Part 2

2 0 0
                                        

HOLA...

part 2 update.

hope your enjoy this story guys..

jangan lupa voment nya..:**

###

Hal yang paling menyakitkan di dunia ini adalah berpisah karena kematian. Karena seberapa besarpun kau merindukannya, ia tidak akan pernah kembali.

Gracia tiba di Bandara Soekarno Hatta setelah menghabiskan kurang lebih 25 jam di pesawat. Selama itu ia tidak bisa tenang sedikitpun. Bahkan untuk sekedar tidurpun ia tidak bisa. Perutnya kelaparan tetapi sangat sulit untuk sesuap makanan memasuki tenggorokannya. Gracia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia makan. Kepalanya pusing karena tidak tidur, perutnya sakit tetapi semuanya tidak seberapa sakit dengan hatinya saat ini. Semua kesakitan itu muncul, semua mimpi buruk itu datang. Sungguh, Gracia ingin sekali menangis meraung melampiaskan semuanya namun air matanya tidak mau keluar. Pertahanan dirinya terlalu kuat dan ia sangat bisa menahan semua itu.

Gracia menarik kopernya keluar dari Bandara. Dengan kantung mata yang tebal, mata merah dan rambut panjangnya yang lumayan kusut. Penampilannya saat ini begitu mengenaskan, sama sekali tidak mencerminkan seorang Gracia. Beberapa orang menatapnya aneh. Rambut panjangnya yang baru dua hari lalu di warnai menjadi blonde sangat mencolok. Bukan karena tidak cocok dengan seorang Gracia melainkan karena sangat tidak teratur dan kusut. Bagaimana tidak? Selama di pesawat Gracia sama sekali tidak peduli akan penampilannya bagaimana bahkan ia lupa apakah sebelum keluar dari apartment dia menyisir rambut atau tidak.

"Gracia.."

Mendengar seseorang yang memanggil namanya, Gracia menghentikan langkah dan berbalik menatap pria jangkung itu. "Kak Dicky" panggilnya lirih. Gracia menatap sosok itu dengan mata berkaca-kaca. Dicky berlari menghampirinya dan memeluk adik nya itu dengan erat. Nafasnya tidak teratur karena dari satu jam yang lalu ia sudah mencari-cari keberadaan Gracia di Bandara yang luas ini.

Gracia membalas pelukan Dicky dengan memejamkan matanya erat-erat seakan pelukan ini lah yang dia butuhkan. "Seharusnya kamu langsung menghubungi kakak jika sudah sampai. Beruntung kakak bisa menemukanmu" Gracia tidak menjawab. Ia melepaskan pelukannya lalu menatap Dicky intens.

"Kakek.." Gracia tidak dapat melanjutkan perkataannya. Dia menatap penampilan Dicky yang memakai setelan serba hitam, rambut yang acak-acakan dan mata yang memerah. Otak Gracia menyimpulkan bahwa mimpi buruknya adalah nyata. Semuanya bukan mimpi melainkan kenyataan.

Dicky tidak bisa mengatakan apapun lagi. Dia kembali memeluk Gracia erat. Menguatkan adiknya yang pasti sepuluh kali lipat lebih merasakan kehilangan dibandingkan dirinya. Gracia memejamkan mata, hatinya semakin sesak. Semuanya terlalu tiba-tiba. Ia tidak bisa menerimanya. Kenapa takdir selalu mempermainkannya?

Gracia hanya diam saat Dicky menuntunnya menuju mobil. Pikirannya kosong, seluruh tubuhnya terasa sakit terutama hatinya yang seakan di tusuk tusuk jarum. Sesak, sangat sesak. Di dalam mobil ia hanya diam. Memejamkan mata. Begitupun Dicky yang tidak tau harus bagaimana mengurangi kesedihan adiknya.

***

Sebuah rumah besar dengan design American Classic ini terlihat sangat ramai tidak seperti biasanya. Dicky melaju pelan melewati gerbang besar yang terbuka lebar. Gracia yang duduk disampingnya tertegun menatap rumah yang 3 tahun yang lalu ia tinggalkan dengan terpaksa. Di sepanjang jalan mulai dari bagian terdepan gerbang menuju halaman rumah yang sangat luas ini dipenuhi papan bunga bertuliskan turut berduka cita.

Dicky sudah memberhentikan mobil didepan pintu utama. Menatap Gracia yang tengah menatap rumah besar itu dengan tatapan kosong. Matanya yang merah dan wajahnya yang sangat pucat membuat Dicky sangat khawatir.

FRAGILEWhere stories live. Discover now