Hal Pertama

2 0 0
                                    

Aku pasti sedang berbaring di luar karena dari mataku yang tertutup aku dapat merasakan cahaya yang sangat terang menerpaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku pasti sedang berbaring di luar karena dari mataku yang tertutup aku dapat merasakan cahaya yang sangat terang menerpaku. Udara di sekitarku terasa sejuk, sangat sejuk. Dengan mata masih terpejam aku mengumpulkan kembali semua kesadaranku. Aku merasa sedang tidur di sebuah kasur yang agak keras. Dengan jemariku, sepertinya di balik seprai tempat tidur ini aku merasakan lapisan lain yang keras dan licin. Plastik.

Aku tidak gelisah ataupun ketakutan. Mataku masih terpejam, seperti setiap pagi di kala aku mendengar alarm kamarku berbunyi, aku tidak mau membuka mataku bahkan saat aku mematikan bunyinya. Aku tidak mau membuka mataku. Karena rasanya sangat nyaman untuk kembali tertidur.

Aku merasa tenang dan mengantuk. Rasanya aku ingin meringkuk dan tidur menyamping. Saat ini aku sangat sadar aku tidur terlentang. Kurasa aku tidak menggunakan selimut,  atau baju tidurku.

Aku menunggu, dengan mata masih terpejam. Menunggu diriku untuk kembali ke mimpiku.

Mimpi? Apakah aku sedang bermimpi?

“ Bangun, Astra.” Kata sebuah suara. Suara perempuan, tidak tinggi namun terdengar tidak terlalu berat. Suara itu terdengar samar.

Aku tidak menjawab.

“ Astra.” Suara itu kembali memanggil namaku. Kali ini ia terdengar sangat dekat dan jelas.

Aku membuka mataku perlahan. Seperti kataku, aku terbangun di tempat dengan cahaya yang sangat terang. Aku sempat mengira akan terbangun di tengah padang rumput di tepi danau, atau lapangan kosong di tengah hutan yang sejuk. Bukan. Aku terbangun di sebuah ruangan berlangit-langit.  

Seorang perempuan berdiri menjulang tepat di atasku. Perempuan itu jelas lebih tua dariku. Mata besar birunya sedang mengamatiku dengan ekspresi bosan. Kulitnya putih pucat, rambut hitamnya panjang dan bergelombang. Ia menjepit dan menggulung tinggi sebagian rambut di dekat dahinya. Dia menggunakan kemeja putih dengan blazer biru tua dan riasan wajah yang agak menor.

“Ah,” katanya.
“ Bangunlah, Astra. Duduk dan tegakan tubuhmu.”

Aku tidak melawannya. Aku tidak tahu kenapa tapi aku hanya ingin menuruti dia. Aku meangkat kaki kiriku dan duduk di samping tempat tidur. Aku melihat ke sekelilingku. Aku berada di sebuah ruangan kosong yang besar tanpa jendela. Ruangan ini sangat terang; kau  bisa melihat setiap sudut dengan jelas. Dinding ruangan itu adalah dilapisi dengan ubin putih. Aku tidak melihat lampu atau sumber penerangan lain. Kenapa ruangan ini bisa sangat terang?

Aku berbaring di atas sebuah kasur rumah sakit (sepertinya). Kasur kecil dengan roda yang digunakan di rumah sakit. Apa aku sedang berada di rumah sakit?

“ Apa benar namamu Sinastra? Astra?” kata perempuan itu lagi. Dia berdiri beberapa langkah di hadapanku. Ia mengenakan luaran coat panjang berwarna cokelat muda.

“ Apa kamu ingat apa yang baru saja terjadi? Bagaimana kamu bisa disini?” lanjutnya.

Saat akan menjawab aku terdiam. Mulutku masih menganga, tidak tahu harus berkata apa.

Terminal : Beyond DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang