ISEY || CHAPTER LIMA

Start from the beginning
                                    

Ranti terdiam, lalu matanya membelalak ketika ia mengingat sesuatu.

"Oh ... iya," ucap Ranti.

Alvin menatap Ranti bingung, gadis itu memukul keningnya lalu mendadak raut wajahnya berubah.

"Aku baru ingat, sejak semalam Cia nggak balik. Kemarin sih katanya lagi neduh karena hujan, tapi sampai sekarang belum balik juga." Gadis itu kini merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel.

"Belum balik? Dia kemana?" tanya Alvin mulai panik.

"Kemarin Kak Kemal nyuruh Cia ke kantor kepala desa," jawab Ranti. Kening Alvin seketika mengerut. Ia langsung merogoh saku celana, ia mengeluarkan ponsel lalu mencari kontak seseorang. Setelah itu ia langsung menekan tombol hijau, dan mengarahkan ponsel itu ke salah satu telinganya.

Panggilan tersambung, tapi tidak ada jawaban dari seseorang di seberang sana. Alvin lalu mengulangi kegiatannya sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada jawaban. Lebih tepatnya panggilannya di tolak oleh seseorang yang ia hubungi.

Alvin menghela nafas frustasi.

"Gimana? Diangkat nggak?" tanya Ranti. Alvin hanya menggeleng samar. Ia kemudian melenggang pergi meninggalkan Ranti yang masih mencoba menghubungi sahabatnya.

Alvin berjalan menemui Kemal, mungkin Kemal tahu di mana keberadaan Cia saat ini. Kemal masih menerima telpon dari seseorang ketika Alvin telah berdiri di sampingnya.

Kemal menutup teleponnya lalu menatap Alvin. "Kenapa Al?"

"Kakak tahu Cia ada di mana?" tanya Alvin tanpa basa-basi. Karena saat ini laki-laki itu sangat khawatir. Awalnya Kemal terkejut dengan pertanyaan Alvin. Tapi detik berikutnya, ia mencoba untuk bersikap biasa saja.

"Cia? Dia udah pulang," jawab Kemal.

"Pulang?" tanya Alvin tidak percaya.

Kemal mengangguk lalu menjawab, "Kemarin pulang dari kantor kepala desa, Cia tiba-tiba sakit. Jadi dia dijemput sama orang tuanya tadi pagi."

Alvin mengangguk, tetapi ada sedikit rasa tidak percaya yang muncul di hatinya.

"Udah, ayo cepat bergegas. Sebentar lagi kita akan balik ke Surabaya." Alvin mengangguk lemah, Kemal berjalan menjauhi Alvin. Laki-laki itu masih tampak cemas, ia kembali mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana.

-

-

-

"Gimana?" tanya Cia pada Vian yang sudah menutup teleponnya. Sekarang mereka sedang berada di kantor adat desa ini. Beberapa pemuka adat telah datang dan duduk di hadapan mereka. Ini terasa seperti sebuah persidangan bagi Cia. Oke, setidaknya ia sudah pernah merasakan aura menegangkan ini sebelumnya, saat sidang proposal skripsi.

Vian menatap gadis itu santai.

"Kemal sama Pak Ridwan bakalan ke sini," jawab Vian tanpa melirik ke arah gadis yang sejak tadi gelisah di tempat duduknya. Entah karena kursi yang tidak nyaman atau karena suasana di sana yang tampak tidak bersahabat.

Cia jadi teringat dengan ucapan Ranti ketika mereka dalam perjalanan ke sini. "katanya desa tempat kita melakukan perkemahan itu, aturannya ketat banget" seketika Cia meremas jari tangannya.

Satu kalimat lagi terlintas di pikirannya.

"Kita bakalan di nikahin kalau ketahuan berduaan sama lawan jenis di desa itu." kalimat itu cukup membuat bulu kuduk Cia berdiri.

"Nggak mau!" gumam Cia sembari menggelengkan kepalanya.

Vian yang memerhatikan tingkah gadis di sebelahnya ini lalu bertanya, "Kenapa?"

I SHALL EMBRACE YOUWhere stories live. Discover now