6. Putri Tidur

592 45 1
                                    

“Jena mengalami pendarah otak karena benturan keras di kepala nya, dan menyebabkan jena koma” ucap dokter kepada Eun sang, papa jena.

Eun sang menghela nafas dan mengusap wajah nya kasar,”sampai kapan jena akan koma? Kapan dia bangun?”

“Saat ini kita masih belum tau dan masih memantau kondisi nya, saya harap jena akan bangun dalam waktu dekat.” ucap dokter memastikan.

Sedangkan di alam bawah sadar jena, ia sedang tidur di bawah pohon rindang dengan kepala yang menempel di paha valerie,”bunda... kenapa tidak ada ayah disini?” tanya jena dengan polos.

“Ayah mungkin sedang sibuk bekerja sayang.” balas valerie dengan mengusap rambut anak sulung nya tersebut.

“Bunda, disini sepi...” jena memanyunkan bibirnya, sedih.

“Kan ada bunda?” jawab valerie meyakinkan.

“Aku tahu, tapi kanpa hanya kita berdua saja disini? Dimana para bibi dan kenapa kita tidak dirumah?” tanya nya kebingungan.

“Kan kita sedang liburan, apa kamu lupa sayang?” valerie menangkup wajah jena.

“Tapi, bukan kah kita jatuh ke laut? Apa bunda sudah sembuh? Apa itu hanya mimpi?” valerie menatap kosong ke arah jena.

“Itu nyata sayang, LALU KENAPA MENINGGALKAN BUNDA MU SENDIRIAN DI DASAR LAUT?! KENAPA?!” Valerie mencekik leher jena dan menjatuhkan nya ke tanah.

B-bunda s-sakit” lirih jena dengan air mata yang membasahi pipinya.

Jena begitu takut dengan valerie saat ini, pasalnya raut wajah valerie sangat seram dan perilaku nya yang bisa dibilang tidak wajar sama sekali.

Di dunia nyata, suster yang sedang memeriksa keadaan jena kaget pasalnya tubuh jena kejang kejang dan mengeluarkan air mata, suster tersebut langsung menekan bell di sebelah brangkar yang langsung tertuju kepada suster yang berjaga.

Dan tak lama kemudian dokter dan beberapa suster datang, “kenapa bisa seperti ini?” ucap dokter dan langsung men check kondisi jena.

Ternyata detak jantung nya tidak normal, nafas nya berat dan sedikit sesak, tubuhnya pun kejang.

“Ambil suntikan penenang sekarang! CEPAT!” ucap dokter tersebut kepada para suster di ruangan itu, dengan sigap mereka berlari untuk mengambil suntikan penenang.

Bunyi patient monitor mulai tidak beraturan, dokter pun tak bisa diam saja akhirnya ia men CPR jena karena akan lama jika ia harus mengambil alat nya lagi.

Dan dibawah alam sadar jena, valerie terus menerus menekan leher jena, nafas jena pun sudah terhambat dan membuat pandangan nya mulai buram. Ia tak mengerti kenapa bunda nya sangat jahat terhadap nya sampai tega mencekik yang bahkan menyebabkan jena hampir mati.

“M-maaf kan jena bunda” dan jena pun pingsan.

Dan saat itu lah para suster datang dan dokter langsung menyuntikan nya di pembuluh darah jena dan beberapa saat kemudia tubuh jena mulai tenang tapi tidak dengan jantung nya.

Dokter langsung paham apa yang sedang terjadi, reaksi suntikan tersebut mungkin berdampak baik terhadap tubuh jena, namun tidak dengan jantungnya yang mulai melemah, “CEPAT AMBIL DEFIBRILATOR!” ucap dokter dengan men CPR kembali jantung jena.

“Kenapa disini gelap? Dimana bunda?” Begitu lah kata kata yang keluar saat jena mendapati dirinya tengah berada di ruangan yang gelap.

Jena mulai ketakutan dan tubuhnya mengigil, “Ayah? Bunda? Bibi? Jena takut...” air mata nya kembali basah, leher masih terasa sakit dan nafas nya masih belum stabil dan suara nya pun serak.
Samar samar jena bisa mendengar suara suara dari pada suster dan dokter yang sedang berusaha menyelamat kan nyawa nya.

“Halo? Halo! Jena disini, kalian dimana! Tolong selamat kan jena, jena takut sendirian!” teriak jena dengan suara yang serak.

Namun tidakdak ada sautan dari teriakan jena, “Sepertinya mereka tidak dengar suara jena, bagaimana ini” jena berusaha berjalan lurus kedepan, berharap ada cahaya.

Sedangkan di dunia nyata, dokter sedang memacu jantung jena dengan alat defibrilator. Entah sudah berapa kali dokter memacu jantung jena, kondisi nya tidak membaik akhirnya dokter mengubah mode debrifilator menjadi bradycardia pacing.
Dan berhasil! Dokter dan para suster pun menghela nafas lega karena jena berhasil kaluar dari masa kritisnya.

Dan disaat yang bersamaan jantung jena terasa seperti tertusuk pisau, sangat perih. Jena pun terjatuh dengan memegangi dada kiri nya, dan disaat itu lah ada seseorang yang datang dengan lentera di tangan nya, “siapa kamu? Apa kamu tuhan? Apa jena sudah mati?” tanya jena dengan masih memegangi dada nya.

Jena mencoba melihat wajah nya namun tidak bisa, karena cahaya lentera yang terlalu terang, “ikut aku jika kau ingin selamat.” Ucap nya sambil berbalik dan berjalan, jena langsung mengikuti nya dari belakang.

Cukup lama mereka berjalan hingga akhirnya terdapat pintu di perhujung kegelapan tersebut. Di buka lah pintu tersebut oleh orang yang tadi, “masuklah.” Ucap nya dengan pelan, akhirnya jena masuk dan cahaya masuk ke dalam indra penglihatan jena, cahaya tersebut dari sebuah peti di tengah ruangan tersebut. Akhirnya jena perlahan menghampiri peti tersebut.

Mata nya membulat dan mulut nya sedikit membuka, ternyata di dalam peti tersebut adalah valerie.

Di dekati lah sang bunda, di genggam tangan valerie dengan lembut “Bunda? Kenapa tidur disini?” ucap nya bingung karena peti yang di tiduri valerie adalah peti untuk orang yang sudah tiada.

Jena kebingungan dengan apa yang sedang di alami nya sekarang.

“Bunda? Sebenarnya kita dimana? Kenapa bunda tiba tiba disini?” tanya nya dengan bingung.

Sepertinya aku melupakan sesuatu, tapi apa... ah, orang itu! Tunggu... tuhan atau orang?. batin jena, dengan segera ia mencari dia yang mengantar jena ke ibu nya tersebut.

di kitari seluruh ruangan tersebut namun dia tidak ada dan pintu masuk tadi pun menghilang.

Sekarang jena benar benar bagai terjebak di dalam alam bawah sadar nya sendiri, yang bahkan jena sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar nya. Jena hanya dapat berdoa kepada tuhan agar semua nya baik baik saja, entah diri nya, bunda nya, hingga ayah nya.

3 bulan kemudian.

“Minggu depan, urusan anda disini akan selesai tuan. Anda harus pindah ke kantor pusat di Los Angels.” Ucap robby, sekertaris Eun sang.

“Baiklah” ucap nya cuek karena sedang memeriksa berkas berkas di meja kerja nya
.
“Nona Jena juga harus pindah tuan, tidak mungkin disini sendiri.” sambung robby dengan hati hati.

Eun sang melirik ke arah robby lalu tersenyum, “kau benar, urus keperluan pindah jena dan carikan rumah sakit paling bagus di sana.” Eun sang berdiri dan berjalan ke arah jendela besar yang berada di ruangan kerja nya tersebut.

Sudah 3 bulan dan kau belum bangun? Apa kau tidak rindu dengan ayah? Jangan bilang kau akan menyusul bunda mu... tidak, cukup bunda mu saja yang pergi, peri kecil ku tidak boleh. Batin eun sang

“Oh ya tuan, tadi pihak kepolisian memberilan flasdisk berisi video black box dari mobil di parkiran taman bermain dan juga beberapa penjelasan mengenai kecelakaan nyonya valerie.” Robby menyambung kan flasdisk tersebut di komputer, Eun sang berbalik dan kemudian duduk di kursi nya.

Di putar lah video tersebut, dan setelah melihat hasil dari penyelidikan selama kurang lebih 3 bulan, kecelakaan tersebut bukan lah murni kecelakaan namun ada campur tangan dari luar dan masuk ke dalam pembunuhan berencana.

Eun sang sangat marah hingga di dalam otak nya sudah ada beberapa rencana yang akan ia lakukan kedepan nya, “majukan kepindahan kita menjadi lusa.”

ANTIDOTE • [정재현]Where stories live. Discover now