5

258 43 21
                                    

Warning! 🔞
(mianhae🥺)
———

3 tahun yang lalu, tepatnya ketika Wonwoo mengirim Jae Seon dan Jea untuk sekolah di Sydney. Ayah dari si kembar itu ingin anaknya terbiasa dengan lingkungan sekolah luar negeri sejak kecil dan waktu yang tepat menurutnya adalah saat SMP.

"Eomma, appa, kalian tidak membuangku kan? Kalian masih menyayangiku kan? Benarkan?" Jae Seon memegangi tangan kedua orang tuanya tepat satu jam sebelum keberangkatan.

Anak laki-laki dari Wonwoo dan Jia itu beberapa kali menanyakan hal yang sama. Wonwoo tidak berdiskusi dengan kedua anaknya terlebih dahulu saat merencanakan semua ini. Tiba-tiba saja Jae Seon dan Jea diberitahu mereka akan sekolah di Sydney sehari setelah kelulusan SD. Berbeda dengan Jae Seon, Jea sama sekali tidak berkomentar mengenai itu. Jea hanya mengangguk setuju tanpa bertanya alasan yang sebenarnya membuat ia penasaran juga.

Jea menarik kerah baju Jae Seon dari belakang sesaat ia mendengar pengumuman gate akan segera di tutup. Saudara kembar Jae Seon ini sama sekali tidak peduli melihat kakaknya menangis sambil melambaikan tangan pada kedua orang tuanya.

"Eommaaa... Appaaaa.." Jae Seon terisak.

"Berisik!" Sahut Jea memasukan gumpalan tisu ke mulut Jae Seon.

"Apa mereka akan baik-baik saja?" Gumam Jia sambil memperhatikan punggung anak-anaknya yang semakin menghilang.

"Gwenchana. Mereka anak-anak tangguh." Ucap Wonwoo lalu berjalan meninggalkan Jia.

Jika mengirim anak-anaknya ke Sydney demi tujuan yang baik, tentu tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan. Disana pun Jae Seon dan Jea tinggal dengan Danbi, nenek mereka. Namun bila ada tujuan lain yaitu menyingkirkan orang-orang yang kelak akan menganggu, apakah itu masih bisa di katakan sebagai tujuan yang baik?

Tiga bulan setelah Jae Seon dan Jea pergi, suasana di rumah mulai terasa berbeda. Hening dan sepi seperti tidak berpenghuni. Bukan karena tidak ada si kembar melainkan ada yang berbeda dari orang tua mereka.

"Kau sudah pulang. Kenapa malam sekali? Sudah makan?" Tanya Jia sambil mengambil tas dari tangan suaminya.

"Banyak urusan." Balas Wonwoo seadanya. Laki-laki itu berjalan masuk ke kamar meninggalkan Jia dibelakangnya.

Selagi Wonwoo mandi Jia memanaskan makanan lalu membawanya ke kamar. Kalau sudah capek, Wonwoo tidak suka makan di meja makan.

"Yeobo, kau sudah selesai--" Jia terdiam melihat suaminya yang sudah berbaring di tempat tidur. Rupanya begitu masuk kamar Wonwoo langsung tidur. Wonwoo bahkan tidak berganti pakaian. Ia bahkan masih mengenakan setelan jasnya.

Jia menaruh nampan makanan di meja kecil lalu melepaskan sepatu, serta jas suaminya. Setelah menyelimuti Wonwoo, Jia duduk di tepi tempat tidur. "Kau telah bekerja keras. Jalhaesseo." (kerja bagus) Ucapnya sambil mengusap pipi Wonwoo.

Semakin hari Wonwoo semakin sering pulang tengah malam. Direktur firma hukum W.J itu selalu pulang dalam keadaan lelah. Jia khawatir dengan kondisi suaminya. Wonwoo bekerja terlalu keras. Bahkan saat hari libur pun Wonwoo jarang terlihat di rumah karena ia selalu berada di dalam ruang kerjanya.

"Yeobo, ayo kita makan." Ajak Jia mengintip dari ambang pintu.

"Eoh.. sebentar lagi." Jawabnya. Sudah empat kali Wonwoo mengatakan hal yang sama. Waktu menunjukkan pukul 3 sore, mereka terlambat untuk makan siang.

Jia menutup kembali pintu ruang kerja Wonwoo. "Ahjuma, bereskan saja makanannya. Kami tidak makan siang." Ucap Jia pada pelayan rumah.

"Tidakkah sebaiknya samunim makan? Wajahmu terlihat pucat." Wanita yang telah bekerja selama 5 tahun itu terlihat khawatir dengan majikannya.

PINWHEEL 3 [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now