kedua- tanda tanya

176 88 9
                                    

Sudah tiga hari sejak keberadaanku di sini, di Jogja yang kukira adalah tempat istimewa, tapi ternyata sebaliknya. Ketika pertama kali kedatanganku yang disambut dengan hal yang tak pernah ingin untukku itu terjadi. Dan setelah mengetahui bahwa seseorang yang kuharap memberiku pulang di saat aku menunggunya, nyatanya hadirku dijemput dengan sebuah kehilangan tentangnya.

Kita tak pernah tahu, Semesta.

Di sudut kamar penginapanku kulihat langit sedang berpihak kepadaku. Tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa yang perlu kita lakukan adalah hal yang kita butuhkan. Benar saja. Saat itu, aku benar-benar butuh ia berada di sebelahku, entah dalam kondisi yang lebih baik ataupun buruk itu tak pernah membuatku baik-baik saja.

Aku menoleh, setelah mendengar seseorang memanggilku, "Ta?"

Ia adalah Rinda. Semua orang sedang berkumpul diluar. Beberapa dari mereka melakukan apa saja. Rinda memintaku untuk ikut, tapi kutolak dengan alasan yang tak ingin untukku ditanyakan lagi.

"Nanti saja, Rin. Duluan saja."

"Ya sudah, Ta" ucapnya berlalu.

Sebenarnya, ada sebuah perasaan yang membuatku tak mengerti tentang apapun. Aku tahu mungkin Rinda bermaksud baik padaku, ia pun sudah mencoba melakukan itu untukku. Sejak awal, sejak ia mengenalku, ia tahu harus bagaimana jika hal semacam ini sedang terjadi padaku.

Detik berjalan begitu cepat meninggalkanku hanyut pada tempat ini. Terdengar suara bising diluar yang sudah pasti karena keramaian mereka. Tubuhku yang sedari tadi seolah tampak terpaku kemudian menyadari bahwa aku ingin untuk pergi. Entahlah, kemana saja asal tidak disini sendiri.

Langkah kakiku membawaku keluar. Beberapa waktu lalu aku bertanya pada diriku sendiri, "Apa ada pertanyaan yang belum kupikirkan? Atau, apa sebenarnya yang sedang kulakukan? Apa yang sudah kudapatkan?"

Lalu, aku terbesit akan sesuatu, seperti jawaban yang tiba-tiba muncul, "Mungkin ada yang salah dari sesuatu sebenarnya itu"

Sebelum terlalu jauh aku mencoba menenangkan diriku. Meyakinkan pikiranku dan tentang yang kurasakan saat ini. Aku menyadari beberapa hal yang terjadi ada maksudnya tersendiri. Di sekitar yang kulihat hanya diriku, walau pada kenyataannya banyak orang yang berlalu.

Titik terberat dalam hidup adalah di saat kita tahu apa yang sedang kita sembunyikan dari orang lain. Alasan paling sederhananya, kita hanya ingin untuk membiarkan semuanya dan berharap pada suatu keadaan yang kenyataannya tak pernah kau alami dan membuatmu merasa sendiri.

"Ta, kamu ini maunya seperti apa?"

Setelah pergi kemana saja, aku tak sadar apakah ada yang merasa kutinggalkan? Padahal, kalau saja ia tahu, boleh kukatakan aku juga ingin untuk tinggal tanpa merasa saling meninggalkan.

Beberapa kejadian yang sudah kualami membawaku pada hari-hari yang tak ingin kulewati. Aku yang sejak tadi memilih meninggalkan tempat penginapan tidak tahu ingin menuju ke mana. Seperti tersesat sebelum menemukan tujuan. Namun, tak ingin pulang sebab yang datang membuatku hilang.

Kususuri tepi jalan, menapaki setiap langkahku seakan aku tak pernah ingin untuk kembali. Kali ini, suasana kota Yogjakarta tak begitu ramai, entah karena apa, mungkin karena aku hanya sedang menginginkan hal itu saat ini. Setelah berjalan cukup jauh dan membuatku merasa kelelahan, aku memilih untuk menghampiri pengayuh becak yang sedang beristirahat di seberang jalan.

"Pak?"
"Iya, Nak?"

Tanpa sengaja aku membangunkan tubuh bapak tersebut. Aku hanya bisa melihat wajahnya yang sumringah ketika aku menyapanya.

"Mau kemana, Nak?"

Beberapa detik aku hanya bisa terdiam, hingga pada akhirnya...

"Kalau di ajak keliling Jogja mau nggak?"

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang