Chapter eight, Rescuer

24 4 3
                                    

Miguel menyetujui untuk berbicara dengan Vale sehingga kini mereka sudah mengasingkan diri dari kerumunan dan berdiam diri di atap bangunan yang mana memiliki keadaan lebih tenang, sepi, pemandangan menakjubkan dan udara dingin.

Potret halaman belakang terlihat jelas disini, pemuda menari, pemuda mabuk, pemuda bercumbu, semua terlihat bagaikan tayangan televisi.

Vale membakar sebatang rokok dan mulai menenangkan diri, sejenak terbesit pikiran untuk menawari Miguel rokok tapi pikiran Vale teralihkan ketika menyadari jika pemuda itu masih bertelanjang punggung dan Vale malah mengajaknya berbicara di nok berangin.

"Ugh, maaf. Kau boleh menggunakan ini jika kedinginan." dia menanggalkan jaket kulitnya dan memberikan kepada Miguel.

"Trims," dia menggunakannya tanpa ragu dan terlihat sangat cocok.

Kemudian mereka terdiam, tidak ada yang memulai percakapan. Hanya musik kencang samar-samar, sorakan para tamu dan angin malam memunuhi atmosfer atap. Hingga Miguel membakar suasana tersebut dengan pertanyaan singkat namun jelas. "Apa ini tentang masalah homophobic?"

Vale meneguk ludahnya kemudian menekan sumbu rokok hingga padam. "Iya," timpalnya kecil. "Aku tahu reaksiku tidak begitu positif, tapi aku hanya ingin kau tahu jika tidakanku kemarin didasari oleh rasa-"

"Terkejut," potong Miguel cepat. "Aku mengerti. Percayalah, aku sudah menghadapi beragam kejadian homophobic yang lebih parah. Reaksimu kemarin bukan apa-apa bagiku. Aku juga salah karena melampiaskan kemarahanku kepadamu."

Vale tersenyum lega. "Tetap saja aku ingin kau mengerti jika aku tidak mempunyai masalah dengan orang sepertimu."

"Terima kasih, aku menghargainya." Miguel tersenyum kecil.

Wow. Ini berjalan mudah.

Karena atmosfer sudah mulai menghangat, Vale mulai menyulut rokok kedua dan berani menawari Miguel satu yang mana langsung diterima. "Apa kau ingin kembali ke bawah?"

Bahunya menegang setelah mendengar pertanyaan Vale. "Aku akan disini, kau bisa kembali jika kau ingin." dia hendak mengembalikan jaket kulit namun segera dihentikan oleh sang pemilik.

"Oh, tidak usah. Aku tidak akan kemana-mana. Keramaian di bawah dan darah rendahku tidak begitu akrab." dia memutuskan menetap.

Aneh, Miguel terasa lebih out going sekarang. Tidak lagi membatasi diri atau bertingkah angkuh, Vale menemukan dirinya seperti tengah melayang bersama burung-burung. Jika permintaan maafnya membuat mereka menjadi lebih dekat, maka dia tidak menyesali peristiwa kesalahpahaman lusa kemarin.

Menghisap batang nikotinnya lebih dalam, dia kembali mengamati kerumunan di bawah. Beberapa dari mereka sudah terlihat mabuk dan bergerak tak terkendali padahal jam masih menunjuk angka sepuluh malam. Keadaan semakin liar saja dan Vale tersentak ketika sekerumunan orang melempar satu pemuda berkostum bajak laut menuju tengah kolam.

Refleks Vale seperti di serang oleh bom atom, kakinya lekas berlari menuruni lantai demi lantai dengan harapan dapat menjumpai Leo sebelum dia tenggelam tak sadarkan diri. Demi hak tinggi Ariana Grande, Leo tidak bisa berenang! Apa yang orang-orang ini pikirkan ketika melemparnya ke dalam kolam dengan kedalam lima meter.

Tanpa banyak pikir Vale menanggalkan sepatu, dompet, ponsel lalu meloncat ke dalam genangan air tanpa beban, mengayunkan kaki seirama hingga dapat meraih tangan Leo. Sang adik menarik napas dalam ketika genggamannya berhasil mencekram pundak Vale. Dari sinar mata, dia terlihat sudah mabuk tapi masih cukup sadar untuk mengetahui jika hidupnya sempat berada di ujung tanduk.

Setelah membawa Leo ke pinggiran kolam. Vale membiarkan mereka berdua jatuh terlentang dengan keadaan basah dan lelah. Menarik oksigen rakus, menghiraukan tatapan dari orang sekitar.

Salvatore's Forbidden EcstasyWhere stories live. Discover now