Memory.

519 45 0
                                    

Lembaran kertas mulai menguning, penampakannya lusuh, sebagian bahkan hampir robek jika dibentangkan dengan tidak hati-hati. Surat-surat berusia dua puluh tahun dari yang terkasih, membawa segala romansa berbentuk memori bersamaan dengan tinta yang tergores menyertakan suara berisi kerinduan dari relung diri.

"Teruntuk lelaki yang ku lihat tengah terkantuk-kantuk di tepi ayunan taman yang tak lama ditinggal oleh si penghuni, aku meninggalkan sebuah hot pack sebab udara tengah tak bersahabat. Maaf, tapi jangan kedinginan!"

Lipatan pada surat yang terlalu lusuh membuat sebagian tulisan juga hampir tak terbaca kehilangan tiap katanya, namun seolah dapat berbicara, ia akan tetap tinggal pada tiap ingatan.

"Hari ini, aku melihat mu kembali terkantuk-kantuk dan mulai tertidur dibawah pohon bunga Forsythia, aku sekedar lewat dan meninggalkan sebotol minuman dingin yang ku beli di supermarket dekat sini, maaf, tapi jangan khawatir! Aku bukan orang jahat."

Suara anak-anak terdengar begitu riang kala satu orang dewasa tengah menceritakan kisah fabel dengan kacamata yang bertengger pada batang hidungnya.

"Jadi, siapa yang lebih cepat? Kelinci atau Tuan kura-kura?" Suara yang selalu ingin ia dengar terdengar lugas dan lembut disaat yang bersamaan.

"TUAN KURA-KURAAAAAAAAAA" jawab mereka serempak sementara jauh dari pandangan ialah si penulis surat yang masih menjaga jarak pada keduanya.
.
.
.
.
.

"Ah, tolong nanti kita mampir sebentar di supermarket biasanya ya. Saya mau membeli beberapa minuman dan camilan." Pintanya pada supir kantor yang dua tahun belakangan mulai merangkap sebagai supir pribadi untuknya.

Penampilan bak model salah satu majalah ternama membuat orang lupa, bahwa pekerjaan sesungguhnya yang ia miliki adalah mengurusi beberapa permainan saham dari beberapa investor. Ia cukup sering tersenyum tak enak ketika banyak orang, baik secara langsung maupun tidak berkata dengan lantang bahwa wajah nya terlalu tampan jika hanya dimanfaatkan untuk duduk berdiam diri dalam ruangan menghadapi setumpuk berkas.

"Terima kasih, tapi menjadi model bukanlah dunia saya." Kalimat yang sering ia gunakan untuk membalas mereka, mengangguk paham, meski di kemudian hari pasti akan terulang.

Duduk berdiam dalam mobil, memerhatikan seseorang yang mengusik pikirannya di dua bulan terakhir, membuat perubahan besar dalam hidupnya. Tak biasanya ia rajin masuk kantor, tak biasanya ia menggunakan uang untuk membeli jajanan supermarket, tak biasanya pula ia mengerjakan pekerjaan dengan cepat agar segera pulang dan menunggui seseorang yang tengah duduk didepan anak-anak kecil itu.

Sikapnya selama ini mungkin terlihat angkuh bagi beberapa orang, tapi entah mengapa, semua itu akan lenyap ketika yang ia hadapi adalah seseorang dengan wajah bak malaikat.

"Pak, apakah aku terlihat seperti penguntit saat ini?" Pertanyaannya memecah keheningan ketika ia melihat seseorang itu mulai merapikan buku-bukunya dan pergi dari tempat tersebut.

"Ku rasa tidak, tuan. Anda bersama saya hanya duduk disini, sesekali memang membawakan mereka beberapa bungkus camilan tapi dititipkan melalui orang lain untuk menghindari kecurigaan."

Kegiatan tersebut ia lakukan dalam beberapa bulan, sampai akhirnya ia memutuskan untuk tak melibatkan supir pribadinya. Terlihat aneh ketika yang bersangkutan akan berganti pakaian casual atau terkadang memakai setelan pakaian training selepas jam kantor, dari yang mengendarai mobil mulai berganti dengan bersepeda. Tujuannya hanya satu, mendekati ia dengan lebih berani.

"Selamat sore, aku meninggalkan beberapa bacaan anak-anak melalui orang lain nantinya. Ku lihat kau sering menghabiskan waktu bersama mereka, jika tak keberatan apakah pekerjaan mu seorang guru? Ah, maafkan aku. Semoga kau suka dengan buku-bukunya, tidak perlu khawatir, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena telah menghibur mereka."

Kotak berisi kue kering lengkap dengan sebotol air lemon dingin berlabel ternama mendarat dengan sempurna di sore ini, dan tak ada catatan khusus. Seulas senyum tersungging dengan cantiknya.

"Hai, apakah catatan kecilku mengganggu? Aku masih belum berani mendekati mu dari jarak dekat, jadi maaf.. apakah kau berkenan berkenalan denganku? Jika iya, kau bisa membalas catatan ini esok hari. Letakkan saja disini. Nanti akan ku ambil, selamat sore, selamat menikmati makan malam mu."

Banyak minggu berlalu namun tak ada balasan apapun dari catatan terakhir tempo lalu. Mungkinkah sebuah isyarat akan penolakan? Atau sebenarnya sikapnya selama ini memang mengganggu? Datang hanya dengan berbekal catatan maupun surat-surat berisi kalimat pendek bersama beberapa titipan melalui orang lain, tentu saja... menganggu?
.
.
.
.
.

Bau obat menguar disatu ruangan yang saat ini tengah dihuni oleh sepasang lelaki. Pakaian seragam, satu orang tengah bermain dalam mimpi dengan selimut menutup hingga batas dada, seorang yang lain tengah sibuk membereskan lembaran kertas yang dibacanya sejak tadi.

"Sayang," tangan yang tak lagi berada di usia muda, mengelus lembut tangan lain yang baru saja diganti jarum infusnya.

"Kim Namjoon," yang dipanggil mulai membuka matanya dan membalas usapan pada tangannya.

Hanya menghabiskan sore dengan senyum tak pernah lepas menatap satu sama lain. Gurat-gurat tanda usia yang semakin menua tak pernah melunturkan rasa sayang pada keduanya.

"Hai, m-maaf aku tidak membalas catatan mu kemarin. Aku, terlalu gugup dan bingung, kalimat apa yang akan ku gunakan untuk menjawab pertanyaan mu. A-apakah tawarannya masih berlaku?"

Tubuh tinggi semampai mengenakan kemeja biru pastel dan celana bahan bewarna khaki, apakah ia terlihat sedang bermimpi? Wajahnya kecil jika dilihat secara langsung, tangannya memiliki jari-jari yang panjang meski tidak lurus, oh! Suaranya yang gugup cukup membuat Namjoon kehilangan sadar seper-sekian detik.

"Kim Namjoon"

Uluran tanda jabat tangan diterima dengan baik oleh yang berada di hadapannya.

"Aku, Kim Seokjin. Dan ya, aku seorang pengajar di taman kanak-kanak dekat sini."

Semburat merah pada dua pipi sulit untuk disembunyikan, sementara Namjoon tampak menutup sebagian wajah dengan punggung tangannya. Sebuah pertemuan dengan ekspektasi diluar dugaan, dan Namjoon tak pernah menyesalinya.

YOUR(S) [ NAMJIN ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang