ISEY || CHAPTER DUA PULUH TIGA

Mulai dari awal
                                    

Lantas, Cia buru-buru memasuki rumah. Melangkah cepat hingga akhirnya ia sampai di kamar dengan nuasa abu-abu itu. Cia menatap ke arah Vian yang duduk dengan sangat nyaman di atas tempat tidur. Vian melirik ke arah Cia sebentar, lalu kembali fokus dengan buku yang ada dalam genggamannya.

"Kamu yang buang boneka itu?" tanya Cia yang sudah tidak tahan lagi.

Vian diam tidak menanggapi. Membuat Cia semakin berang. Gadis itu melangkah mendekati Vian.

"Vian!" bentak Cia.

Vian mendecak kesal. Laki-laki itu menutup buku bacaannya lalu menatap Cia, mengamati raut wajah gadis itu.

"Boneka yang mana?" tanya Vian kelewat tenang.

"Boneka yang ada di kamar ini. Boneka warna cokelat, yang ada lingkaran putih di depannya," jelas Cia.

"Oh...itu boneka kamu?" tanya Vian.

"Kamu kenapa tega banget sih? Kamu ngebuang boneka itu tanpa persetujuan dari aku!" bentak Cia kesal. Mata gadis itu kini sudah berkabut. Mungkin sebentar lagi akan segera luruh.

"Aku alergi sama bulu boneka. Jadi aku nggak mau ada boneka di rumah ini, terutama kamar." tekan Vian dengan sangat tegas.

"Tapi kamu bisa ngomong ke aku baik-baik, biar aku taruh boneka itu di rumah Bunda. Nggak harus dibuang," Cicit Cia menahan tangis.

Vian menghela nafas.

"Yaudah, kamu bisa pungut lagi boneka itu." Vian bangkit dari duduknya.

"Boneka itu udah kotor, kecampur sama sampah yang lain." parau Cia menjelaskan.

"Tapi masih bisa dicuci 'kan?" tanya Vian seolah itu bukan masalah yang besar baginya.

"Boneka itu dari Alvin," ucap Cia sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Takut jika Vian melihat air matanya yang sudah merembes di pipi.

"Terus aku peduli?" tanya Vian lalu pergi keluar kamar. Meninggalkan Cia yang melorot dengan isak yang tidak bisa ia bendung.

Vian mendudukkan bokongnya di sofa ruang tengah. Ia bersandar pada sandaran sofa dengan kepala yang menengadah menatap langit-langit rumah. Sebenarnya Vian merasa bersalah, membuang boneka milik Cia tanpa persetujuan dari pemiliknya. Tapi mengetahui jika boneka itu dari Alvin, membuat dada laki-laki itu sesak penuh kekesalan.

Berkali-kali ia mencoba mengontrol diri. Menghela nafas dengan sangat kasar. Vian menatap Cia yang turun lengkap dengan gaun selutut berwarna peach pink. Vian juga menatap wajah Cia yang sudah terpoles make up tipis. Meski hanya liptint dan sedikit blush on untuk menghiasi pipi Cia agar terlihat lebih merona, meski sangat kontras dengan susana hati gadis itu.

"Mau kemana?" cekal Vian saat Cia hendak melewatinya.

"Sejak kapan kamu peduli?" sarkas Cia menantang sorot mata Vian.

Vian menghela nafas lalu melepaskan cekalan tangannya dari lengan Cia. Laki-laki itu mengamati wajah Cia dengan seksama. Hidung gadis itu memerah serta matanya yang sedikit bengkak. Gadis itu menangis, dan semua karena Vian.

"Kamu habis nangis?" tanya Vian. Tangannya terangkat berniat menyentuh pipi Cia. Tapi Cia lebih dulu mundur, ia memalingkan wajahnya ke samping. Tidak berniat sedikit pun untuk menatap wajah Vian.

Laki-laki itu menghela nafas.

"Kamu nggak boleh pergi." ucapan Vian sukses membuat Cia menoleh tidak percaya.

"Emangnya kamu siapa? Berani larang-larang aku!" bentak Cia tidak suka pada sikap Vian.

"Malam ini kita ada acara keluarga. Bunda, Ayah sama Dinda bakalan datang."

Cia menatap Vian. Ada sejuta arti dari tatapan itu.

"Terus aku peduli?" jawab Cia persis seperti yang diucapkan Vian beberapa saat yang lalu. Cia tersenyum remeh lalu berjalan ke arah pintu utama. Ia membuka pintu itu dengan sangat kasar.

"Cia mau kemana?" Cia melongo mendapati bundanya yang sudah berdiri di hadapannya. Tepat di samping bundanya ada Bambang dan Dinda yang menyusul di belakang. Tidak lama setelah itu sebuah mobil berhenti di depan rumah. Fery dan Ratna keluar dari mobil itu lalu tersenyum ke arah Cia yang melongo di depan pintu.

"Mau kemana?" tanya Aini mengulangi kalimatnya.

"Eh? Nggak ada Bun. Cuma siap-siap buat nanti malem," jawab Cia asal.

"Bunda nggak dibolehin masuk nih?" tanya Aini pada putrinya itu.

"Oh iya ... masuk, Bun," ajak Cia membukakan pintu lebar-lebar.

Hancur sudah acara Cia dengan Alvin nanti malam. Kalau sudah begini, bagaimana caranya ia berkilah membuat alasan untuk keluar dari rumah itu.

Cia menatap Vian yang sedari tadi menatapnya, mengamati gerak gerik gadis itu. Vian tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Cia menghela nafas jengah lalu melangkah memasuki kamar.

-

See yaa~


Vv, Dec 2020

Toelisan,-

I SHALL EMBRACE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang