Chapter seven, Crasher

36 6 1
                                    

Unik. Kreatif. Seksi.

Vale tahu kalau tiga unsur itu adalah material penting untuk membuat kostum halloween dan dia tidak memiliki aspek-aspek tersebut. Mungkin karena Vale tidak pernah merayakan perayaan ini, terakhir dia menggunakan kostum adalah empat tahun lalu. Menjadi pegawai keuangan di kantor mainstream dimana pemuda itu hanya menggunakan setelan tiga potong dan kumis palsu.

Tidak ada usaha sama sekali.

Sekarang, di umurnya yang sudah dua puluh tahun. Vale tidak tahu harus menjadi apa. Dia tidak mengenal tokoh terkenal yang dikagumi banyak orang saat ini.

Bicara tentang kostum, Leo juga sudah datang ke apartemen Vale. Dia berbusana sebagai Jack Sparrow yang terlihat heboh dengan penutup mata, riasan wajah, topi bajak laut dan semua aksesori yang menggantung di celananya.

Pukul tujuh malam, mereka berdua masih berusaha menyatukan kepala untuk mencari solusi mengenai kostum apa yang akan digunakan oleh turunan Greyson urutan ke empat ini.

"Kau tidak mempunyai harapan." Leo menyerah setelah membongkar habis isi lemari kakaknya.

"Oh, ayolah. Kau lebih cerdas dariku, pasti bisa memikirkan sesuatu." timpal si pemilik kamar menatap ponsel acuh tak acuh. Lagipula, dia memang tidak berniat datang ke acara Regina.

Tidak tega melihat adik dan lemarinya hancur seiring malam berlalu. Vale mengeluarkan geraman menyerah dan memutuskan untuk turun tangan.

Sweater beludru, jaket kulit, hoodie katun, polo, kaos polos, kaos distro, kemeja motif, kemeja blangko, jas, celana tenis, celana khaki, celana chinos, celana jins dan bermacam sepatu. Begitu banyak jenis pakaian namun tidak ada ide yang menghampiri kepala sepasang adik kakak itu.

Hingga petir kreatifitas menerpa kepala Leo. Bersama kobaran api dipandangannya, dia mengambil baju putih polos, jaket kulit merah, kaca mata lennon, celana jins biru dan sepatu combat. "Kau akan menjadi James Dean." katanya melempar satu setel pakaian kapada Vale.

Dia tidak tahu siapa itu James Dean. Tapi melihat busana yang ditawarkan Leo tidak terlalu heboh, Vale kesulitan untuk menolaknya.

Akhirnya mereka langsung pergi menuju pesta menggunakan taxi online tanpa mengemas kembali pakaian ke dalam lemari. Vale harus menggunkan laynan uber karena dia adalah pengemudi yang buruk dan Leo belum diperbolehkan menggunakan mobil.

Begitu sampai ke alamat yang tertuju, terlihat kondominium milik Regina sudah didekorasi sedemikian rupa hingga memancarkan aura kental halloween dan musim gugur. Lampu sorot mengarah langit malam mengelili bangunan, hiasan labu di sepanjang bahu jalan dan seperti yang Leo katakan, pesta ini terlihat sangat eksklusif.

Berapa sebenarnya pendapatan Regina dengan menjadi model celana dalam?

Menjumpai gerbang, dua orang satpam meminta kartu identitas dan undangan pamflet. Vale tentu saja memberikannya tanpa ragu, yang dia khawatirkan adalah penjaga ini akan menyadari kartu identitas palsu milik Leo. Tapi beruntung satpam Regina terlalu bodoh atau kurang peduli terhadap pemeriksaan sehingga mereka tidak melihat kejanggalan dan dua Greyson itu dapat masuk dengan mudah.

"Aku tidak mau pedulimu tentangmu lagi tapi aku mohon jangan sampai menggunakan obat-obatan, oke?" setelah memasuki lobi utama, Vale memberi pesan setengah berteriak di telinga adiknya, melampaui musik DJ yang tengah menjerit-jerit.

"Tenang saja, aku tidak bodoh sepertimu!" timpal Leo mengembangkan senyum lebar dan pandangan mengedar kagum yang entah kenapa menimbulkan firasat buruk di hati sang kakak.

"Oh! Aku melihat temanku! Kita berpencar saja!" dia menepuk pundak Vale dan menghilang dibalik kerumunan. Meninggalkan pemuda introver itu sendirian, bingung harus melakukan apa.

Tidaktahu harus apa, dia mulai menyelam ke dalam lautan manusia hingga berakhir di dapur yang terhubung langsung dengan kolam renang halaman belakang. Disini masih banyak orang, tapi setidaknya tidak sesak seperti di lantai dansa ruang utama.

Dia menyambar sebotol bir dan membukanya dengan gigi, Vale mencoba untuk tenang dengan mengatur napas. Itu tidak cukup efektif tapi mampu membuat fokusnya sedikit teralihkan.

"Hi, kau datang," suara gadis menghampiri Vale.

Itu adalah Haruna. Dia menjadi, ummm bagaimana mengatakannya, kelinci paskah korban prostitusi(?). Heels tinggi, stoking jaring, baju renang karet, telinga dan buntut kelinci. Vale akui dia sangat seksi tapi entahlah, semua ini terlihat berlebihan.

"Apa kau menjadi James Dean?"

Wow, bagaimana bisa gadis ini menyadarinya sementara Vale sendiri tidak tahu siapa itu James Dean. "Umm, yea." jawab sang pemuda enggan.

"Kiernan membagikan morfin gratis di kamar mandi lantai dua, kau bisa kesana jika menginginkannya."

Vale tertegun mendengar berita dari Haruna. Menyadari jika tidak peduli apapun yang dia lakukan, publik akan tetap melihatnya sebagai druggie dan alcoholic.

"Oh, tentu saja kau percaya rumor tersebut." cibirnya sambil meneguk bir kasar.

Haruna melihat ponselnya, menaikan alis dan mengetikkan sesuatu. Tidak mendengar Vale sama sekali. "Aku ada urusan, kita mengobrol di lain waktu."

"Kenapa? Kau butuh pasokan obat dari Kiernan?" sindir Vale memajang wajah terganggu.

"Ha, kau lucu," mematikan ponsel. "Aku bukan pecandu sepertimu. Dah Vale." kemudian Haruna pergi.

Kembali sendirian. Vale menemukan hatinya berteriak kebebasan, sehingga dia merayakan hal tersebut dengan mengambil satu botol bir lagi dan berlalu menuju halaman belakang.

Regina memiliki halaman belakang yang indah, hanya jika tidak dipenuhi remaja mabuk. Disana terdapat pohon palem kembar menjulang tinggi, taman bunga mini, kolam biru bersih dan hammock kosong menggantung. Vale tersenyum karena akhirnya dapat bertemu tempat berbaring dan langsung membantingkan diri pada permukaan hammock, menyulut rokok di tangan kiri, botol bir di tangan kanan dan mulai memandang langit malam di atasnya.

Beberapa orang melewat sambil berbisik. Tidak jarang ada yang memandang secara terang-terangan. Mereka sangat jelas menghakimi kehadiran Vale di pesta ini. Dia sudah sedikit mabuk dan tidak peduli apa yang publik pikirkan hingga hidungnya menangkap aroma kayu manis dan pohon pinus samar-samar menghembus indah.

"Miguel!" serunya refleks meloncat terduduk dan mengedarkan pandangan dengan ganas, mencari pemilik parfum tersebut, sampai menemukan keberadaan sang target di sudut kolam, sama-sama menampilkan garis wajah terkejut.

Pipi Vale memanas dan dasar perutnya terbakar oleh sensasi asing ketika melijat kostum halloween-nya. Disana berdiri pria dengan tubuh bagian atas hanya tertutupi oleh apron putih, menampilkan punggung telanjang, leher berlekuk dan otot bisep menggoda, celana lateks ketat yang menjiplak sempurna bokong seksinya juga topi koki tinggi.

Oh, Demi yang mulia Lucifer. Ruang dalam celana jins Vale terasa semakin sesak. Sesuatu di balik sana sudah tumbuh berdiri sempurna dan menjadi sekeras batu. Dia harus segera mencari topik lain sebelum kabut nafsu menutupi akal sehatnya.

"Kita perlu membicarakan sesuatu."

Salvatore's Forbidden EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang