Chapter 19

15.9K 1.1K 9
                                    

(NOT EDITED)

Setibanya di rumah, aku membuang tubuhku ke sofa ruang tamu,merasakan setiap bagian dari tubuhku hampir remuk.

Hanya perjalanan singkat tapi rasanya seperti berhari-hari, mungkin akibat kesedihan yang turut ikut campur sehingga membuat semuanya semakin rumit.

Bisa kurasakan kehadiran Mama yang sedang berdiri di sampingku

"Kamu dari mana? Kok pergi gak bilang-bilang?" tanya Mama yang sekarang sudah duduk di sebelahku.

Aku menekan pelan kepalaku dan bergumam sebelum menjawab pertanyaan Mama yang sudah terlihat gusar.

Tapi, tiba-tiba aku mengingat kartu nama yang ku temukan di kursi ruang tamu panti asuhan tadi.

Dengan cepat aku merogoh kantung jinsku dan mengambil kartu itu,menyerahkan pada Mama tanpa mengeluarkan satu kata pun.

"Kok kartu nama Ayah ada sama kamu?" tanya Mama dengan kerutan di keningnya, aku berusaha mencari ekspresi wajah lainnya yang mungkin tersembunyi tapi, ternyata tidak ada apa-apa.

"Aku nemuin itu di Panti Asuhan Bunda Kasih " jawabku dengan nada datar tampak tak peduli tapi sepertinya wajahku berbanding terbalik dengan nada suaraku.

"Untuk apa kamu ke sana?" tanya Mama kembali masih dengan raut wajah yang sama

"Tidak, hanya berkunjung saja" jawabku berbohong.

Mama mengangguk, wajahnya tampak tenang tak ada ketakutan yang terpancar di wajahnya.

"Mungkin Ayah kamu habis menyumbang pada mereka dan tanpa sengaja orang suruhannya meninggalkan kartu ini"

"Masuk akal" batinku

Tentu jawaban itu masuk akal, dan lagi pula aku juga tak pernah berpikir macam-macam kalo misalnya aku bukan anak kandung dan hanya anak angkat seperti yang di alami Rey.

Tapi, bukan itu yang sebenarnya kupikirkan ,ada hal lain yang menganggu pikiranku.

Secara logis, Ayah tidak pernah berlama-lama di kota kami, dia hanya pulang sekali saja dalam sebulan, dan rasanya tidak mungkin jika Ayah menyuruh seseorang untuk melakukan itu, rasanya mustahil.

Tapi, kalo hal itu benar , lalu siapa yang tanpa sengaja meninggalkan kartu itu?

Jantungku berdegup, aku melirik Mama sekilas lalu berpamitan untuk naik ke kamar. Aku mengambil buku kecil yang ku taruh di dalam laci belajarku begitu aku sampai di kamar.

Kutulis semua hal-hal yang ada di dalam benakku , termasuk dengan pertanyaan yang terakhir. Ini bukan diary tapi semacam buku pengingat.

Bagiku menulis buku diary terlalu terkesan melankolis dan terkesan terlalu lemah. Buat apa mencari diary dan menulis semua keluh kesah yang kau alami, jika kau bisa menceritakan itu kepada Tuhan tanpa membuat tanganmu pegal.

Isi agenda :
1. Rey tiba-tiba datang tanpa aku curigai dan itu sepatutnya di curigai dari awal.

2. Siapa yang tanpa sengaja meninggalkan kartu identitas Ayah di kursi sofa panti asuhan Bunda Kasih?

3. Aku mulai muak!

Menulis beberapa pertanyaan,akan menjaga memoriku untuk tetap fokus mencari tahu semua teka-teki ini. Nomor 3 pengecualian.

Aku menutup buku, lalu naik ke tempat tidur ,dan menyandarkan kepalaku.

Mungkin kalimat Life is an adventure itu benar adanya, aku merasakan hal itu sekarang dan seperti sedang berada dalam misi petualangan yang arahnya belum jelas sama sekali.

Flip FlopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang