bagian enam

40.4K 4.5K 608
                                    

Vote dulu, hayu!

***

Ini situasi paling tidak nyaman. Saat Yana dan Milea tampak asik dengan kencan butanya, Bella hampir mati karena jantungnya berdetak hebat. Gadis itu cuma berharap detakan itu bukan karena penyakit jantung.

Di depannya, ada sosok laki-laki yang tengah menyeringai penuh maksud padanya.

Sialan! Sialan! Sialan!

Bella mengumpat dalam hati. Dia Karel, sepupu dari pacarnya, Anggara. Mereka memang cocok menjadi keluarga. Mereka sama-sama seorang iblis dibalik wajahnya yang menyerupai malaikat.

"Seorang milik Anggara berani ikut kencan buta, wow." Karel tersenyum. "Gue tahu lo itu dulu gimana, tapi lo cukup berani untuk seseorang yang berada di bawah kendali Anggara."

Dua laki-laki itu selalu berhasil membuat Bella merasa terintimidasi dan frustasi luar biasa.

Bella tidak memiliki pilihan lain. "Gue mohon, jangan bilang masalah ini ke Anggara. Gue ada disini juga bukan karena keinginan gue," Bella memelas. "Temen gue yang maksa."

Karel merapikan ujung kemejanya. "Alasan lo nggak akan berguna, lo tetap salah karena berada di tempat ini."

Bella kehabisan kata. Bermasalah dengan Anggara adalah keinginan terakhir Bella. Apalagi menyangkut laki-laki lain sangat sensitif untuknya. "Lo bisa 'kan rahasiain masalah ini sama Anggara? Lo mau gue kena masalah?" gadis itu berbisik kesal.

Karel tersenyum manis, mendekatkan wajahnya, membuat Bella menajuh. "Gue nggak peduli. Lo jelas tahu bagaimana gue sama pacar lo? Apa lo pikir gue bakal mengkhianati Anggara?"

Bella lupa, Karel satu-satunya keluarga yang benar-benar peduli pada Anggara. Pacarnya selalu mendengar apapun yang Karel bilang, Anggara sepercaya itu pada laki-laki itu.

"Kencan sesi ini berakhir!" suara itu membuat gadis-gadis disana menggumam kecewa. Sudah tidak dapat dijelaskan bagaimana kesalnya Bella saat ini karena laki-laki di depannya.

"Lo siapin aja diri lo buat minta maaf se-logis mungkin sama Anggara atau lo latihan dulu godain dia biar nggak marah." Karel tersenyum lagi, lalu kembali pada ruangan sebelah.

Bella mengepalkan tangan, gadis itu dengan kesal pergi menuju tempat parkiran, tanpa memperdulikan Yana dan Milea yang tadi pergi bersamanya, gadis itu membawa mobilnya pergi dari sana.

Gadis itu menggigit kuku-kuku panjangnya, cemas. "Aduh, gue harus gimana?!"

***

Lusa, Anggara sudah kembali, laki-laki itu menghubungi Bella untuk menanyakan kabar gadis itu, namun Bella langsung pergi menuju apartemen Anggara.

Bella memilik satu kartu akses apartemen laki-laki itu, membuatnya bisa masuk tanpa perlu repot-repot menunggu Anggara menjemput.

"Tumben kamu datang tanpa aku suruh?" Anggara tampak kebingungan melihat gadis itu berdiri di depan pintunya.

Bella tersenyum. "Aku khawatir sama kamu, kangen juga," gadis itu mendorong Anggara masuk dan menutup pintu. "Aku bawain spaghetti carbonara kesukaan kamu, bukan aku yang buat sih, soalnya aku buru-buru ke sini." gadis itu melangkah menuju dapur.

Anggara mengikuti gadis itu. Bella meletakkan makanan mereka diatas meja, mengambil perlatan makan dan minum di kulkas.

"Tumben kamu ambil soda?" Bella gadis yang suka menjaga tubuhnya, minuman soda sudah tidak pernah dia minum, karena kalorinya yang besar dan membuat perut buncit.

Bella mengerjap, lalu kembali menutup kulkas dan mengambil air hangat. Bella kembali duduk, tangannya menyuap makanan itu ke mulut. Anggara mengusap lembut sisi kepala gadis itu, membuat Bella terdiam.

"Sebenarnya ada apa?" Anggara bertanya pelan namun menuntut.

Bella menelan kasar makanannya. "Nggak ada, cuma kangen kamu, salah emang?"

Anggara menggeleng. "Biasanya kamu senang kalau aku pergi," laki-laki itu tersenyum. "Sini, peluk." Anggara bangkit dari kursinya, berdiri di hadapan gadis itu dan Bella melingkarkan tangannya diperut Anggara.

Bella tampak berfikir, apa Anggara sudah diberitahu oleh Karel? Atau belum? Emosi Anggara belum dapat dia tebak.

Daripada terkena tembakan nanti, lebih baik Bella menembak dirinya sendiri.

"Kamu ... dikasih tahu sesuatu sama Karel nggak?"

Tangan Anggara meraih dagu Bella, menariknya ke atas. "Karel? Kamu ketemu Karel? Dimana?"

Ah, berarti Karel belum memberitahukannya pada Anggara.

Bella berdiri, kini memeluk Anggara sepenuhnya. "Maaf," bisiknya manja. "Kamu jangan marah, ya?"

Anggara melepaskan pelukan mereka. "Ada apa?" tanyanya dengan mata menyipit.

Bella mengigit bibir bawahnya. "Kemarin, aku pergi kencan buta di kampus Karel-," ucapan Bella terputus begitu melihat ekspresi Anggara. "Aku mohon dengerin aku sampai selesai!"

"Aku nggak mau ikut, Ga, sumpah! Tapi Yana sama Milea maksa, bahkan nyeret aku masuk dan aku ketemu sama Karel disana. Aku ngasih tahu ini karena aku nggak mau kamu salah paham kalau nanti Karel bilang ini sama kamu."

Terdengar helaan nafas kasar Anggara, Bella menutup matanya erat-erat takut reaksi laki-laki itu.

"Aku nggak suka berbagi, sayang," bisik Anggara dalam. "Kamu jangan main-main sama aku."

Jantung Bella sudah bergemuruh hebat.

"Aku nggak bisa bayangin berapa banyak orang yang kamu buat tertarik disana," tangan Anggara merangkum wajah gadis itu. "Aku maafin kamu karena ada Karel disana, kalau bukan dia yang kamu temuin disana, aku mungkin bakal gila." bisiknya.

"Aku nggak ngelakuin apapun, Ga, aku diintrogasi habis-habisan sama Karel, bahkan ngancam kalau bakal kasih tahu kamu."

"Jadi kalau bukan Karel disana, mungkin kamu nggak bakal kasih tahu aku, ya?"

"Astaga, udah berapa tahun kita sama-sama, Ga?" erang Bella. "Aku nggak mungkin macam-macam, jangan marah, ya, sayang kamu." Bella memeluk Anggara, mengecup bahu laki-laki itu beberapa kali.

"Dan bertahun-tahun juga aku selalu ketakutan kamu bakal pergi dari aku." ucap Anggara mengeratkan pelukan mereka.

***

Note :

Yang mau baca cerita Chika-Karel langsung baca di Karyakarsa : monggosee

The Devil CharmingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora