OUR LAST MOMENT?

Mulai dari awal
                                    

Tak menggubris, Sean kembali mencoba berdiri, bagaimana pun ia harus secepatnya menyelamatkan Anna. Sulit membayangkan mahkluk-mahkluk seperti Meree mencabik-cabik tubuh Anna di bawah sana.

Namun, James sekali lagi melesatkan pelurunya ke kaki Sean.

Satu

Dua

Tiga

Empat...

Empat tembakan membabi buta melumpuhkan kedua kaki Sean. Sean memekik sangat hebat, timah besi menyasar di dagingnya, bahkan salah satu menembus tempurung lututnya.

James tertawa sembari berjalan menghampiri pemuda itu. Wajahnya tampak makin riang. Darah Sean terciprat di lantai yang kini ia injak dengan sepatunya. "Kau masih bisa merasakan tembakan?" Tanyanya sambil membungkukkan diri dan mengamati setiap bekas tembakan yang ia buat.

Sean tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya merintih menahan sakit yang luar biasa tersebut.

"Kupikir kau sudah benar-benar bertransmutasi." James mengusapkan ujung jari telunjuknya ke bercak darah Sean di sekitar sepatunya, mencium beberapa kali. "Tapi ini memang bukan darah manusia lagi. Lalu kenapa kau masih bisa terluka karena peluru? Semua siren di bawah sana cukup kebal dengan tembakan. Aku sempat melihatnya tadi."

Tak menghiraukan ocehan James, Sean menyeret diri menjauh. Ia menggunakan tangannya untuk menggeser badannya menghampiri pagar tepi kapal yang sebenarnya sudah cukup dekat. Anna, Sean tak bisa menyingkirkan pikirannya dari situasi yang gadis itu alami sekarang. Bagaimana pun ia harus menolong.

"Mau ke mana?" James menodongkan senjatanya lagi, menembak kedua tangan Sean, membuat Sean kembali kesakitan. "Ya ampun, kau tak dengar apa yang kuucapkan tadi? Pacarmu pasti sudah jadi rebutan sekarang, atau mungkin.. dia-sudah-mati. Berhentilah mencoba menyelamatkan..-"

"BAJING*N!!" Sela Sean. Ia harap ia bisa menghabisi tua bangka itu saat ini.

James yang terkejut dengan perkataan kasar Sean, seketika merasa marah. Bajing*n? Tanpa pikir panjang ia lalu menyabet pergelangan tangan kanan Sean, menariknya mendekat dan meletakkannya ke lantai.

"Apa yang kau lakukan?!!" Sean cukup panik saat James menempelkan ujung pistolnya tepat ke atas punggung tangannya tersebut. Dan tak menunggu lama, pria itu langsung menembakkan peluru di sana.

Sean berteriak sejadinya. Rasa sakitnya luar biasa saat timah tersebut merobek kulit dan menembus daging serta tulang punggung tangannya. Andai ia masih manusia biasa, ia tak yakin bisa melewati malam ini setelah menerima serangkaian tembakan tersebut.

"Apa itu sangat sakit?! Beraninya kau memakiku!" James kembali mempertahankan tangan Sean tetap dalam posisi tadi, bersiap untuk melakukan yang kedua kali. "Ini adalah hukuman karena ucapan kasarmu. Oh, apa aku harus membuatmu bisu seperti ayahmu?" James memindahkan ujung senjatanya ke batang leher Sean, namun segera menariknya lagi dan kembali menodongkan senjata tersebut ke tangan Sean yang masih ia tahan. "Tidak-tidak, jangan. Itu akan menyulitkanku meneliti sistem tubuhmu nanti."

Pria itu lalu membuka tangan Sean lebih lebar. Ia menekan punggung tangan yang berlubang peluru itu supaya tetap dalam posisi agar semua jemarinya menempel ke permukaan lantai saat ia melakukan aksi berikutnya yang tak kalah mengerikan.

Sean kembali merasakan sakit saat salah satu jemarinya dihantam keras oleh ganggang pistol James. Tulang falang-nya seakan coba diremukkan oleh pria itu.

James yang melihat rintihan Sean merasa kembali bersemangat, ia melakukannya lagi dan lagi di jemari Sean yang lain, satu persatu di mulai dari ibu jari yang berlanjut sampai ke jari kelingking. "Kelihatannya inilah cara paling ampuh untuk menjinakkanmu."

Suara pukulannya terus mengirama. Sebagian anak buahnya segera memalingkan wajah, tak mampu menyaksikkan kekejian James.

Namun, ulah kasar itu akhirnya segera terhenti ketika James melihat sesuatu di tangan Sean. kuku-kuku tajam yang rusak, tiba-tiba memanjang sekitar satu centimeter dari tiap-tiap jari yang kini bengkak dan membiru.

James mengangkat tangan Sean untuk melihat lebih detail perubahan itu. "Apa-apaan ini?" Ia juga melihat kulit di punggung tangan Sean tiba-tiba terbelah membentuk sebuah garis memanjang yang kemudian samar-samar muncul sebuah sirip kecil dengan tepian yang lumayan tajam.

"Kau.. Kau berubah, nak? Tapi kau tidak sedang ada di air." James menyentuh sirip itu. "Apakah, ini bentuk pertahanan diri? Seperti kebanyakan binatang, mereka menampakkan pertahanan dirinya saat sedang terancam. Ular mengeluarkan bisanya, singa menampakkan taringnya, kalajengking menyuntikkan racunnya. Dan kau.. Apa ini salah satu bentuk pertahananmu?" James makin penasaran saat sisik-sisik samar juga mulai bermunculan di beberapa sudut punggung tangan Sean. "Ya Tuhan, indah sekali!"

Belum lama saat James makin dibuat kagum oleh apa yang ia lihat, Sean menguatkan diri mengayun tangannya tersebut merobek wajah pria itu hingga tembus ke tengkoraknya.

...

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang