bagian dua belas

36.2K 3.8K 781
                                    

Vote dulu, hayu!

***

Anggara tersenyum lebar, tampak bahagia saat menempelkan foto baru kekasihnya di depan meja belajar miliknya. Bella memang sangat cantik dan sangat sayang untuk dilewatkan beberapa detik saja.

Obsesi? Anggara lebih suka menyebutnya dengan kata 'begitu mencintai' dia mencintai apapun yang ada pada Bella. Gila? Bagi Anggara sebuah kewajaran.

Anggara tersenyum tipis saat matanya menatap foto pertama mereka berdua. Foto yang di ambil saat mereka baru pacaran dua minggu, saat Anggara mulai menyerah pada permainan yang dia buat dan memutuskan untuk membawa gadis itu selamanya dalam hidupnya.

Bella terus saja memperlihatkan daya tariknya, sejujurnya Anggara tidak pernah benar-benar dekat dengan perempuan, mungkin faktor itu yang membuatnya terpesona dengan gadis itu. Dia cantik, apapun yang dia lakukan terasa istimewa walau itu hal menjengkelkan sekalipun, dia mampu membuat Anggara nyaman.

Dan yang paling penting, dia memberikan perhatian besar untuknya. Bagaimana bisa Anggara tidak tergila-gila saat gadis itu memberi semua hal yang membuatnya tertarik?

Senyum Anggara mendadak luntur saat matanya menatap foto gadis itu yang tampak menatap kosong. Anggara jelas sadar, cepat atau lambat, apapun yang kita miliki saat ini akan menghilang. Entah itu direnggut atau dia memilih pergi.

Anggara sadar, apa yang dia lakukan saat ini tidak mungkin akan dapat menahan Bell lebih lama bersamanya. Apalagi Anggara tahu, gadis itu mulai meragu dengan apa yang dia rasakan.

Sebaik apapun Anggara memperlakukan Bella, apapun yang dia berikan pada gadis itu, mungkin bagi Bella tidak akan pernah cukup.

Jatuh cinta membuat manusia sejenius apapun menjadi bodoh.

***

"Mati aja lo sana! Pergi lo!" Bella memukuli Ryan habis-habisan saat laki-laki itu mendatanginya untuk meminta maaf. Sepertinya dia mengingat insiden di lorong apartemen itu.

"Maafin gue dulu, Beol!" Ryan meringis. "Gue lagi mabuk! Gue nggak nyadar cium lo!"

Bella berhenti memukuli cowok itu setelah mendengar namanya dibicarakan beberapa orang yang lewat di lorong tempatnya dan Ryan bertengkar.

Gadis itu menghela nafas. "Kantin kampus bentar?" bisiknya. Ryan terdiam panjang, sebelum mengangguk. Sudah sangat jarang mereka bisa makan, saling bercerita atau duduk berdua.

"Gue denger apa yang lo bilang, maaf, gue nggak ada pas lo butuh gue." Bella mengawali.

Ryan tampak tidak terlalu peduli lagi. "Udahlah, gue udah lupain itu, emang seharusnya mereka pisah. Daripada berantem mulu. Gue nggak buat keputusan apa-apa, tapi mereka masih mencoba buat narik perhatian gue. Bukan buat tinggal bareng atau hak asuh, lebih kepada buat gue mau jalanin usaha mereka kedepannya dan muasin ego mereka, kalau mereka menang saat dapatin gue. Gue anak tunggal, kalaupun mereka akhirnya nikah lagi, kemungkinannya kecil untuk ada anak lagi." ujarnya. "Makasih udah jemput gue kemarin, mungkin kalau lo nggak jemput, gue udah di arak warga kemarin."

"Hmm, gue sekarang nggak bisa ngomong banyak, semoga lo bahagia sama keputusan lo sekarang."

"Eii, bikin geli omongan lo," decak Ryan. "Gue punya kebebasan penuh, itu jelas kebahagiaan. Emang lo?" ucapnya dengan bada mengejek.

Bella memutar bola mata. "Gue cabut dulu, ya, kurang-kurangin kebiasaan lo jajan diluar, kelamin lo bisa busuk." cuma dengan Ryan mulut Bella sekotor ini.

Bella berjalan menuju area parkir, namun langkahnya terhenti saat beberapa gadis sudah berdiri di dekat mobilnya, menatap Bella dengan tatapan membunuh.

The Devil CharmingWhere stories live. Discover now