Part 4

183K 12.4K 427
                                    

Setelah pelepasan malam itu, Satria berkali-kali meminta berhubungan lagi kepada Salsa. Pria itu ketagihan dan juga ingin sekali belajar memuaskan istrinya.

Namun, Salsa hanya beberapa kali mau menurutinya. Dan kata-kata terakhir setelah pelepasan, sama saja. Wanita itu selalu bilang jika Satria tidak dapat memuaskan hasratnya.

Tapi, sudah 1 bulan ini Salsa hilang tanpa kabar. Dan selama 1 bulan itu juga, Satria dibuat kelimpungan oleh istrinya yang tidak bisa dihubungi. Entah kemana wanita itu pergi.

Hal ini pernah terjadi, tapi itu hanya 1 hari, tidak sampai 1 bulan seperti ini. Satria bahkan menelfon manager Salsa, tapi manager itu bilang bahwa Salsa tidak ada jadwal untuk pemotretan selama 2 bulan. Dan manager itu juga bilang jika ia tidak tau dimana Salsa berada.

"Kamu sudah dapat informasi Za?" tanya Satria kepada asisten pribadinya--Eza.

"Maaf, Pak. Untuk saat ini saya belum menemukan  Ibu Salsa." jelas Eza dengan tegas, "Mungkin beliau sedang ingin berlibur, mungkin juga beliau pergi ke tempat yang biasa beliau kunjungi." tambahnya.

"Sudah, Za. Saya sudah ke tempat yang biasa dia kunjungi tapi apa? Nggak ada jejak sama sekali."

"Mungkin terakhir kali percapakan Bapak dan Ibu bisa menjadi kunci dimana Ibu Salsa sekarang berada." tutur Eza menduga-duga.

Satria mulai mengingat-ingat apa yang ia bicarakan terakhir kali dengan sang istri. Namun, nihil. Satria tak mengingat hal penting yang ia bicarakan dengan istri cantiknya itu. Hal itu membuat nya mengerang frustasi.

"Bagaimana dengan akses kartu kredit dan lain-lain yang saya berikan untuk Salsa, mungkin itu bisa kan jadi petunjuk?"

"Maaf, Pak sudah saya cek. Tapi terakhir kali Ibu menggunakan akses dari bapak 2 bulan lalu." ucap Eza dengan pandangan menatap Satria.

"Ck! Yaudah kamu bisa keluar." pinta Satria yang sudah frustasi dengan keberadaan sang istri. Apalagi sekarang Bunda nya sudah menodong lagi tentang cucu.

Dan kemarin juga Bunda nya itu tahu jika Salsa pergi tanpa kabar selama 1 bulan. Sehingga Bunda nya itu saat ini tengah sibuk mencarikan istri lagi untuk anaknya.

"Maaf, Pak. 1 jam lagi kita akan ada meeting dengan klien tentang rancangan desain condominium di Carpentier Kitchen." Capentier Kitchen adalah salah satu restoran yang berada di pusat kota Surabaya.

Satria mengangguk mengerti.

****

"Gimana Mas? Salsa udah ketemu?" tanya Bunda Ita setelah menyesap teh melati hangat, saat ini Satria dan Bunda nya berada di taman belakang rumah Bismantara.

Satria menggeleng, "Ck! Salsa gimana sih? Seharusnya dulu, Mas itu nurutin perkataan Ayah sama Bunda." perkataan yang dimaksud Bunda Ita adalah larangan Satria untuk menikah dengan Salsa. Tapi apa boleh buat? Satria bersikeras ingin menikah dengan Salsa apapun yang terjadi. Semua sudah takdir yang harus Satria jalani.

"Terus gimana program hamil nya?" Satria menghela nafas lelah. Ia sebenarnya sudah menduga jika hal itu akan ditanyakan Bunda nya. Tapi Satria lebih memilih tak menanggapi dan coba mengalihkan pembicaraan.

"Ayah mana, Bun?"

"Belum pulang, hari Senin gini Ayah kamu selalu sibuk kan? Maka dari itu Bunda butuh teman seperti misalnya cucu." dan pada akhirnya Satria juga gagal mengalihkan pembicaraan Bundanya tentang cucu.

"Bun, please.. Satria juga mau punya anak. Tapi tolong kasih Satria sama Salsa waktu untuk mewujudkan keinginan Bunda." ucap Satria dengan nada rendah.

"Kamu tuh juga harus tegas sama istri kamu, Mas! Sampai kapan kamu mau seperti ini. Okay, Bunda tau bunda ngomong ini berulang kali yang mungkin buat kamu nggak tahan untuk denger. Tapi Bunda mau yang terbaik untuk kamu." Bunda Ita menjeda, "Sekarang coba kamu kirim pesan ke Salsa, bilang tentang tawaran Bunda untuk kamu nikahin orang lain."

Satria terbelalak kaget, mendengar penuturan Bunda nya itu, bagaimana bisa ia menyampaikan hal yang akan membuat sakit di hati istrinya. "Bun, please... Satria nggak mau rumah tangga Satria hancur."

"Salsa sendiri yang membuat semua rumit seperti ini. Sudah tugas seorang istri untuk selalu malayani suami, dan mengandung, Mas."

Satria menunduk mencerna kata-kata Bunda nya. "Please, Mas... Kamu hanya butuh kepastian. Nanti kalo dia marah dia pasti akan pulang, dan tidak lagi meninggalkan kamu. Semua ini juga untuk membuktikan perasaan Salsa sebenarnya ke kamu, Mas."

"Huh.. Baiklah, akan Satria coba." Perlahan senyum lebar terlukis di bibir Bunda Ita, ia sangat senang mendengar persetujuan anaknya itu.

Satria:
'Sayang.. Sebenarnya kamu dimana sekarang? Kamu nggak kangen sama aku? Aku salah apa lagi? Katakan padaku. Aku akan dengan senang hati memperbaikinya. Aku sangat merindukanmu. Apa kamu marah ketika aku belum bisa memuaskanmu? aku akan belajar untuk itu, Sayang. Tolong bimbing aku. Aku mohon kembalilah. Kamu tahu 1 bulan ini Bunda selalu menanyakan keberadaanmu? Sayang.. Aku ingin menyampaikan sesuatu, pertanyaan yang mungkin akan membuatmu marah, kecewa, dan meragukan kesetiaan ku. Tapi percayalah aku sangat mencintaimu dari pertama kita bertemu hingga kini.

Bunda memintaku untuk menikah lagi, aku sudah menolak, tapi Bunda bersikeras. Kumohon pulanglah cegah permintaan Bunda, Sayang. Tolong Sayang pulanglah. Kumohon. Kumohon Sayang.'

Ting!

Pesan tersebut telah terkirim ke Salsa, Satria tinggal menunggu balasan Salsa.

"Sudah?"

"Sudah."

"Permisi Bu. Di luar ada Nona Ayla." kata ART yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.

"Oh, sudah datang?"

"Iya,"

"Bunda tunggu keputusannya, Mas. Kalo soal calon, masalah gampang. Jangan khawatir kan soal itu." Bunda Ita berdiri dan melangkah pergi memasuki rumah.

****

"Bagaimana keadaan Ibu kamu, Dek?"

Ayla tersenyum tipis dan mengangguk, "Belum ada perubahan Bu. Dokter menyarankan untuk segera operasi. Donornya sudah ada."

Bu Ita mengangguk, memang 2 hari sekali sakarang Ayla akan bolak-balik untuk mengambil pakaian di rumah Bu Ita. Bukan tanpa alasan, Bu Ita
me-laundry kan semua bajunya ke Ayla. Bu Ita ingin meringankan beban Ayla tentang pengobatan sang ibu.

"Besok Ibu boleh ke rumah sakit jenguk Ibu kamu?"

"Ah? Iya boleh. Silakan" sebenarnya Ayla agak kaget dengan permintaan Ibu Ita barusan. Tapi ia mencoba menyesuaikan mimik wajahnya.

Bagi Ayla, Bu Ita adalah malaikat penolong nya. Ayla sudah menganggap bahwa Bu Ita seperti ibu nya sendiri.

"Oh iya." Bu Ita meraih tangan Ayla lalu menggenggam nya. "Kamu sudah punya pacar? Atau seseorang yang sedang kamu sukai?"

"Hehehe.. belum, Bu. Ayla pengin fokus di kesehatan Ibu dulu." Bu Ita mengulum senyum sambil menepuk-nepuk pelantangan Ayla.

"Apa Dek Ayla ini sudah pernah bertemu dengan suami Ibu?"

"Ah? belum, Bu." Bu Ita mengangguk-angguk.

"Baiklah, besok Ibu jenguk nya sama suami Ibu. Terus kamu besok harus ada disana. Sebelum berangkat Ibu akan kabari kamu."

Ayla hanya mengangguk.

****

SEMOGA SUKA!!!
JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA!!!
THANKYOUU!!!

Istri Kedua ✔Where stories live. Discover now