matanya terus-menerus menerawang ke masa lalu. Mengingat masa-masa indah bersama orang yang selama ini ia tunggu. Raesha pun bingung, sampai kapan ia akan menaruh harapan pada lelaki yang kabarnya saja ia tidak ketahui. Lelaki itu, terlalu misterius.

Sebenarnya Raesha sudah muak, menunggu seseorang yang entah masih memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak lagi. Apalagi jarak ribuan km membuatnya sulit untuk bertemu. Ditambah kabar yang sama sekali tidak Raesha dapatkan. Apakah penantian Raesha hanya sia-sia? Ataukah Raesha akan mengizinkan orang lain masuk ke hatinya, menemani harinya yang sepi?

Jadi, siapa yang paling jahat?

Tak jauh dari taman, seorang pemuda sedang memperhatikan Raesha sedari tadi. Pemuda tersebut sangat mengerti bagaimana perasaan Raesha. Tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Eunoia yang pergi. Jeff sangat tahu kehidupan Eunoia. Betapa beratnya beban yang ia pikul sendiri. Bagaimana usaha seorang Eunoia untuk menjadi dokter dan bercita-cita menyembuhkan adik semata wayangnya.

"Sepertinya kau telah melakukan satu kesalahan yang fatal Eno. Tidak mengatakan hal yang sebenarnya kepada gadismu bukan hal yang benar. Kau fikir jika kau pergi tanpa memberitahu masalahmu dengan alasan takut menambah bebannya dia akan baik-baik saja?"
Lelaki itu tersenyum sangat tipis.

"Dia begitu merindukanmu. Cepat sembuhkan adikmu dan kembalilah! Kisah kalian terlalu drama" ujar Jeff dalam hati. Tak lama Jeff melangkahkan kakinya menuju ke Raesha.

"Boleh gue duduk?" Raesha mendongakkan kepalanya, lantas tersenyum tipis dan mengangguk. .

"Gimana hatinya?" Tanya Jeff asal. Raesha menatap Jeff sebentar.

"Gak apa-apa" Jawabnya pelan. Gadis ini sangat pandai menyembunyikan luka nampaknya.

"Lo kangen banget? Ngelamunin apa sih?"

"Menurut lo aja Jeff. Apa gue bodoh karena nungguin teman lo yang seenaknya tinggalin gue tanpa alasan yang gak bisa gue terima? Yakin disana dia cuma belajar? Memangnya disana gak ada cuti? Memangnya dia gak pegang ponsel? Luar negeri tidak sekuno itu kan?" Jeff bingung harus berbuat apa. Dia sangat tahu Raesha sangat lelah, tapi ia tidak berhak mengatakan yang sebenarnya. Eunoia lah yang berhak.

"Ra!"

"Apa?! Gue capek Jeff. Berapa lama lagi dia bikin gue nunggu? "

"Ra, lo harus sabar. Gue tahu Eno, percaya sama gue penantian lo gak bakalan sia-sia. Eno pasti akan kembali. Yang terpenting lo jangan pernah berhenti berdoa yang terbaik untuk Eno dan keluarganya ya"

"Memangnya keluarganya kenapa? Tolong Jeff, kasih tau apa yang enggak gue tahu. Gue kayak orang asing di hidup Eno. Gak tahu apa-apa tentang hidup dia" Raesha menangis.

"Enggak kenapa-kenapa. Gue cuma minta lo berdoa untuk mereka. Udah ya Ra, gue cabut. Pacar gue udah nunggu. Lo jangan sedih terus, Eno pasti balik" Setelah mengatakan hal tersebut, Jeff beranjak dari taman.

"Sebenarnya apa yang terjadi Eno?" lirihnya.








EUNOIA Where stories live. Discover now