Chapter 5 : Sosok Misterius

Mulai dari awal
                                    

"Hei tunggu," teriak Gemintang sambil mengejar sosok misterius itu."Berhenti sebentar, ada yang mau gue omongin sama lo," lanjutnya. Namun sosok itu, menancap gas dan pergi meninggalkan Gemintang.

"Tunggu pembalasan kami Gemintang Candra Geraldino," kata Baswara yang berusaha bangun dari tempatnya.

Setelah mengucapkan kalimat itu, anggota geng Cobra menopang tubuh David dan pergi meninggalkan jalan Duri.

"Jangan lupa ngabarin ya, kalau David udah nggak bernyawa lagi, " teriak Jovan saat anggota geng Cobra berusaha menopang tubuh lemah ketua mereka.

"Gem, kondisi lo gimana?" tanya Jhio, sambil menyeka darah dibagian bibirnya yang sedikit robek. "Gue nggak papa, gimana kondisi anggota yang lain?"

"Mereka juga nggak papa, cuma kepala dong yang geger," jawab Jovan.

Gemintang memutar mata malas mendengar penuturan Jovan. "Oh iya, tadi ada sosok misterius yang nolongin gue."

"Misterius?" ulang Bintang.

"Iya sosok misterius, Bi. Pakaiannya serba hitam. Gue liat dari cara tendangannya, dia jago bela diri juga tapi gue nggak tau siapa dia, udah gue kejar tapi dia pergi, " jelas Gemintang sambil mengingat kembali sosok misterius tadi.

"Mungkin dia malaikat penolong lo Gem, dari kematian yang nyaris terjadi tadi," lontar Irvan yang juga ikut berpikir.

Gemintang hanya menganggukan kepala. "Gue penasaran sama sosok itu. Rifan gue tugaskan ke lo, buat nyelidikin siapa sosok misterius itu," ucap Gemintang pada Rifan.

"Siap Gem."

Setelah memastikan anggota Black King sudah lengkap. "Cabut!!!" perintah Gemintang.

Semua anggota Black King mengendarai motor masing-masing menuju besecamp BK.

Sebenarnya ini masih jam pelajaran tapi karena sisa satu jamnya kosong, maka dari itu para anggota Black King meninggalkan kelas hanya untuk bertarung dengan geng Cobra.

Dan itu alasan mengapa Bintang Mahardika ikut bergabung dalam tawuran kali ini. Coba saja tadi ada guru yang mengajar, mustahil sekali jika seorang Bintang bolos.

***

"Dari mana aja lo, habis tawuran?!!"

"Iya, ayah," jawab Gemintang jujur.

Belum selang beberapa detik, satu tamparan keras melayang di pipi Gemintang. Bagi Gemintang itu tidak seberapa karena itu hal yang sudah biasa baginya.

Sesampai di basecamp Gemintang memutuskan untuk langsung ke rumahnya.Walaupun Gemintang seorang ketua geng motor, tapi laki-laki itu masih tetap mengingat untuk kembali ke rumah.

"Ayah udah bilang berkali-kali berhenti ikut tawuran, Gemintang!!" bentak Danielo Geraldino yang merupakan ayah kandung dari Gemintang.

Gemintang menatap kearah Danielo, dengan tatapan permusuhan. "Apa masalahnya buat Ayah? Ayah juga nggak peduli apa yang Gemintang lakuin!! Sambil mengepal kedua tangannya.

Dengan emosi yang sudah sampai di ubun-ubun, Danielo kembali menampar pipi kiri Gemintang. Laki-laki tua itu paling tidak sudi jika perintahnya tidak diindahkan.

Wajah Gemintang sangat merah, di tambah lagi dengan urat dibagian lehernya ikut berdiri karena jengkel."Tampar lagi Ayah, kalau itu belum buat Ayah puas," teriak Gemintang tepat di wajah Danielo.

"Udah cukup! Ayah, Abang," tegur Kirana Gempita Geraldino, yang merupakan saudara kandung dari Gemintang. Dia gadis yang sangat cantik dan penyayang, tapi sangat benci dengan pertengkaran antara Gemintang dan Danielo.

Kirana tidak suka, jika setiap kali Gemintang pulang, selalu saja terjadi pertengkaran antara Gemintang dan Ayahnya.

Tanpa mengucapkan satu kata pun, cowok itu pergi meninggalkan Danielo dan Kirana sendirian di ruang tamu.

Gemintang menyandarkan punggung di headboard dan terus berusaha menghentikan darah dari hidungnya dengan menjempit hidung menggunakan jari-jemarinya, dengan tujuan untuk menghentikan pendarahan.

"Bang, lo gak papa kan?" tanya Kirana di balik pintu kamar Gemintang.

"Iya gue nggak papa, Ran."

Kirana dan Gemintang saling menyayangi satu sama lain, mereka berdua sangat akur dalam rumah. Bagi Gemintang, Kirana adalah orang berharga dalam hidupnya yang harus dia jaga.

Kirana dan Gemintang bedanya satu tahun saja. Gemintang sudah kelas XII sedangkan Kirana masih kelas XI.

"Bang, boleh nggak Ran masuk?"

"Hmm."

Saat Kirana membuka pintu kamar, gadis itu spontan menutup mulut akibat banyak tisu yang berhamburan di lantai dan sudah berubah warna menjadi merah.

"Jangan bilang semua tisu ini berubah warna karena darah dari hidung lo, Bang?" sembari duduk di tepi ranjang dengan mata yang melotot penuh introgasi.

"Berisik."

"Gue serius nanya Abang sialan." Refleks Kirana memukul tubuh lemah Gemintang dengan bantal berkali-kali.

Gemintang mengubah posisinya menjadi duduk, spontan Kirana menghentikan gerakan tangannya. Lelaki itu beralih menatap mata indah milik Kirana yang penuh rasa khawatir dipancarkan dari sana.

"Iya, tapi udah agak mendingan," ujar Gemintang sembari membawa kepala Kirana bersandar dipundaknya dengan perlahan tangannya bergerak mengelus rambut Kirana dengan lembut.

Kirana mendongakkan kepala dan menatap wajah pucat milik Gemintang dengan penuh rasa khawatir. "Bang kita ke dokter aja ya?" Ajak Kirana, meskipun Kirana sudah tau jawaban Gemintang nantinya, tapi apa salahnya berusaha dulu.

"Gue gak papa Ran, bentar lagi nih darah juga berhenti kok." Gemintang hanya berusaha menutupi rasa sakitnya saja. Tapi sebenarnya, kepala cowok itu seperti ingin meledak, ditambah lagi dengan badannya yang terasa sakit seperti disayat oleh pisau.

***

Revisi, 11 Juni 2021.

Anna Kause

Penulis Amatir

TRUE LOVE GEMINTANG (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang