09

440 82 35
                                    

Like every story ending's tried-and-true
And then along came you

.
.
.
.
.
.
.
.

Pandangan Atta menerawang jauh menembus gelapnya malam yang terbentang dibalik kaca kereta yang ditumpanginya pulang menuju Surabaya. Begitu banyak hal yang terjadi dalam 48 jam keberadaan Atta di Bandung. Dari sekian banyak pengandaian atas nama Bandung, ini adalah hal yang ia tidak pernah pikirkan. Tidak pernah terpikir akan ada kebetulan seperti ini. Kebetulan yang entah harus disebut apa. Ingin rasanya ia kembali saja ke hari saat telepon Eva datang. Bukankah harusnya ada sekian puluh alasan untuk tidak datang? Ah, sudahlah. Dulu, seseorang pernah bilang bahwa tidak ada gunanya menyesali dan membuat pengandaian. Menyalahkan diri sendiri bukanlah jalan keluar. Dan sialnya, seseorang itu adalah satu-satunya manusia yang ia tidak ingin lagi terkait dengannya.

Atta kembali menarik napas panjang lalu mengusap wajahnya. Apa yang ia rasakan saat ini memang tidak lagi seperti saat Yogi datang dan menjelaskan segalanya. Namun masih saja ada kosong yang minta untuk dipedulikan saat kedua mata Atta mengenali Farah yang tadi pagi datang untuk merias Eva. Semuanya seperti dejavu saat ia duduk dihadapan Farah yang merias wajahnya. Meski berhadapan dengan Farah yang sibuk dengan riasannya, semua tak lagi sama. Tidak ada lagi seseorang yang menunggunya selesai dirias.

Goncangan kereta yang seperti ayunan tak mampu membuat Atta mengantuk. Saat memejamkan mata, kejadian pagi tadi malah terputar dengan jelas dipikirannya. Tidak ada adegan yang tercecer sedikitpun. Ia ingat dengan jelas suasana ruang tengah rumah Eva yang wangi semerbak dari dekorasi bunga, riuh rendah petugas wedding organizer yang sibuk hilir mudik berbenah, bahkan seperti apa rona langit saat ia datang mendekati Farah yang datang dengan asistennya. Benar kata pepatah, tidak ada lawan yang sulit ditaklukkan kecuali pikiranmu sendiri. Atta tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ternyata buat Atta ikhlas itu harus melalui jalan mendaki dan berliku. Baru saja ia mampu berdiri dan sedikit mengambil jeda untuk mengatur napas, deru angin datang lagi menghampirinya.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Atta?! Hai!" Suara lembut Farah dan wajah kagetnya adalah hembusan pertama yang menerpa Atta. Tidak ada yang berubah dari sosok cantik itu sejak terakhir Atta bertemu hampir tiga tahun lalu. Dan satu-satunya hal yang ia harus lakukan saat ini adalah tersenyum dan berhenti jadi pecundang.

"Teh Farah, apa kabar?" Ia berusaha tenang.

"Alhamdulillah baik. Kamu disini juga?" Wajah teduh itu sepertinya benar-benar tidak menyangka akan bertemu Atta disini.

"Iya Teh. Eva itu sahabatnya aku." Jawab Atta.
"Kita langsung ke Eva aja Teh. Kamarnya sebelah sana." Lanjut Atta lalu melangkah mendahului Farah.

"Va, ini Teh Farah udah sampe." Atta mempersilahkan Farah dan asistennya masuk setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Teh Farah?!" Eva tak kalah kagetnya dengan Farah yang tadi bertemu Atta. Si pengantin itu dengan cepat melirik Atta yang berdiri tak jauh dari Farah.

"Gita tadi subuh telepon, katanya diare dari semalem. Jadi nggak bisa datang makeup in kamu. Kebetulan aku lagi disini soalnya ada acara di rumah." Jelas Farah.

"Kita mulai aja ya, Va. Oh, iya bridesmaidnya udah disini semua? Biar sekalian aja sama asisten aku." Lanjut Farah lagi.

[✔️] Infinity [YNWA AU]Onde histórias criam vida. Descubra agora