DAFA | 2

3.3K 294 51
                                    

Rena berjalan mengendap-endap, bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh di sekitar lapangan basket

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rena berjalan mengendap-endap, bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh di sekitar lapangan basket. Jam pelajaran masih berlangsung, namun Rena— yang sedang tak ingin mengikuti pelajaran, memilih untuk pura-pura sakit dan ke UKS.

Katanya sih, gitu. Padahal, itu hanya akal-akalannya saja untuk bisa melihat sang pujaan hati.

Matanya berbinar, menatap kagum laki-laki bertubuh tinggi nan atletis sedang memantulkan bola oranye sambil berlarian. Sesekali ia menyeka keringat, membuat Rena hampir pingsan dibuatnya.

Aduh, ganteng mampus! ucapnya dalam hati.

Gabriel, kapten basket sekaligus anak pemilik sekolah yang disukai Rena sejak kelas sepuluh. Di hari pertama MOS-nya, Rena sudah langsung jatuh hati pada Gabriel. Saat itu, Gabriel sedang ikut ayahnya ke sekolah untuk kunjungan rutin.

Rena tak pernah menyukai seseorang sampai sedalam ini. Yang ia ingat, gebetan terakhirnya adalah sebelas tahun lalu, saat ia masih kelas 1 SD. Namanya pun Rena sudah lupa.

Saking fokusnya, Rena sampai tak menyadari Pak Hasan— guru BK sedang patroli mencari anak-anak yang kabur dari kelas.

"HEI, KAMU YANG SEMBUNYI DI BALIK POHON! NGAPAIN KAMU DI SITU, HAH?!"

Rena tersentak kaget mendengar teriakan Pak Hasan. Permainan di lapangan pun terhenti, semuanya menatap ke arah Rena yang menggaruk tengkuknya.

"Maaf, Pak! Mau ke UKS, tapi nyasar! Udah ya Pak, kepala saya mendadak pusing lagi, nih!" ucapnya, sebelum lari terbirit-birit meninggalkan Pak Hasan yang kesal setengah mati.

Gabriel yang melihat Rena lari pontang panting, tersenyum tipis.

***

Sosiologi adalah mata pelajaran yang paling Rena benci. Dan Rena memiliki beberapa alasan untuk itu.

1. Pak Dobby— sebutan untuk guru yang mengajar Sosiologi, karena kata orang-orang, wajahnya mirip karakter Dobby di Harry Potter— tak pernah mengizinkan muridnya ke toilet selama pelajaran.

2. Rena butuh ke toilet.

3. Rena benar-benar butuh, atau ia akan mengompol sebentar lagi.

Rena terus bergerak gelisah di tempatnya. Menggerakan bokongnya kesana-kemari, mencari posisi yang dapat menahan rasa kelebet yang luar biasa. Persetan dengan teman-temannya yang menganggapnya aneh. Untungnya, lima menit kemudian, bel pergantian pelajaran berbunyi. Tanpa menunda lagi, Rena langsung melesat pergi ke luar kelas.

BUG!

"Aduh!"

Rena meringis saat bokongnya sukses menghantam lantai. Ia baru saja menabrak seseorang. Untung saja, ia bisa menahan kencingnya. Kalau tidak, mungkin Rena langsung mengompol.

"Sorry, gue nggak sengaja. Lo nggak papa?"

Mendengar suara yang sangat dikenalnya, Rena mendongak. Matanya langsung bertubrukan dengan netra hitam legam milik Gabriel.

Ya, Rena baru saja menabrak Gabriel.

"Kok melamun?"

"Eh? E— nggak. Gue nggak papa, Kak," ucap Rena. Ia berdiri, sambil berusaha menetralkan jantungnya yang daritadi sudah jedag-jedug tak karuan. Rasa sakit di bokongnya hilang begitu saja.

Sialnya, saat Rena berdiri, rasa kebelet itu datang lagi. Tau begini, ia tidak berdiri tadi, biar bisa berlama-lama dengan Gabriel.

"Na—"

"Aduh, maaf banget nih, Kak. Gue tinggal dulu, ya. Urgent, harus segera dituntaskan!" Rena langsung berlari terbirit-birit menuju toilet.

Melihat tingkah Rena, Gabriel lagi-lagi tersenyum. Senyum kedua-nya hari ini, dua-duanya karena Rena. Padahal, biasanya ia bisa tak tersenyum sama sekali.

***

"Ya Tuhan, Dafaaa!!! Sial sial sial! Kenapa sih, gue ketemu Kak Gabriel di waktu-waktu yang nggak tepat. Pertama, gue ke-gep ngintipin dia sama Pak Hasan. Kedua, waktu gue lagi kebelet pipis sampe hampir mampus. Pasti image gue di mata dia jelek banget sekarang!"

Dafa terkekeh melihat kedua pipi Rena yang menggembung lucu. Laki-laki itu menyerahkan sekotak susu stoberi kesukaan Rena.

"Minum dulu. Biar agak adem."

Benar saja, melihat susu kotak berwarna merah muda itu, senyum Rena langsung terbit. Gadis itu memang penggila susu kotak stoberi. Ia menusukkan sedotan, lalu menyedot susu kotaknya dengan cepat.

Rena menyandarkan kepalanya di dada Dafa, sambil menikmati susu kotak dan Netflix dari laptop Rena. Tangan Dafa bergerak otomatis, mengelus puncak kepala Rena. Wangi sampo yang tercium dari rambut Rena membuatnya tenang.

"Daf, menurut lo, ada kemungkinan nggak, Kak Gabriel bakal suka sama gue?"

Dafa menoleh sekilas, sebelum matanya kembali terpusat pada laptop. "Mungkin aja."

Mendengar itu, Rena langsung menjauhkan kepalanya, menatap Dafa antusias. "Emang iya?"

Dafa mengangguk. "Lo kan cantik, manis, baik, asyik, perfect. Siapa sih yang nggak suka sama lo."

"Lo," jawab Rena cepat.

"Dih, sok tau." balas Dafa.

"Emang lo suka sama gue?" tanya Rena.

Dafa mengangguk dengan sepenuh hati. "Suka. Makanya, jadi pacar gue aja. Gue jamin, lo bahagia dunia akhirat!"

Rena mencebikkan bibirnya. "Sorry aja nih ya Mas, hati Neng cuma buat Gabriel seorang," ucapnya, lalu kembali menyandarkan kepalanya di dada Dafa.

Rena menganggap ucapan Dafa hanya kalimat asal-asalan dan tak sungguh-sungguh. Ia tak tahu saja, Dafa benar-benar mengatakan isi hatinya barusan.

DAFA'S PRIORITY ✓Where stories live. Discover now