ISEY || CHAPTER SEMBILAN

Start from the beginning
                                    

"Udah?" tanya Vian dengan sedikit melirik ke belakang. Cia mengangguk. Kemudian Vian memberikan helm pada gadis itu. Cia pun memakainya. Setelahnya mereka meninggalkan tempat itu.

-

-

-

Cia mengerutkan keningnya saat motor Vian melaju ke arah yang berbeda. Cia berpikir apa yang akan dilakukan oleh laki-laki ini.

Motor Vian berhenti disebuah tempat makan di pinggir jalan. Hanya tempat makan sederhana. Warung lesehan yang cukup ramai.

Vian membuka helmnya, lalu mengacak-acak rambutnya dengan sebelah tangan. Laki-laki itu melirik ke arah belakang lalu mengatakan, "Kamu nggak mau turun?"

Cia tersentak karena pertanyaan dari Vian. Kemudian gadis itu turun dan membuka helmnya.

"Kita ngapain kesini?" tanya Cia sembari memberikan helm itu pada Vian.

"Mama bakalan pulang malem, dan di rumah nggak ada makanan," jawabnya datar.

Cia mengangguk paham. Vian segera turun dari motornya dan berlalu meninggalkan Cia yang masih membeku di sana.

Cia mengedipkan matanya berkali-kali lalu berbalik menyusul Vian yang telah dulu masuk ke tempat itu.

Mereka duduk berhadapan, Cia melirik ke sekelilingnya, mengamati tempat ini. Dia belum pernah ke sini. Terlebih tempat ini terlihat ramai meski tidak ada sedikitpun ketenangan yang ia dapatkan dari tempat ini. Suara bising jalanan di luar sana, di tambah suara pengamen yang bernyanyi diiringi sebuah gitar di sebelah pintu masuk. Asap mengepul ke udara, tidak lain bersumber dari pengunjung yang merokok tanpa memikirkan pengunjung lainnya.

Cia menghela nafas. Agaknya ia tidak terbiasa makan ditempat seperti ini.

Makanan mereka datang, tepat lima menit setelah Vian memesan. Cia memesan pecel ayam, sedang Vian memesan nasi goreng cabai hijau.

Mereka mulai menyantap makanan yang ada di hadapan mereka. Orang lain mungkin akan mengira mereka adalah sepasang muda-mudi yang sedang kasmaran. Tapi itu salah besar. Jangankan bertingkah seperti orang kasmaran, mengucapkan satu kata pun tidak.

Cia bergumam dalam hatinya. Mungkin jika yang di hadapannya sekarang adalah Alvin. Mungkin dia akan bercerita panjang lebar, dan bertingkah menggemaskan. Tapi sayangnya, saat ini Vian yang berada di depannya. Laki-laki muka tembok.

Cia menghela nafas beratnya. Alis Vian terangkat ketika mendengar helaan nafas dari gadis di hadapannya ini. Kemudian ia menatap tajam ke arah Cia.

"Kenapa? Nggak suka?" tanya Vian datar.

Cia menegakkan kepalanya, pandangan mereka bertemu. Ada kilatan tidak suka pada mata Vian. Melihat ekspresi laki-laki di hadapannya ini, Cia menelan ludahnya. Dia merasa jika tenggorokkannya mendadak kering.

"En ... nggak kok," jawab Cia terbata-bata.

"Habisin, jangan mubazir!" perintahnya.

Cia menggigit bibirnya. Berusaha menahan emosi. Ingin rasanya dia mencakar wajah laki-laki ini. Dia sangat benci. Terlebih tatapan laki-laki ini tidak pernah ramah saat menatapnya.

Ponsel Vian berdering ketika laki-laki itu sedang minum. Dia meraih ponsel yang terletak di atas meja. Cia juga ikut melirik ke arah ponsel Vian. Gadis itu tidak sengaja melihat nama 'Adila' tertera di sana.

Vian menekan menggeser tombol hijau lalu mendekatkan ponselnya ke salah satu telinga.

"Kenapa, Dil?" tanya Vian pada seseorang di seberang sana. Vian diam mendengar jawaban dari orang itu. Sesekali Cia melirik penasaran ke arah Vian.

I SHALL EMBRACE YOUWhere stories live. Discover now