PROLOG

25 1 0
                                    

"Kita pernah saling menggoreskan kisah pada lembar kehidupan"

Seorang gadis bersurai hitam pekat menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan yang bertumpu di atas meja. Bising-bising kelas sama sekali tidak menarik minatnya. Celotehan para remaja tentang kehidupan keluarga, membuat hatinya teriris. Canda tawa menguar memenuhi ruang seperti mendesaknya untuk mengeluarkan air mata. Secara perlahan, rasa itu terealisasikan secara nyata.

Sejak kelas 10, awal masuk sekolah menengah atas, gadis itu memulai hidupnya dengan kegiatan monoton. Membosankan. Terlalu hitam tanpa penerangan yang berusaha menyelinap. Belajar, satu kegiatan mutlak yang dia lakukan. Gadis itu, terlalu mementingkan prestasi dibanding yang lainnya. Kegiatan non akademik selalu menjadi kelemahannya. Kelemahan yang justru memberikan celah bagi orang lain merebut posisinya.

Hanya OSIS dan Pramuka, kegiatan non akademik yang ia lakukan. Bukan keinginannya, itu sebuah tanggung jawab yang diberikan sekolah kepadanya. Dia terlalu malas untuk bergerak melampaui batas kendalinya. Entah , dia yang lemah atau karena memang pemalas. Jujur, bergerak berlebihan membuat gadis itu jatuh sakit setelah melakukannya.

Usia remaja , suatu fase yang seharusnya dilakukan bersenang-senang dengan berbagai pilihan, namun ia malah memilih diam di zona nyamannya. Sampai usianya menyentuh 15 tahun , dia tidak pernah merasakan yang namanya pacaran. Doktrin berlebih mengenai kata 'pacaran' yang merupakan hal negatif, membuatnya takut menjalin hubungan lebih dengan teman laki-lakinya. Gadis itu terpaku pada dunia pendidikan. Pendidikan, sebuah hal yang dinomor satukan dalam hidupnya.

Keruntuhan masa lalu menjadi salah satu alasannya untuk tidak merangkak masuk lebih dalam untuk menggapai seorang laki-laki. Keruntuhan yang sebenarnya bukan dari dirinya melainkan orang lain yang tidak bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Beban yang seharusnya bukan dilimpahkan kepadanya.

Hingga seseorang meraih tangannya, membawanya pergi dari belenggu tekanan yang membabi buta. Meluluh lantahkan prespektif negatif. Mengembalikan rasa percaya yang sebelumnya memudar. He is like an angel.

***

 “Successful people don't fear failure but understand that it's necessary to learn and grow from." – Robert Kiyosaki

Ephemeral: Lasting for a Very Short TimeWhere stories live. Discover now