Part 15

28 4 0
                                    

Alexandru loan Coza Park, 7.12 am.

"Cuacanya cerah banget!" Fau meregangkan kedua lengannya ke atas saat hendak memulai pemanasan. Di bawah pohon rindang, membuat semakin teduh, hingga ke dalam hati gadis itu—ditambah, Edo yang semringah pagi ini.

"Musim semi," timpal Edo. Lelaki itu memulai pemanasan dengan menekuk lutut dan menciumnya. "Udaranya cukup hangat. Aku selalu menyukai musim semi."

"Kukira kau menyukai musim dingin," Fau melirik menggoda.

Namun, godaan itu membuat Edo nelangsa, menggumam sediri dalam hati. "Seandainya kau tahu kalau hatiku sudah lebih dingin dari musim dingin." Lelaki bercelana training itu mengubah posisi untuk pemanasan. "Aku menyukai musim panas dan musim semi."

Gadis itu mengangguk tanpa berkomentar. Pemanasannya harus selesai dalam waktu lima menit, dia sudah menyetel timer untuk itu.

"Sekarang?"

"Tahun depan," jawabnya asal, sambil mengulum senyum. Deretan gigi putih dengan dua gigi depan yang terlihat lebih besar itu membuat hati Edo berdesir.

"Ya Tuhan, aku sungguh tidak percaya dengan cinta pandangan pertama. Atau, kedua?" Edo membatin dan menggeleng tanpa sadar.

"Kenapa?" Gelengan Edo tidak luput dari pengamatan gadis berkucir kuda itu.

"Kenapa apanya?" Laki-laki itu menatap Fau tidak mengerti.

"Kok geleng-geleng? Mana senyum-senyum lagi. Nggak sakit, kan?" Fau secara refleks menempelkan punggung tangannya pada kening laki-laki itu.

"Aku sakit karena memikirkanmu." Edo mengulum senyum, sambil membatin, menahan rasa geli akibat pikirannya sendiri. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sudah, ayo mulai. Keburu siang."

Menyerah, Fau memilih mengejar langkah panjang Edo yang sudah melesat jauh di depannya terlebih dahulu. Menelusuri jalan penuh dengan pohon rindang—yang selalu menghijau selama musim semi.

"Sialan! Itu mah namanya sprint bukan jogging." Maki Fau dalam hati.

"Jangan terlalu cepat larinya! Kita kan mau jogging bukan balapan lari," seloroh Fau dari arah belakang.

Gadis itu terengah-engah mengejar Edo yang dengan sengaja pura-pura tidak mendengar dan membiarkan gadis itu menyamai langkahnya meski harus berlari cepat. Fau memang begitu, kalau lagi lari napasnya pasti terengah, walaupun dia pemegang sabuk hitam karate.

"Balapan lari juga enak, kok." Celetuk laki-laki itu sembari melambatkan langkahnya. Memberikan kesempatan bagi Fau untuk menyusul.

Fau mendengkus sementara Edo tertawa.

Keduanya mengitari jogging track yang memang disediakan oleh pihak pengelola taman sembari bercanda ria. Sesekali Edo sengaja melangkah lebih cepat yang kemudian disusul oleh Fau yang misuh-misuh dengan bahasa ibunya dan membuat laki-laki itu tertawa geli mendengar logatnya.

Angin sejuk musim semi yang berhembus membuat keringat yang membasahi kedua peluh mereka cepat mengering. Fau buka seseorang yang menyukasi bunga, tetapi semerbak aroma tanah dan bunga merekah yang menguar dari taman bunga tak jauh dari posisi mereka membuat suasana hati Fau membaik. Ditambah Edo yang selalu mengulas senyuman manis.

Sementara Edo, berpikir bagaimana caranya bisa memetik setangkai bunga cantik nan segar di sana tanpa ketahuan. Berniat memberikan untuk gadis berwajah imut itu.

Kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu terdiam dan tenggelam dalam angan masing-masing. Menikmati kebisuan yang tercipta di antara mereka.

Adalah Edo, sebagai pemecah pertama keheningan itu. Tiba-tiba benaknya memunculkan suatu ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya."Fau?"

Spring in Bucharest (TERBIT, OPEN PO KEDUA)Where stories live. Discover now