--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Namun Dira salah. Juna menyadari warna lipstick Dira yang lebih terang dari biasanya. Bukan merah menyala seperti yang sering dipakai Amelia atau Celin. Meski Juna tidak dapat menentukan nama warna lipstick Dira karena banyaknya nama warna benda itu yang bahkan seorang Juna tidak dapat mengingatnya. Tapi satu hal yang pasti, wajah gadis manis itu lebih terlihat lebih segar dan menarik.

"Oke. Kontrak ekslusif franchise baru mu itu benar-benar menarik." Juna akhirnya berbicara setelah Dira selesai memaparkan rencana pemasaran restoran barunya. "Aku akan mendatangi perjanjian kita dengan satu syarat."

"Aku ingin mendengar syarat itu dahulu sebelum menyetujuinya."

Gadis itu memang cerdas hingga Juna tidak dapat menahan seringainya. "Aku ingin kamu memberiku prioritas daripada Malara. Kamu akan mendahulukan restoran yang ada di mall-mall Cakra bumi dari pada di mall Malara Group. Aku ingin manager dan staff terbaikmu."

"Percayalah Bapak Kaivan Arjuna Raynar, semua staff kami adalah yang terbaik." Kata Dira sambil memberi tanda pada Astrid untuk membawa draft perjanjian mereka kepada Juna.

"Bapak?" Juna memprotes lewat nada suara dan kerutan di kening. "Aku hanya lebih tua enam tahun darimu."

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kalau begitu, oppa?"

Tawa Juna mengisi ruang meeting itu sehingga membuat seisi ruangan terkejut mendengarnya. Tapi tidak dengan Dira. Karena sekali lagi Dira menyadari kalau tawa pria itu tidak pernah mencapai matanya seperti hal nya senyuman yang diberikan Juna. Bahkan mata amber dengan chroma hijau itu tetap terlihat dingin saat menyerahkan folder berisi kontrak perjanjian yang telah mereka tanda tangani.

"Senang bekerjasama dengamu." Kata Juna sambil menunjuk meja dekat dinding kaca yang memberikan ruang meeting itu pemandangan ke luar Gedung. Diatas meja itu tesedia buffet berisi berbagai macam kue, cake dan snack yang dilengkapi dengan kopi dan minuman lainnya. "Silahkan menikmati sedikit hidangan yang disiapkan sekretarisku. Aku yakin dia akan segera melupakan kejadian saat kalian pertama bertemu, jika kamu dan staff mu bersedia menikmati snack yang disiapkannya."

"Saya lah yang senang dengan kerjasama ini. Terima kasih." Dira menanggapi sambil mengangguk kepada Astrid dan Tama yang sudah tidak sabar menikmati segala macam hidangan dari buffet snack itu.

Tapi baik Astrid dan Tama tidak ada yang beranjak. Keduanya terlihat ragu-ragu, sehingga Dira pun mendahului mereka dengan bangkit menuju meja buffet yang penuh dengan berbagai makanan yang menggoda selera itu. Setelah Dira mengambil cake cokelat, barulah kedua staff nya itu beranjak dan tanpa ragu mengambil beberapa snack dan cake ke dalam piring mereka.

"Red."

Itu hanya tiga huruf yang diucapkan dalam satu helaan nafas. Bahkan mungkin tidak ada yang menyadari kata yang terucap dalam bisikan lembut itu, selain Dira. Tapi Dira mengenali kata dan bisikan itu hingga langsung menoleh untuk mencari sumber suara dalam yang didengarnya.

Namun Dira tidak pernah bisa menemukan asal suara itu. Karena sedetik Dira mendengar kata itu, detik berikutnya suara benturan keras pada kaca terdengar. Disusul dengan serpihan kaca yang menghambur dan bertebaran di depan matanya. Serta rasa sakit yang teramat sangat di dada sebelah kirinya. Rasa sakit yang menumpulkan semua rasa dan fokus Dira. Pandangan Dira pun dipenuhi bayangan hitam yang tidak bisa diusirnya.  Hingga Dira benar-benar kehilangan kesadaran saat rasa sakit itu memuncak.

The RED CodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang