8.pelarian

2 2 0
                                    

Seminggu setelah adegan sapaan teman Kara, Jungkook ga pernah lagi berurusan sama Kara yang sibuk bekerja dan dia yang malu cuma untuk sekedar menyapa.

Malam ini preman itu datang lagi disaat Jungkook sengaja luntang-lantung sampai tengah malam seperti biasa memastikan ayahnya udah masuk kamar lebih dulu dan keluar lebih pagi, jadi dia ga perlu bertatap muka sama sekali.

Dan sialnya buat untuk kesekian kalinya yang terputar di otak Jungkook cuma wajah Kara saat bogeman mendarat di wajah dan perutnya betubi-tubi hampir merusak tulang. Bogeman yang berasal dari preman bayaran ayahnya beralasan supaya Jungkook mau pulang ke rumah dan tunduk sama orang yang sama sekali ga pantas disebut ayah.

Jungkook masih tetap bersyukur dengan kekuatan yang Tuhan beri hingga ia bisa berjalan walaupun terseok seok dengan wajah babak belur menghampiri flat Kara ditengah malam mencari pelarian dan pertolongan. Kara menjadi destinasi pilihannya saat ini.

Berada dipelukan Kara sesaat setelah pintu menutup kencang dibelakang punggung Kara yang lengannya melingkari leher Jungkook, memberi rasa gelenyar aneh yang mengalir deras. Jungkook ga pernah menyangka kalau pelukan Kara sebegini besar efeknya untuk dia.

"Lo kemana aja, brengsek!?" Jungkook bisa rasain kepalan yang lebih kecil ukurannya dari dia, mukul punggung bertubi-tubi.

Jungkook gatau harus jawab apa sebab sadar dia salah, Jungkook cuma terlalu nyaman dan rindu berada di pelukan Kara.

Duduk berhadapan di sofa Kara membuat Jungkook lihat mata sembab Kara dengan jelas, "maaf soal minggu kemarin ya, ra?"

Meringis tertahan setelah obat merah yang Kara tuangkan banyak-banyak di luka Jungkook, "lo habis ngapain lagi?"

Jungkook menunduk melihat lukanya yang ke sekian sedang di otak-atik oleh Kara, tertawa kecil dalam diam mengingat alasan ia di gebuki preman bayaran, "ngacau." Lirihnya sepelan mungkin.

Entah untuk alasan apapun Jungkook ga bisa kasih tau sekarang kenapa hampir setiap hari ditubuhnya ada lebam dan luka yang masih segar. Ga mungkin secara gamblang bilang ini semua kerjaan ayahnya.

"Jeon," suara Kara mengalun halus ditelinga Jungkook yang banyak tindikannya, "ada apa?"

Panggilan nama depannya udah jadi panggilan khusus dari Kara buat dia, lengkap dengan raut khawatir yang buat Jungkook mau ga mau cerita.

"Ayah," setitik airmata turun dari pelupuk mata Jungkook, "yang bayar preman itu."

Tatapan tanya Kara semakin terlihat dengan jelas, "tapi kenapa?"

"Dari dulu ayah selalu maksa gue masuk kedokteran, tapi gue gamau ra, gue suka seni gue ga suka apapun itu yang berbau obat-obatan," isakan Jungkook semakin terdengar membuat Kara mengusap punggung tangan Jungkook dalam genggamannya, "ayah jadi makin benci gue gara-gara itu dan bayar preman untuk tonjokin gue supaya gue pulang dan patuh."

Kara ga habis pikir masih ada orang tua yang maksa kehendaknya sendiri tanpa mandang anaknya sedikitpun, kalau sebegini sedihnya liat Jungkook, Kara jadi bersyukur ga punya ayah.

"Gue ga suka rumah sakit karena di tempat itu gue dilahirkan dan sekaligus kehilangan mama." Tubuh Jungkook bergetar hebat ditambah bulir airmata yang turun bersamaan membasahi bahu Kara yang menopang.

Menepuk punggung lebar Jungkook yang masih betah bersandar entah sampai kapan. Kara ga tau harus ngapain selain nenangin Jungkook, walaupun dari kemarin laki-laki ini jadi alasan Kara susah tidur.

_____

Bangun-bangun merasakan mati rasa hampir sekujur tubuh, pundak yang kesemutan dan punggung ngilu nahan beban Jungkook semalaman, mengagetkan lagi ada Jimin di depan mata.

Pintu lupa dikunci sampai Jimin bisa nyelonong masuk tanpa permisi, untungnya Jimin yang datang bukan orang niat jahat.

Jimin nganga lebar lihat pemandangan baru setelah merasa udah lama banget ga main ke flat Kara. Bantu geser Jungkook dari badan krempeng Kara yang susahnya setengah hidup karena tidurnya Jungkook itu simulasi meninggal.

Jimin misuh-misuh, "ini makhluk dosanya banyak banget apa ya, berat banget."

Kara yang bersyukur bisa keluar dari ketindihan Jungkook, langsung ngacir ke kamar mandi untuk buang air kecil yang dia pikir udah ditahan semalaman.

Setelah lega hampiri Jimin yang lagi ngotak-ngatik dapur Kara buat sarapan. Cuci daun selada yang mau dipakai untuk isian sandwich ala-ala Jimin.

"Gue kaget pas pegang handle ternyata ga di kunci," masukin ponsel ke celana setelah ngecek resep dan merasa benar, "makin kaget lagi pas masuk lo lagi bercumbu sama jeka."

Spatula besi melayang ke dahi Jimin, "bercumbu apanya tolol?! dia nangis di pundak gue semaleman!"

Gerakan tangan Jimin berhenti ditambah wajah tegang campur penasaran, "nangis?"

Seingatnya selama mereka berteman yang mana Jungkook selalu dapat luka ditubuh berakhir Jimin mengobati, masalah Jungkook yang ditumpu sendiri olehnya sekalipun, sahabat gigi kelincinya itu tidak pernah menangis seperti apa kata Kara tadi.

Bahkan pernah saat duduk di bangku sekolah menengah atas, saat dirinya dan Jungkook pulang sekolah tiba-tiba di hadang gerombolan anak sekolah sebelah yang berakhir Jungkook dan dirinya banyak mendapat luka lebam bahkan pelipisnya sobek terkena pukulan dan harus di jahit hanya karena pacar ketua gerombolan itu meneriaki nama Jungkook saat tanding basket antar sekolah, Jungkook tidak setitik pun menesteskan airmata.

Belum aja Kara jawab, ada telapak tangan lebar yang seenaknya mendarat di puncak kepala, "pada ngapain sih?" jangan lupa suara serak yang juga terobos telinga di pagi hari.

"ngadu cupang!" Jungkook tersentak membulatkan mata ngantuknya lucu, "ga liat nih teflon di kompor, celemek di perut, sodet di tangan?!!" Jimin teriak tanpa jeda sampai ngos-ngosan, juga hidung kembang kempis.

Jungkook cuma cengengsan seakan lupa sama kejadian semalam, lupa sama beban yang dia pikul di kedua pundak.

Sampai celoteh Jimin buat Jungkook sadar cuma tersisa Jimin sama dia berdua di dapur karena Kara izin untuk mandi pagi, "Jek."

"Hm." Jungkook asik nyomotin sosis yang akan jadi isian sandwich.

"Clubbing ntar malem?" Tawar Jimin tiba-tiba buat Jungkook hampir kesedak sosis yang masih utuh di mulut.

Jungkook minum air mineral botolan di kulkas, "gabisa." kentara banget ekspresi tanya di wajah Jimin plus shock atas tolakan Jungkook yang sebelumnya malah selalu ngajak lebih dulu.

Jimin ngangguk dan cengengesan seakan ngerti kenapa Jungkook nolak hal favoritnya, "gue titip Kara ya, kalo sampe dia kenapa-kenapa lo gue bogem!" ngepalin tangan di depan wajah Jungkook yang ketawa salah tingkah.

Jungkook tau pasti Jimin bingung banget kalau dia nolak ajakan untuk ke tempat yang selalu jadi tempat pelarian Jungkook atas masalah dunia selama ini, tempat untuk merasa melayang sesaat, untuk joget sampai pagi menjemput pun melepas semua penat yang ditumpuk sendiri. Hidup Jungkook yang selalu kacau selalu bawa dia ke tempat itu.

Sampai Kara datang dan merubah list tempat pelariannya.

Getaway »jjkWhere stories live. Discover now