Prolog

1.1K 97 24
                                    

Dua anak kecil itu berlari menyusuri jalan yang sepi.

Sang kakak memegang tangan adiknya agar tidak tertinggal, mereka berusaha berlari sekuat tenaga. Jauh di belakang meraka beberapa orang tengah berlari ke arah dua anak itu.

"Ayo... kita harus terus berlari... bertahanlah." Sang kakak memberikan  semangat kepada adiknya yang nafasnya mulai terengah-engah.

"Nii-san hah... aku... hah sudah... tidak... hah... kuat... lagi hah... tinggalkan aku." Si adik berbicara dengan nafas yang mulai putus-putus.

Sang kakak menggeleng keras. Ia menatap adiknya yang mulai kelelahan, wajah adiknya pucat, cuaca yang dingin sama sekali tidak cocok untuk adiknya.

"Bertahanlah. Ingat kata-kata kaa-sama untuk terus hidup! Kita harus mengembalikan kejayaan negeri ini lagi! Berjuanglah!"

Sang adik hanya bisa menatap kakaknya sambil mengangguk pelan. Meraka harus terus hidup demi membalas pengorbanan orang tua mereka.

Sang kakak tersenyum. Ia kembali menatap jalanan yang sepi sambil terus berlari. Menyusuri kota yang hanya di terangi cahaya lampu jalan, sesekali menengok ke belakang memastikan adiknya dan beberapa orang yang mulai terlihat mengejar meraka.

"Gawat." Batinnya meringis.

Sang adik terus mengikuti arah kakaknya pergi. Beberapa kali kakinya tersandung batu, tapi ia hiraukan. Nafasnya semakin berat.

"Kemari!" Keduanya mendengar teriakan dari sebuah gang kecil yang menjadi celah antara dua bangunan.

Sang kakak meski ragu, berlari menuju ke arah suara itu, dengan tangan adiknya yang masih ia genggam kuat.

"Yang memanggil kita bukan arwah 'kan?" Ia bertanya kepada adiknya.

"Itu suara manusia." Setelah mendengar jawaban itu keduanya semakin yakin untuk masuk lebih dalam ke gang itu.

Meski samar mereka melihat siluet seorang gadis kecil yang tengah melambaikan tangan ke arah mereka. Mereka tidak dapat melihat dengan jelas karena gang yang gelap, mereka melihat hanya bermodalkan cahaya bulan.

Sesampainya di depan gadis kecil itu, si adik jatuh tersungkur. Si kakak dan gadis kecil tadi langsung membantu si adik agar mendapat posisi yang lebih nyaman, walau bagaimanapun situasi ini tidak akan nyaman. Mereka dikejar, dan sekarang berada di gang sempit yang pengap dan kotor oleh kardus kardus lama bersama seorang gadis kecil yang entah datang dari mana.

"Prediksiku meleset. Harusnya meraka menyerang besok jadi bisa diantisipasi." Gumam gadis kecil itu yang masih bisa di dengar oleh si kakak.

Sebelum membuka mulutnya, si gadis kecil itu segera memotongnya.

"Ayo pindahkan kakak ini ke sana."  Si gadis kecil menunjuk ke arah dalam gang yang terdapat beberapa kardus. "Kita harus menangani kakak ini segera. Otou-san akan menangani orang yang mengejar kalian."

Si kakak mengangguk. Ia dengan susah payah mengangkat tubuh adiknya bersama  si gadis kecil.

Setelah sampai. Si gadis kecil segera membuka mantelnya dan mengeluarkan beberapa alat darurat dari tas kecilnya.

Ia menyelimuti si adik yang tak sadarkan diri, berusaha memberikan kehangatan dari mantel yang ia bawa. Mengambil nebulizel yang ada di sampingnya dan memasangkannya segera pada si adik dan membiarkan di adik mulai bernafas pelan.

"Kau membawa itu?" Si kakak bertanya pelan.

"Jaga-jaga."

Si kakak mengangguk pelan, harapannya beralih pada adiknya yang masih berusaha bernafas. Teringat akan sesuatu, mengambil surat kecil yang terselip di tas kecilnya.

[Fanfiction] Futago no Ōji-sama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang