☕11☕ Janji Kelingking

Start from the beginning
                                    

Maira memejamkan matanya lelah dengan hati yang mulai panas. Kenapa Abi ini penakut sekali, sih? Dia laki-laki dan sudah seharusnya lebih berani dari Maira. Bukan malah menyuruhnya lari dari masalah.

"Cukup! Aku tahu resikonya dan aku siap. Lagipula aku enggak mau lari dari masalah. Kalau aku istri kamu, memangnya kenapa? Aku enggak akan gunakan statusku untuk apa pun itu," balas Maira dengan nada yang sedikit keras.

Maira tak suka karena Abi mengekangnya dan memerintahnya sesuka hati. Dia hanya ingin kuliah dan meneruskan cita-citanya. Tidak peduli dia adalah istri dari dosen di universitas tempatnya menuntut ilmu. Itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya.

Mendengar balasan Maira, Abi pun mengangguk paham.

"Oke, aku turutin kalau itu mau kamu. Tapi kamu harus janji untuk selalu jaga diri kamu di mana pun. Aku enggak bisa selalu ngawasin kamu, sementara aku tahu ada banyak orang yang akan mengincar kamu. Janji?" putus Abi mengalah pada sang istri.

Abi sadar jika dia terus keras seperti ini, dia tidak akan bisa memenangkan Humaira. Humaira akan tetap pada keputusannya dan bahkan bisa bertindak nekat.

Jari kelingkingnya ia ulurkan untuk mengikat janji bersama sang istri. Membuat Maira yang melihat hal itu pun merasa aneh.

Apa ada orang dewasa yang mengikat janji seperti ini? Maira rasa tidak dan hal itu terlihat semakin aneh karena Abilah yang melakukannya.

Tahu bahwa Humaira hanya memandangi aneh perilakunya, Abi pun mengancam. "Aku enggak akan kasih izin kalau kamu enggak janji. Dan izin seorang suami itu penting, loh apalagi untuk menuntut ilmu. Jangan sampai ilmu yang kamu cari justru jadi dosa bagi kamu."

"Iya, aku janji!" putus Humaira sedikit kesal sambil menakutkan jarinya dengan Abi. Melakukannya sekeras mungkin agar Abi kesakitan dan kapok membuat masalah padanya.

"Aww, sakit, Mai!" dumel Abi sambil melepas tautan tangannya dengan sang istri.

Abi menatap kesal pada Maira yang tak menunjukkan reaksi apa-apa. Tak ada raut bersalah dalam wajahnya sama sekali. Sebaliknya, Maira justru mengambil tasnya, berniat berangkat.

"Tunggu, ini masih pagi banget. Aku tahu sekarang jadwal kamu mulainya siang, kan? Kenapa sekarang udah berangkat?" tanya Abi mengingat dirinya hafal betul jadwal kuliah sang istri.

Bukan hanya karena Maira adalah istrinya, tetapi sejak mengenal Farhan, Abi tahu segalanya tentang Maira. Termasuk jadwal kuliah, apalagi Maira juga termasuk mahasiswa yang dia ajar.

Mendengar hal itu, Maira berdecak kencang. Lelah dengan Abi yang selalu bersikap sok tahu tentang hidupnya. Meski sebagian besar ucapan pria itu benar, Maira tetap tak bisa memakluminya. Abi bertindak seperti penguntit!

"Kayaknya kamu lebih tahu tentang hidupku dibanding diriku sendiri!" sindir Indira dan langsung pergi meninggalkan Abi.

Abi bergerak cepat. Dia menarik tangan Maira hingga berbalik dan menubruk tubuhnya. Kemudian, mengunci pintu kamar dan memasukkan kuncinya ke dalam saku. Kalau Maira keras kepala, Abi akan bertindak dengan kecerdikannya.

"Kamu! Kenapa kamu kunci pintunya!" marah Maira sambil menjauhkan dirinya dari Abi. Mendorong pria itu sekuat tenaga agar melepaskan pelukannya.

Didorong seperti itu, Abi tetap berdiri kokoh. Memamerkan kunci yang berhasil dia ambil pada Maira.

"Karena aku mau kamu berangkat sama aku! Aku akan ngajar dari sekarang!" putus Abi dan langsung melesat ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Humaira yang kini mengerang kesal sambil menggedor-gedor pintu.

"Buka! Balikin kuncinya! Aku mau kuliah!" teriak Maira keras pada yang berada Abi di dalam kamar mandi membuat papa Dery yang berada di lantai bawah pun dapat mendengar teriakan menantunya.

I Love You, Pak Dosen! (REWRITE) Where stories live. Discover now