21#Ingatlah Apa yang Kamu Lupakan

131 47 35
                                    


Perlahan aku membuka mataku. Dimana ini? Sepertinya… masih di ruang musik lama? Saat aku benar-benar sadar, aku sudah terduduk di tengah ruang musik dalam keadaan mulut tertutup, tangan terikat ke belakang dan kaki juga terikat. Aku berusaha sekuat tenaga melepaskan ikatan kuat ini, tapi tak berhasil sedikit pun. Sialan. Dan… dimana dia?

“Kamu sudah bangun?” Suara itu terdengar dari belakang tubuhku bersamaan dengan suara langkah kaki yang menggema. Ruangan ini gelap dan pengap, walaupun ada ventilasi. Namun, cahaya bulan serta cahaya lampu jalan, masih mampu masuk melalui ventilasi panjang dan jendela ruang musik ini. Itu membuatku mengetahui bahwa aku masih berada di ruang musik.

Aku ingin sekali melihat wajah Grimm, namun ia terus berdiri di belakangku. Tiba-tiba, tangannya membelai rambutku kemudian berbisik, “hmm how sweet? Pangeran kodok menyelamatkan Putri laknat itu hahaha. Ia sebenarnya tak pantas mendapatkanmu. Kau tahu kenapa? Karena, ini tidak adil. Dia mendapatkan seseorang yang mau berkorban dan bahkan memberikan nyawa untuk menyelamatkan orang jahat sepertinya. Sementara, Putri Salju… oh bukan, anggap saja ia tokoh protagonis di setiap dongeng… ia malah bernasib buruk. Ia… tak dicintai oleh orang-orang yang seharusnya mencintainya. Kau tahu? Ketika aku baru saja hendak menyelamatkannya, aku selalu terlambat. Dan aku tak suka itu.”

Suaranya… perempuan… dimana aku pernah mendengar suara ini? Ah… sial… kalaupun aku harus mati malam ini, aku ingin sekali saja memberitahu semua orang siapa gadis ini. Agar tak perlu ada korban lagi.

“Kau tahu apa kesalahanmu? Ah… kurasa tidak… kau tak cukup pintar untuk mengetahuinya. Baiklah biar kuberitahu. Suatu hari ada seorang gadis cantik bernama Adela Zieta Drussila. Aku yakin kamu pasti sangat mengenalnya.” Ia mencengkram kuat rambutku dari belakang hingga kepalaku menengadah menatap langit. Kuat sekali hingga aku meringis. Ia seperti ingin menarik rambutku hingga terlepas dari kulit kepala. Sial. Namun, rasa sakit ini tak sebanding dengan ketakutanku.

"Iya! Dia gadis yang setiap hari kau perlakukan hina seperti binatang! Dia menceritakan siksaan yang dia rasakan setiap hari oleh manusia-manusia biadab seperti kalian. Bahkan hingga Tuhan memanggilnya, batinnya tetap tersiksa. Aku menunggu Tuhan menghukum kalian, tapi nampaknya kalian hidup dengan berbahagia. Itu tidak adil!

“Kemudian, kusadari suatu hal, bahwa mungkin aku dikirim Tuhan untuk menghukum kalian. Iya, pasti seperti itu. Aku, akan membalaskan kematian Adela.” Tiba-tiba tawa dinginnya menggema. Membuat keringat dinginku semakin mengalir deras. Bulu romaku ikut merinding.

“Aku seharusnya memperlakukan kamu seperti binatang juga. Namun, karena kstariamu terlalu banyak membuat ulah, maka malam ini aku akan membunuhmu lebih cepat!” Ia berdiri di hadapanku setelah melepas cengkraman tangannya dari rambutku. Ia berdiri melawan cahaya sinar yang masuk dari jendela kaca, kemudian ia mencengkram rahangku dengan tangannya, mengangkat kepalaku hingga mataku sejajar dengan matanya. Tangannya mengenakan sarung tangan.

“Aku sepintar itu bukan mengingat kalimat Grimm seutuhnya untukmu? Hahaha… kamu beruntung malam ini karena bukan Grimm yang turun tangan menghabisimu. Kalau ia benar-benar menghabisimu, dia akan memutilasimu hidup-hidup. Mulai dari memotong kaki, tangan, membelah perutmu, baru memotong kepalamu. Seperti keadaan kodok itu. Kau pasti telah diceritakan oleh Putri jahat mengenai hal ini. Tapi, karena aku tak sebaik Grimm dalam membunuh orang, maka… Grimm memintaku memenggal kepalamu saja.”

Aku menggeleng kuat-kuat. Tidak… tidak… jangan! Dia pasti gila! Astaga… apa yang harus kulakukan… seseorang tolong aku!! Aaarrggghhh bodoh! Aku tak bisa mengingat sama sekali suara itu, mata itu… Beril Ingatlah!!!

Dia mundur sejenak, seperti mengambil sesuatu, sementara aku berusaha melepas ikatan tangan ini. Sial! Kenapa ikatannya kuat sekali!!

Tak lama kemudian, ia kembali berdiri di depanku. Memperlihatkan sebuah jarum dan benang. “Kau tahu bukan apa maksud dari ini? Hmm iya, ini kebiasaan Grimm sebelum membunuh korbannya.”

Detective Vs PsycoWhere stories live. Discover now