05. Ketahuan Bolos

907 64 10
                                    

Pagi ini, di sebuah rumah yang terbilang sangat mewah, Bayanaka, Alomika dan kedua orang tuanya tengah melaksanakan sarapan pagi. Mereka menyantap makanannya masing-masing dengan khidmat, tanpa ada yang membuka suara satupun, karena Arphan—selaku Papa Bayanaka melarang hal itu.

Setelah selesai, barulah mereka boleh mengeluarkan suara. Bayanaka meneguk segelas air putih miliknya yang sudah disediakan, setelah itu tangannya mengambil tisu untuk membersihkan sudut bibir, karena takut-takut ada sisa makanan yang menempel di sana.

"Ma, Pa, nanti malam kalian ada acara nggak?" tanya Bayanaka, membuka percakapan.

Aliza—selaku Mama Bayanaka itu melirik suaminya, seolah menyuruh Arphan untuk menjawab pertanyaan sang anak. "Nggak tau, tapi nanti sore sih Papa ada meeting sama klien," jawab Arphan.

"Kalau Kakak?" Bayanaka bertanya pada Alomika.

Alomika berpikir sejenak, kemudian menjawab, "Nggak sih. Kenapa emang? Tumben banget nanya kayak gitu."

Bayanaka berdehem, sepertinya ini waktu yang tepat untuk memberitahu semuanya kalau hari ini dia berniat untuk melamar seseorang.

"Ma, Pa, hari ini ..., aku berniat melamar seorang gadis dan ingin menjadikan dia sebagai istri. Singkatnya, aku ingin menikah."

Alomika tersedak salivanya mendengar perkataan sang adik. Ia menatap Bayanaka dengan tatapan tak percaya, begitupun dengan kedua orang tuanya.

"Kamu serius?!" seru Aliza dan Arphan bersamaan. Senyuman bahagia tercetak jelas di bibir mereka, akhirnya waktu yang mereka tunggu-tunggu tiba juga.

Bayanaka mengangguk serius. "Aku serius. Tapi--"

"Kalau begitu kalian langsung nikah aja. Oh iya, siapa nama gadis pilihan kamu itu? Terus dia tinggal di mana? Kerja atau kuliah?" potong Aliza.

Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ini masalahnya. Apa kedua orang tuanya setuju jika mengetahui siapa gadis yang Bayanaka pilih? Mengingat gadis itu adalah muridnya sendiri.

Bayanaka menunduk ragu, dia memejamkan kedua matanya. "Dia murid aku sendiri."

"Apa?!" seru kedua orang tua Bayanaka dan juga Alomika bersamaan.

Alomika tertawa lepas, kemudian berkata. "Lo serius? Astaga, bisa-bisanya, ya, lo. Tapi, lo pikir baik-baik deh, emang dia mau sama lo?"

"Hus! Nggak boleh gitu, Kak. Kamu lupa, adek kamu ini ganteng? Di luaran sana banyak lho yang naksir sama adek kamu, cuma dia tutup hati aja. Dan sekarang, harusnya kita bersyukur Adek udah mau buka hati, dia bisa ngerasain jatuh cinta lagi," jeda sejenak, Aliza tersenyum tipis.

"Adek, kalau memang kamu cinta sama dia, lebih baik segera kamu halalkan. Mama bakal setuju, kok, kalau misalnya kalian cepat menikah," lanjutnya.

"Apa yang dikatakan Mama kamu itu benar. Kami setuju kalau kamu segera menikah, mengingat usia kamu udah cukup matang. Tapi, pesan Papa cuma satu, kamu harus jadi pemimpin keluarga yang baik." Arphan menimpali.

Bayanaka mengangkat pandangan, jawaban dari kedua orang tuanya membuat hati pria itu lega. Pasalnya, Bayanaka sempat mengira mereka tidak akan menyetujuinya.

"Terima kasih, Ma, Pa, kalau begitu nanti malam temani aku ke rumah dia buat bertemu orang tuanya," ucap Bayanaka, sembari tersenyum lebar.

"Tunggu, nama dia siapa?" Alomika bertanya.

"Shezan."

"Sebelumnya kalian udah membicarakan hal ini berdua?" tanya Alomika lagi.

Bayanaka menggelengkan kepalanya. "Belum."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fierce Wife and Possessive HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang