7. Terciduk

11.1K 2K 37
                                    

Kehidupanku di apartemen milik Davindra bisa dibilang sangat nyaman meski begitu rumahlah yang paling nyaman menurutku. Tempat ini sangat aman, tentu saja karena orang yang tinggal di apartemen jarang berinteraksi antar sesama penghuni. Aku mermilih untuk tetap tinggal di dalan apartemen sejak pertama kali menginjakan kaki ketempat ini. Aku mengajukan cuti ke rumah sakit tempatku bekerja dan meminta Reti untuk membuatkan izin cutiku dengan alasan pulang kampung karena urusan keluarga yang sangat penting. Aku tidak bisa bekerja dan meninggalkan bayi kecil di dalam apartemen sendirian. Mencari pengasuh saat kau sedang dalam pelarian seperti sekarang ini tentu saja bukan pilihan yang dapat diambil. Jadi, untuk sementara, aku harus meninggalkan pekerjaanku terlebih dahulu.

Aku tidak tahu apa yang terjadi diluaran sana, apa pria-pria asing itu masih mencariku? Atau mereka sudah berhenti karena kehilangan jejakku? Aku juga belum bisa menghubungi Adinda sejak malam itu, pergi berkunjung ke rumah Adinda tentu bukan pilihan yang dapat aku ambil, mengingat aku punya tanggung jawab seorang bayi yang harus aku jaga sekarang.

Berita tentang bunuh diri Evelyn juga sudah berhenti dibahas di televisi, tidak ada satupun setasiun televisi yang membahas bayi yang dilahirkan Evelyn. Aku juga tidak tahu kenapa tidak ada pencarian terhadap bayinya Evelyn mengingat pihak rumah sakit tahu jika Evelyn dirawat pasca melahirkan dirumah sakit itu. Kematian Evelyn seperti misteri yang tidak terungkap bahkan tidak ada satupun dari pihak keluarganya yang memberikan keterangan pada pers. Tidak ada satupun berita yang memberitakan kemungkinan Evelyn di bunuh. Aku heran, kemana perginya CCTV di area rumah sakit? Karena seingatku seluruh wilayah rumah sakit terpantau oleh CCTV.

Sudah 2 minggu aku tinggal diapartemen milik Davindra ini, bayinya Evelyn aku beri nama Evelyn juga karena jujur saja aku bingung harus memberi nama bayi ini siapa. Bayi itu tumbuh dengan baik dan semakin lucu setiap harinya. Beruntung Davindra setiap 3 hari sekali datang ke apartemen ini untuk memberikan segala kebutuhanku juga baby Eve hingga kami berdua tidak pernah kekurangan apapun meskipun hanya tinggal di dalam apartemen. Dan beruntungnya lagi tabunganku tidak terkuras untuk biaya hidup yang harus aku keluarkan selama aku jadi pengangguran seperti sekarang.

Awalnya aku merasa tidak enak pada Davindra, sudah menumpang dibiayai hidup lagi, keasannya tidak tahu tahu diri sekali. Tapi Davindra mengatakan jika dia ikhlas menolong kami dan dia juga jatuh cinta pada baby Eve dan sangat menyayangi bayi itu. Karena yang menolong sudah ikhlas masa aku harus menolak rezeki? Jadi terima sajalah Alhamdulillah rezeki anak solehah.

Meskipun 3 hari sekali Davindra datang dan mengajak baby Eve bermain tapi kami belum pernah berkenalan secara resmi. Aku sudah mengetahui nama Davindra saat pria itu bertengkar dengan wanita bernama Shera tempo hari tapi aku tidak berani menyebut namanya. Aku masih memanggilnya 'bapak' dan dia sama sekali tidak mengoreksi panggilan dariku. Sebenarnya harus aku akui penggunaan kata 'bapak' untuk Davindra kurang tepat, karena Davindra belumlah setua itu hingga pantas dipanggil 'bapak' oleh wanita berusia 24 tahun sepertiku. Jika kata 'bapak' yang aku pakai untuk menyebut namanya, maka Davindra hanya menyebutku dengan kata 'kamu' saja dan sepertinya dia juga tidak berniat sama sekali mengetahui namaku.

Sudah aku katakan bukan, aku ini bukan tipe pratagonis cantik jelita yang bisa membuat bosnya berubah dari cool menjadi bucin. Mungkin salah satu factor Davindra mau menolongku, hanya kasihan pada wanita berkulit pucat macam kena penyakit anemia ini. Jadi jangan berharap ada drama My Man Is My Hero disini.

Hari ini jadwal ke datangan Davindra ke apartemen ini, aku sudah memandikan baby Eve dan memakaikan baju kodok yang masih kebesaran pada tubuh bayi berusia 17 hari itu. Aku tidak lagi memakaikan bayi itu bedong sejak usianya lebih dari seminggu, meskipun aku masih meminimalisir penggunanan diaper sekali pakai untuknya, guna mencegah iritasi kulit.Biasanya Davindra datang dipagi hari sebelum dia berangkat kerja atau di sore hari setelah pulang kerja. Aku tidak tahu kapan Davindra akan datang karena hal mustahil untuk kami berbagi nomor telepon sedangkan saling mengenalkan nama saja tidak.

Nampaknya Davindra tidak akan datang pagi ini karena sampai matahari bersinar sangat terik di luar sana pintu apartemen belum juga terbuka dan menampakan pria itu. Setelah beberapa kali bertemu aku baru menyadari Davindra itu bisa disejajarkan sebagai makhluk tuhan yang berwajah lumayan tampan. Tinggi badannya mungkin hampir menyentuh 180 cm karena jika kita berdiri berdampingan, aku yang memiliki tinggi 158cm itu telihat sangat kecil. Wajahnya memang terlihat seperti wakjah pria local pada kebanyakan hanya saja sepertinya dia memiliki garis keturunan timur tengah karena memiliki mata dan alis besar yang tajam juga hidung mancung maksimal.

"Sepertinya om Davin tidak akan datang hari ini." ucapku pada baby Eve yang dibalas dengan gerakan tangan dan kaki bayi kecil itu.

Siapa sangka aku akan berakhir seperti seorang ibu rumah tangga begini padahal aku sudah melewati banyak hal agar dapat meraih pekerjaanku. Sepertinya kehadiran baby Eve sangat berpengaruh dalam hidupku hingga aku sanggup melepas pekerjaan yang sudah aku perjuangkan. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada kita hari esok, ungkapan itu sangat cocok untukku kali ini. Menjadi ibu bagi seorang anak belum menjadi list hidupku, siapa menyangka sekarang aku sudah menjalaninya.

Siang sudah berganti malam, setelah melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim aku membaringkan diri disamping baby Eve sambil memegang botol susu yang sedang diminum oleh bayi kecil itu. Suara bel apartemen membuatku terperanjat, seingatku selama aku tinggal disini tidak pernah ada satu orangpun yang datang bertamu. Jika Davindra yang datang dia akan langsung membuka kunci pintu tanpa membunyikan bel terlebih dahulu.

Aku mengangkat baby Eve kepangkuanku dan berjalan keluar kamar untuk melihat siapa orang yang datang. Belum sempat aku sampai untuk melangkah ke dekat pintu, pintunya keburu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan tas besar ditangannya masuk kedalam apartemen dan langsung melotot shock ketika melihatku.

"Kamu siapa?" tanyanya melihatku dan melihat baby Eve dalam pangkuanku bergantian.

Aku membeku ditempat, peristiwa ini tidak pernah aku prediksikan sebelumnya. Siapa wanita paruh baya yang berdiri dihadapanku sekarang? apa yang harus aku katakan padanya?

Entah sebuah keberuntungan ataukah kesialan, saat aku dan wanita paruh baya yang masih menatap penuh tanya padaku berdiri di ambang pintu, tiba-tiba pintu kembali terbuka dari luar. Kami sama-sama menoleh dan mendapati Davindra memasuki rumah dengan dua kresek besar ditangannya. Davindra langsung menjatuhkan barang bawaannya ketika melihat wanita paruh baya itu.

"Mama..." ucapnya kaget.

Okay, terjawab sudah siapa wanita paruh baya itu, aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi drama ini. Apa yang akan dipikirkan wanita paruh baya itu ketika melihat seorang wanita bersama bayi kecil dalam dekapannya berada di apartemen milik putranya? Aku memilih untuk mundur perlahan daripada harus menghadapi introgasi dari mamanya Davindra.

"Kamu tetap diam disitu." Ucap wanita paruh baya itu sepertinya wanita itu memiliki mata di belakang kepalanya hingga bisa melihat pergerakanku.

"Mama butuh penjelasan." Ucap wanita itu dan langsung berjalan kearah sofa tidak memperdulikan wajah Davindra yang terlihat sedikit frustasi.

Aku bertanya apa yang harus aku lakukan lewat isyarat mata pada Davindra tapi pria itu malah mengangkat bahunya tanda tidak tahu atau justru tanda terserah. Ah entahlah terkadang aku terlalu buta untuk mengartikan isyarat tubuh seseorang.

Ketika wanita paruh baya itu kembali menatap ke arahku, semua isikepalaku terasa kosong. Apa yang harus aku katakan pada wanita yang menatapinstens padaku itu?

SCANDAL A Shocking AccidentWhere stories live. Discover now