☕10☕ Tangisan Maira

215 15 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Jangan lupa bershalawat😉😉

اللهم صل على سيدنا محمدو على آل سيدنا محمد

.
.
.
.
.

"Mai, ini kenapa bantalnya di tengah semua? Tempat tidurnya sempit nanti," tanya Abi bingung sembari mengusak rambutnya yang masih basah. Maklum, dia baru saja mandi.

Maira yang sedang sibuk menata bantal pun berbalik menghadap suaminya. Memincingkan matanya dan lekas membuang wajahnya.

"Sudah aku bilang bahwa aku yang akan menentukan batasannya, bukan?" balas Maira balik bertanya membuat Abi mengangguk tanpa sadar.

Memang benar ia menyetujui hal itu dengan Maira, tetapi untuk apa bantal setinggi ini? Abi bahkan dapat menebak jika tinggi bantalnya akan menutupi pandangannya pada Maira.

"Aku ingat, tapi apa harus setinggi ini? Tingginya bahkan nyaris menyamai harapan orang tua," jawab Abi berusaha bergurau.

Abi tidak ingin membawanya pada hal serius yang akan menyebabkan Maira merasa tidak nyaman. Bagaimana pun juga, ini malam pertama Maira tinggal di rumahnya.

Gurauan Abi rupanya tak mendapat respon yang baik dari Maira. Terbukti dengan gadis itu yang dengan ketusnya membalas ucapan suaminya.

"Ya, hanya harapan orang tua karena aku tidak punya harapan!" ketusnya mengusik alasan di balik pernikahannya.

Selama ini, ibu dan kakaknya selalu berharap agar dia mendapatkan jodoh yang baik. Sementara itu, Maira justru tak pernah mengharapkan hal itu.

Maira tidak ingin ada seorang pun yang datang ke dalam hidupnya. Secara tidak langsung, Maira tidak memiliki harapan, bukan? Jadi, tidak salah jika Maira mengatakan hal itu di depan Abi yang menjatuhkan Maira ke jurang pengorbanan.

Abi berdehem sebentar dan bergegas untuk menaruh handuknya. Tak berniat memberi respon pada sindiran istrinya yang jelas-jelas ditujukan padanya.

"Sabar, baru hari pertama," ujarnya menenangkan diri sendiri.

Setelah itu, Abi pun langsung menaiki kasur. Menatap sekilas Maira yang telah berbaring membelakanginya. Jujur, Abi tidak pernah menyepakati hal ini. Maksudnya, mengenai posisi tidur.

"Mai, apa harus kamu membelakangiku seperti ini?" tanya Abi merasa tak enak melihat posisi Maira. Apa bantal tinggi ini masih kurang bagi Maira? Memangnya Abi semengerikan, itu, ya, hingga Maira enggan menghadap ke arahnya?

Maira menggerakkan tubuhnya dengan pelan, tak suka dengan pertanyaan suaminya.

"Posisi tidurku?" tanya Maira tepat sasaran yang langsung dibalas dengan cepat oleh Abi. Menunjukkan betapa ekspresifnya dosen kesayangan mahasiswi kampusnya ini.

"Iya, posisi tidur. Kenapa harus belakangin aku gini?" tanyanya menuntut, tak sabar menanti jawaban dari Maira yang mungkin tak bisa membayar kalimat yang dia keluarkan untuk Maira.

"Aku suka seperti ini. Kau bermasalah?" tanya Maira santai.

Abi berdecak di tempatnya dan dengan cepat menarik jilbab istrinya agar berbalik ke arahnya. Aksi tiba-tiba Abi itu pun membuat kemarahan Maira terpancing.

Gadis itu dengan kasar bangun dari tidurnya dan menatap marah pada Abi yang kini tersenyum konyol pada dirinya.

"Enggak sopan! Kenapa tarik-tarik begitu!" marah Maira sambil merapihkan jilbabnya. Takut jika ada rambutnya yang terlihat, padahal Abi sendiri dihalalkan untuk melihatnya. Namun, yang namanya hati dan manusia memanglah sulit. Jika ego mereka tinggi, yang benar pun menjadi salah dan begitu pula sebaliknya.

I Love You, Pak Dosen! (REWRITE) Where stories live. Discover now