5| Tekad?

408 49 10
                                    

Tenn berjalan menyusuri jalanan Tokyo sendirian. Selepas dari rumah sakit menjenguk sang adik, ia memutuskan untuk segera pergi dari rumah sakit. Bukan pulang ke dorm tempat dia tinggal saat ini. Melainkan menuju tempat dimana ia bisa berfikir jernih.

Pinggiran Zero Arena.

Itu yang Tenn tuju saat ini. Berbekal jaket pink pucat, topi, kacamata, dan masker sebagai penyamaran ia pergi ke tempat itu. Tak butuh waktu lama. Ia sudah melihat Zero Arena yang terlihat megah berada di tengah-tengah danau Tokyo.

Zero Arena. Tempat yang menjadi sejarah dimana Zero, sang idol legendaris yang mencetak sejarah pernah melakukan konser. Zero yang menghilang membuat Zero Arena menjadi lambang untuk mengingat Zero yang menghilang bagai ditelan bumi.

Tangan Tenn memegang pagar pembatas kuat. "Tou-sama... kaa-sama..." Ia mendongak menatap langit malam yang di terangi bulan yanag bersinar terang, "Berikan kami kekuatan untuk terus melangkah... Aku ingin segera kembali, mengambil apa yang seharusnya aku dan Riku miliki. Bukannya kami tidak bersyukur... Hanya saja rasa ini," ia meremas baju yang melapisi dadanya.

Tenn melepas cengkramannya, ia menatap Zero Arena sebantar sebelum berbalik pergi dari tempat itu. Tujuannya saat ini... Kediaman Nanase.

♪♪♪♪♪

Seorang wanita berambut putih dengan iris scarlet berlari mengejar dua orang anak kecil berumur 5 tahun yang tengah berlari sambil tertawa terbahak-bahak.

"Aro, Enrique tunggu kaa-san.. mouu kalian nakal ya." Ucapnya.

Tanpa sadar mereka sudah ada di taman yang luas, taman tersebut masih berada di daerah dimana mereka tinggal. Anak kecil yang bernama Aro dan Enrique berlari menuju sebuah Gazebo dan duduk di sana menunggu wanita tadi.

"Ahahahaha kaa-sama kalah bertanding melawan kami." Enrique berkata sambil tertawa saat wanita itu mencubit pipi mereka berdua secara bersamaan.

"Bagaimana jika Enri malah sakit, hm? Haduhhh anak ini ya... Aro juga, tumben kau nakal." Katanya setelah melepas cubitan pada pipi kedua anaknya.

Aro sang kakak tertawa melihat tingkah ibunya. "Kaa-sama lucu sekali. Enri juga ingin bersenang-senang jadi aku menemaninya." Kata Aro dengan suara yang imut.

Wanjta itu menghela nafas. Ia tersenyum menghadap anak-anaknya sambil berjongkok untuk menyamakan tinggi badan mereka. "Baiklah, kaa-san maafkan kali ini. Lain kali jangan langsung lari begitu saja. Ayo, kalian harus belajar." Memegang tangan dua bocah itu dan berdiri.

Wanita itu membawa Aro dan Enrique memasuki rumah mereka. Berjalan di sepanjang lorong sambil mendengarkan Enrique yang berceloteh ria.

"Nee, kaa-sama. Kenapa kita harus selalu belajar ini dan itu?" Enrique bertanya.

"Karna belajar itu penting, Enri. Suatu saat nanti kalian akan mengetahui kenapa belajar itu penting." Jawab wanita itu. Mereka masuk ke dalam sebuah pintu.

"Tempat ini indah. Seindah Enri dan Aro jika bersama... "

"Seindah senyum kaa-sama." Ucap Aro dan Enrique memotong ucapan ibu mereka.

Wanita itu tertawa melihat tingkah anak-anaknya. "Kaa-san ingin kalian menjaga tempat ini. Tempat ini indah... Banyak cahaya yang tersimpan di sini. Tugas kalian adalah menjaganya."

"Banyak cahaya?"

"Menjaga?"

Enrique dan Aro berkata bersamaan. Wanita yang ada di antara mereka terkekeh pelan, mendudukkan Aro dan Enrique di ranjang besar saat mereka telah memasuki sebuah ruangan.

[Fanfiction] Futago no Ōji-sama Where stories live. Discover now