ISEY || CHAPTER SEPULUH

Start from the beginning
                                    

Setelah menempuh perjalan tiga puluh menit, akhirnya mobil Alvin berhenti di sebuah rumah dengan desain tempo dulu. Cia melirik ke arah Alvin dengan senyum yang mengambang.

"Rumah Nenek?" tanya Cia dengan mata yang berbinar. Pasalnya ia kesana waktu baru jadian dengan Alvin. Rumah itu adalah rumah nenek Alvin. Kata nenek, Cia adalah perempuan pertama yang Alvin kenalkan pada neneknya. Seberharga itu Cia bagi Alvin.

Cia langsung turun dan menghambur keluar mobil. Alvin hanya tersenyum lalu mengikuti Cia dari belakang.

"Nenek!!!" pekik Cia sambil memeluk lansia yang berdiri di ambang pintu yang menyambut kedatangannya.

Nenek Alvin membalas pelukan gadis itu lalu membawanya masuk.

-

-

-

Vian segera masuk ke dalam mobilnya, disusul oleh Dila di belakang. Sekarang sudah jam tiga sore. Mereka menghabiskan waktu di panti asuhan yang terletak di pinggir kota.

"Kamu yakin mau mengadopsi anak itu?" tanya Vian menatap Dila.

Dila tersenyum. "Bukan aku, tapi Mama sama Papa yang mau mengadopsi."

Benar saja, orang tua Dila memiliki keinginan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan. Karena Dila seorang anak tunggal sama seperti Vian. Orang tua Dila sering berpergian keluar kota atau ke luar negeri untuk urusan bisnis. Sehingga Dila sering kali sendirian di rumah.

"Tapi kan ada aku," ujar Vian akhirnya.

Dila menghela nafas lalu menjawab, "Tapi kan nggak selamanya aku bergantung sama Kak Vian."

Vian terdiam, benar juga kata Dila.

Tidak mungkin selamanya Vian ada untuk Dila. Ditambah saat ini dia sudah berstatus suami orang. Vian merasa bersalah lalu dia menatap Dila lekat.

"Pastiin kamu menghubungi aku tiap kamu sendirian di rumah."

Senyuman Dila mengambang sempurna. Gadis itu kini menatap lekat laki-laki yang memakai baju kaos hitam serta jaket yang lengannya digulung hingga siku.

"Habis ini kita mau kemana?" tanya Dila berusaha mencairkan suasana yang mendadak serius. Dia tahu jika saat ini Vian sedang merasa bersalah pada dirinya. Apalagi mengingat kejadian tiga tahun silam. Dila memejamkan matanya, mencoba mengusir kenangan itu jauh-jauh. Lalu menghela nafas.

"Kita nonton yuk." Ajak Dila karena dari tadi laki-laki itu hanya diam saja.

-

-

-

"Nek, Cia pulang dulu ya," pamit Cia pada Nenek Alvin.

"Kenapa buru-buru?" tanya nenek padanya.

Cia tersenyum polos layaknya anak kecil dan tentu saja hal itu membuat Alvin ingin mencubit pipi gadis itu.

"Udah jam empat, Nek," jawab Cia sambil menggenggam tangan lansia itu memberi pengertian.

"Kapan-kapan Cia bakalan ke sini lagi kok, Nek" ujar Cia karena ia melihat raut wajah sedih dari nenek Alvin.

"Kamu juga Al, sering-sering bawa Cia ke sini!" ucap Nenek pada Alvin sembari memukul lengan laki-laki itu seakan memberi hukuman.

Alvin hanya mengangguk menyetujui perintah dari neneknya itu.

"Yaudah Nek, Alvin pulang dulu keburu sore," pamit Alvin lalu mencium tangan neneknya. Setelah itu Cia menatap nenek, mencium tangannya lalu memeluknya erat.

I SHALL EMBRACE YOUWhere stories live. Discover now