38. Takdir Dan Pilihan

8.3K 1.6K 154
                                    

Tiana datang sangat pagi untuk ukuran jam besuk bersama Pelangi, yang langsung disambut dengan baik oleh Davindra. Davindra juga mencekal lenganku agar tidak jauh dari pria itu, mungkin dia takut aku menyakiti wanita yang paling berharga dalam hidupnya itu. Aku melirik ke arah Sean yang hanya menatap datar ke arah ibu kandungnya itu, tapi aku tahu jika banyak hal yang berkecambuk di hati anak itu ketika melihat ibu dan adiknya berada di hadapannya. Aku mengalihkan perhatianku pada ayah yang sudah bangun dari tidurnya, pria paruh baya itu terlihat kaget ketika mendapati Tiana berada dihadapannya. Ayah menatap ke arahku, sepertinya pria tua itu ingin tahu bagaimana reaksiku ketika melihat 'wanitanya' berada di hadapanku.

"Mas Rama..." Panggil Tiana sambil mendekat keranjang rumah sakit tempat ayah terbaring. Wanita itu menampilkan wajah sembab sekaligus wajah khawatir yang berlebihan ketika melihat ke arah ayah.

Ayah menatap ke arah Tiana, pria itu membuka mulutnya untuk bicara tapi dia langsung menutup mulutnya lagi dan beralih menatapku kembali.

"Bicara saja dengannya tidak usah perdulikan aku, bukankah bertahun-tahun kau berselingkuh dengannya pun tidak sekalipun kau ingat jika memiliki aku dan ibuku yang menunggumu di rumah." Ucapku sarkas.

Tiana menundukan kepalanya dan kembali wanita itu beruraian air mata, cih dia berlaga seperti korban teraniaya padahal dialah penjahatnya disini. Davindra mengeratkan cekalan tangannya padaku seperti memberikan peringatan jika aku tidak boleh bersikap seperti itu pada wanita jahat berkedok malaikat itu. Ayah juga menatap sedih padaku, tatapan yang sebenarnya tidak ada artinya bagiku, meskipun aku masih menangisinya ketika tahu pria itu sakit parah, tapi tidak berarti jika pria tua itu masuk list orang penting dalam hidupku.

"Sean keluar dulu mau mencari sarapan." ucap Sean seraya pergi tanpa berbalik lagi, sepertinya anak itu tidak ingin terlibat dengan situasi tidak nyaman yang berada di sekitarnya.

Aku melepaskan cekalan tangan Davindra dan memilih untuk meninggalkan ruangan menyesakan itu juga mengikuti Sean. Masih terdengar jika Tiana memperkenalkan Pelangi sebagai puteri mereka ketika aku sudah mencapai pintu keluar. Aku tersenyum sinis menanggapi sikap tidak tahu malu Tiana, bahkan saat pria tua itu sekarat dan semua dosanya terekspos, dia masih saja berani dengan bangganya mengabarkan jika mereka memiliki anak lain hasil perselingkuhan panjang mereka.

Aku berjalan ke arah taman rumah sakit dan mendapati Sean termenung disalah satu kursi taman itu. Sepertinya izin untuk mencari sarapan hanya sekedar alasan belaka karena anak itu malah nongkrong di taman, bukannya di kantin rumah sakit. Aku mendekat ke arahnya dan duduk di bangku yang sama dengannya. Anak itu terlihat melamun. Sejak tempo hari dia menyelamatkanku hingga bisa keluar dari apartemen, aku mulai sedikit peduli pada anak itu. Entah karena rasa terima kasih ataukah aku memang peduli padanya sejak awal hanya saja aku menutupi kepedulianku dengan kebencianku.

"Katanya mau cari sarapan kenapa malah nongkrong disini?" tanyaku.

Sean menatap ke arahku, dia memaksakan senyumnya ke arahku dan mengusap wajahnya frustasi.

"Kau harus menjalani pemeriksaan untuk menjadi pendonor jadi jangan banyak pikiran." Ucapku padanya.

"Maaf..." ucap Sean pelan.

"Maaf? Maaf untuk apa?" tanyaku heran

"Maaf untuk semuanya, maaf karena bundaku merusak keluarga kakak, maaf karena terlahir dari hasil perselingkuhan ayah, maaf karena menjadi luka untuk ibu, maaf... maaf...maafkan aku karena terlahir di dunia ini." ucap Sean dan menunduk dihadapanku.

Aku menarik napas berat mendengar ucapannya, Davindra benar bukan hanya aku yang terluka tapi Sean juga ikut terluka. Mungkin juga lukanya lebih parah karena dia tahu kenyataan semua ini saat usianya masih kecil. Dia juga pasti hidup dengan beban moral sebagai anak hasil perselingkuhan di sepanjang umurnya. Mungkin itu juga yang mendasari sikap Sean yang cenderung mudah terpancing emosi ketika dia berada di depan orang yang berkonfrontasi dengannya. Tapi dia akan bersikap sangat baik dihadapan orang yang memberinya kebaikan sekalipun hanya kebaikan kecil. Sean juga terluka dia melindungi diri dengan sikap tempramentalnya itu dan bersikap baik pada orang yang memberinya kebaikan karena dia merasa rendah diri, juga merasa tidak berhak mendapatkan kebaikan itu. Ketika dibawa ke rumah Sean sudah cukup besar untuk mengerti seperti apa statusnya.

SCANDAL A Shocking AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang