Elvan menghilang selamanya

16 3 0
                                    


Akhirnya, hari ini Evelyn bisa kembali bersekolah. Ia tidak betah terlalu lama berada di rumah. Selama itu pula, Elvan tak pernah mengabarinya, menjenguknya, bahkan ada fakta yang baru ia tahu pagi tadi, jika Elvan telah memblokir nomornya.

"Vely, kamu yakin udah mau berangkat sekolah?" tanya Rossa.

"Yakin, Mah. Lagian Vely bosen di rumah mulu."

"Oh, ya tumben belakangan ini mama nggak pernah lihat Elvan, dia kemana? Kamu lagi berantem ya sama dia?"

"En-ggak kok, Mah. Cuma ya gitu lagi ada sedikit masalah aja, wajarlah anak muda."

"Tapi kalian masih berhubungan kah?"

"Udah ya, Mah. Vely berangkat duluan," ujar Evelyn mengalihkan pembicaraan lantas mencium punggung tangan Rossa dan keluar dari rumah.

Ia tidak mau mamanya mengetahui hubungannya dengan Elvan saat ini, walaupun belum ada kata putus, tapi tetap saja pengakuan Elvan beberapa hari yang lalu di halaman belakang sekolah, cukup membuatnya sadar. Sepertinya akan sulit mengobati luka itu.

Tanpa disadarinya, ia kaget begitu melihat cowok berhelm nangkring di atas motornya, setelah mendekatinya. Samar-samar wajah cowok itu kelihatan. Dari postur tubuhnya sih, sepertinya ia mengenalinya.

"Lo siapa?"

Saat cowok itu melepas helmnya, ternyata itu Vino. Benar saja ia merasa tidak asing, tapi ada yang aneh? Mengapa tidak ada badai tidak ada guntur Vino ada di depan rumahnya, dengan kemeja seragamnya yang sedikit mencuat keluar.

"Ngapain lo ada di sini?"

"Ya, gue mau jemput lo lah."

"Apa?!"

"Buruan udah mau setengah tujuh, ntar kita telat lagi."

Evelyn menghentikan langkahnya saat Vino menarik pergelangan tangannya. "Lo ada niatan mau culik gue kan?"

"Ya elah, gue pengen niat baik sama lo buat jemput nganterin lo sekolah, tapi lo seenaknya nuduh gue."

"Oh, lo mau caper sama gue? Setelah di tolak Reisa anak kelas X IPS 2?"

"Wah lo main sembarang baca pikiran orang."

Beberapa hari yang lalu, Vino memang nembak adik kelasnya buat menjadi pacarnya, sebab dirinya kelamaan jomblo. Namun, sayang ditolak karena adik kelas yang diketahui bernama Reisa itu sedang menyukai seseorang dan itu bukan dirinya.

Evelyn berpikir sebelum akhirnya ia mengiyakan ajakan Vino. Perlahan ia menaiki motor yang tingginya minta ampun, lalu memakai helm milik Vino yang satunya.

"Pegangan!" seru Vino.

"Nah kan lo cuma modusin gue, tapi sayangnya nggak mempan."

"Ya udah, jangan salahkan gue kalau gue ngebut." Setelah itu, Vino menancap gas di atas rata-rata, membelah jalanan, sementara Evelyn refleks memeluk tubuh jakungnya. Ia bahkan menutup kedua matanya, tujuh belas menit berikutnya, ia sudah sampai di depan gerbang sekolahnya.

Sambil melepas helm itu, Evelyn berusaha menetralkan nafasnya. "Lo kalau mati, jangan ajak-ajak gue dong. Tahu gitu mending gue naik taksi atau angkutan umum aja," dumelnya. Jangan ditanya bagaimana kondisi rambutnya saat ini, sungguh berantakan percuma saja ia menyisirnya pagi tadi.

"Baru segitu doang, penakut ya lo?"

"Enak aja, gue cuma belum mau mati, masih banyak tugas gue di dunia yang belum gue kelarin."

"Emang apa tugas lo?"

"Nistain lo!" sembur Evelyn kemudian masuk ke dalam sekolah.

Saat tiba di parkiran ia terdiam, banyak sekali murid membicarakan tentang Elvan. Walau mereka berbicara itu dalam hatinya.

"Vin, yang dibi-lang mer-eka itu nggak bener kan?" Air matanya mengalir sangat deras, ia tidak percaya jika salah satu dari mereka mengatakan jika Elvan telah meninggal.

Vino yang ditanya kalang kabut, dia terlihat seperti orang yang tengah dilanda kebingungan, hingga akhirnya dia mengatakan. "Emang mereka bilang apa, Vel? Perasaan mereka juga pada diam."

Perkataan Vino sukses membuat Evelyn memukul dadanya, bahkan tas dipunggungnya sudah meluruh jatuh ke bawah. Ia bingung dengan keadaan sekarang. Apa jangan-jangan Vino menjemputnya karena itu alibi untuk mengelabuinya?

" Elvan nggak beneran menin-ggal kan? Dia baik-baik saja kan, Vin?"

Bel masuk berbunyi, Evelyn melarikan dirinya keluar dari gerbang sekolah, disusul Vino yang mengekori di belakangnya.

Vino memang sudah mendapat kabar duka mengejutkan itu tadi malam, dia sangat-sangat tidak percaya jika sahabatnya telah pergi untuk selamanya. Kejadian itu terjadi secara tiba-tiba, semalam dia mendapat telepon dari Rafael yang mengatakan jika Elvan sudah meninggal, dia sempat menganggap itu hanya candaan, walau itu sebenarnya yang terjadi.

Semenjak Elvan pulang dari pesta sweet seventeen Elsa, dia menjadi tertutup dan banyak sekali tanda tanya yang ada dipikirannya, sebenarnya sahabatnya itu menyembunyikan apa dibalik semua orang di sekitarnya.

Padahal sejak pagi tadi, dia sudah berusaha untuk tidak memikirkannya, agar Evelyn tidak curiga. Namun, Evelyn bukanlah manusia yang bisa dibohongi, sebaik apapun dia berbohong tentu akan segera terbongkar.

"Vel, lo mau kemana? Lo nggak masuk kelas?" tanya Vino.

Saat ini Vino dan Evelyn berada di sebuah halaman yang terbentang luas, hanya ada bunga-bunga di pinggiran dan pohon mangga di tengahnya. Halaman luas itu, tak jauh dari gedung tua yang angker itu.

"Hiks ... hiks ... Elvan masih hidup kan, Vin?"

"Lo tenang dulu, Vel."

"Gue harus tenang? Sementara orang yang gue sayang dan cinta pergi ninggalin gue." Vino memeluk Evelyn, berusaha menenangkan. Sedari tadi, dirinya juga menahan agar air matanya tak menetes, dia juga sangat sedih begitu mendengar sahabat itu telah tiada.

"Hiks ... hiks ... hiks ...." Tangisannya semakin menjadi-jadi.

"Lo harus bisa ikhlasin dia, Vel. Supaya dia tenang di sana," tunjuknya ke arah langit yang cerah.

"Bagaimana gue bisa ikhlas, Vin. Kenapa semua ini tiba-tiba. Oke, gue nggak papa Elvan hiks ...  jauhin gue, tapi gue nggak bakalan bisa tenang kalau Elvan pergi dari hidup gue. Hiks ... baru kali ini gue ngerasain cin–"

Perkataaanya terhenti ketika Evelyn tidak sengaja menatap 'sosok' perempuan tengah mengelus perut ratanya pada jendela gedung tua itu, perempuan itu berlumuran darah di mana-mana, tiba-tiba 'sosok' itu menuliskan sesuatu di jendela dengan darah yang menetes pada bagian perutnya.

MATI

Bruk!

"Vel!" teriak Vino begitu melihat Evelyn ambruk seketika.

Cinta Gedung TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang