4

31 4 0
                                        

Selama di motor Thalia hanya diam. Rave juga diam. Tidak ada yang memulai percakapan. Sampai akhirnya Rave merasa risih dan memulai percakapan.

"Lo tadi kenapa bisa di hukum?" Rave membuka kaca helm dan menoleh kebelakang punggung. "Lo masih di belakang kan? Nggak kepental kan?"

"Udah sana fokus nyetir! Nggak usah banyak tanya!"

Rave tertawa simpul. "Baguslah kalo masih ada."

Sudah dari tadi Thalia memikirkan yang Rave katakan saat di kelasnya tadi. Thalia masih belum yakin. Thalia harus memastikan itu ke Rave.

"Lo beneran mau pacaran sama gue?" Tanya Thalia penasaran.

Rave menengok wajah Thalia dari kaca spion. "Menurut lo."

"Menurut gue. Kita nggak usah pacaran."

"Yaudah gue nggak akan lepasin lo." Final Rave. "Temenin gue ke makam bentar."

Thalia mengangkat sebelah alis dan ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Thalia bertambah yakin, kalau cowok di hadapannya ini sudah gila.

"Nga-ngapain ke makam?" Thalia merasa takut, jika mendengar kata makam. Ia adalah orangnya yang anti untuk datang ke makam.

"Mau holiyey. Ya mau nyekar lah." Rave menggeleng heran. Cewek baru itu bisa bertingkah konyol juga rupanya.

Tak lama kemudian, Rave memberhentikan motornya di depan pintu masuk makam. Suasana tampak hening. Apalagi di tambah dengan suasana mendung, membuat suasana semakin mencekam.

'Apakah ini yang di sebut rumah masa depan? Tampak suram dan mengerikan.' Batin Thalia.

"Buruan turun!" Ajak Rave.

Thalia menggiti bibir bawahnya salah tingkah. "Emm... lo aja yang masuk. Gue tunggu disini."

"Ngga. Lo harus ikut gue!"

"Ih maksa banget jadi cowok." Ketus Thalia. "Lagian gue disini jagain motor lo."

"Bilang aja lo takut." Ucap Rave dengan wajah jail.

"Eng-enggak kok." Thalia berusaha memikirkan alasan untuk menolak ajakan Rave.

"Ck, lama lo" Rave pun meninggalkan Thalia yang masih bertengger di motor.

Tak lama kemudian. Ia merasakan terpaan napas di belakang lehernya. "eh tunggu gue! Gue ikut!"

"Pah... Ma..." Cowok dengan seragam putih abu-abu itu meletakkan dua tangkai mawar putih di atas dua gundukan tanah.

"Rave kangen..."

"Rave bawa bunga kesukaan Mama dan Papa. Meskipun Papa enggak seberapa suka sama mawar putih." Ucap Rave disertai terkekeh kecil.

"Pah... Sekarang Rave punya pacar. Ini yang dulu papa minta ke Rave, tapi Rave selalu nolak dan Mama nggak setuju kalau Rave punya pacar. kata mama, Rave harus banyak-banyak belajar biar pinter." Rave menghela nafas panjang sembari memejamkan mata. Sepersekian detik kemudian bibirnya bergetar. Air mata di pipinya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ini terlalu menyakitkan untuk Rave hadapi seorang diri. "Rave kangen sama Mama. Mulai dari pelukan Mama, usapan lembut dari Mama, masakan Mama. Semuanya Rave kangen. Rave juga kangen sama Papa. Mulai dari berantem bareng papa, pelukan papa, joging bareng papa. Semuanya Rave kangen."

"Lo... enggak papa kan?" Tanya Thalia. "Kalo lo mau cerita. Cerita aja, mungkin gue bisa bantu."

"Nggak gue baik-baik aja."

"Nggak. lo kelihatan nggak baik-baik aja."

"Gue baik-baik aja." Final Rave parau.

"Nggak ada orang yang baik-baik aja, ketika mereka di tinggal orang yang mereka sayang."

Kencur Vs JaheWhere stories live. Discover now