"Mommy bisa lihat Ajun dari atas sana, jadi jangan nangis ya.. nanti Mommy jadi ikutan nangis."

Sungguh tidak terduga tangisan Ajun berhenti seketika. Apa bayi tersebut mulai memahami perkataan Hendery? Entahlah.

Hendery pun lebih mudah memberi Ajun makan sementara malam masih sangat panjang. Setelah Ajun tertidur kembali, Hendery mencoba membuka internet. Melihat beberapa hal yang bisa ia jadikan inspirasi merawat Ajun kecil nantinya.


'How to be a good Daddy?'


Hendery mulai belajar dari sana







◽◽◽






"Da..Daa" Ajun kecil mulai merangkak mendekati Hendery. Sekuat tenaga tubuh mungilnya terangkat lalu mencoba berjalan perlahan.


Hendery tersenyum semringah. Ia mengulurkan tangan untuk Ajun pegang. Perbedaan ukuran tangan mereka mengakibatkan hanya jemari yang bisa Ajun genggam. "Da..Daa..ddy."

Tidak tahan, Hendery segera menggendong Ajun lalu diangkatnya ke udara. Membuat putranya itu tertawa kegirangan.

"Ajun mandi sama Daddy yuk."

"Mwan..ndi.."

Hendery melepas pakaian Ajun dan pakaiannya sendiri. Menggendong Ajun menuju bathub yang telah terisi air. Memangku si kecil sembari memberi mainan bebek dan dinosaurus agar si kecil tenang ketika Hendery tengah menggosok badannya di belakang.

"Bjebjebjebje.." Ajun menepuk-nepuk air. Memuncratkannya sampai pada Hendery dan mengenai matanya. "Ajun, hentikan. Daddy sedang menggosok badanmu."

"Bjebjebjebje.."Ajun tidak memedulikan. Dia tetap melakukan hal sama bersama mainannya. Membuat Hendery hampir kehilangan kesabaran.

Hendery mengangkat tubuh Ajun. Menghadapkan tubuh si kecil ke arahnya. Dipangkunya Ajun di perutnya. "Sekarang giliran Daddy ya?"

Ajun menatapnya bingung. Ia memegang hal aneh dibawahnya yang merupakan perut si Hendery. "Ajun mau gosok badan Daddy?"

Ajun tertawa girang. "Daa.. daaa.."
Hendery mengulas senyum. Ajun begitu menggemaskan. "Cium Daddy."

Tentu Ajun akan melakukannya. Ia membuang mainannya ke segala arah. Merangkak di perut abs Daddynya lalu mendekat dan mencium pipi sang Daddy amat sayang.

"Dddaa.."

Hendery semakin senang. Ia membalas ciuman Ajun. Mengecup si kecil gemas.

"Daddy sayang Ajun. Apa Ajun sayang Daddy juga?"

"Thaayang...Ddaa.."

"Seberapa besar?"

Ajun mengangkat tangannya membentuk lingkaran lebar. "Bwethaal."

Hendery terkekeh pelan. Membiarkan Ajun bermain diatas tubuhnya. Memandangi setiap inchi garis sempurna yang Ajun miliki. Tidak ada perbedaan. Semuanya sama. Bahkan bulu mata yang lentik itu juga sama. Hanya saja perasaan Hendery pada mereka yang berbeda.


Ajun hanya sementara. Dia hanya alat. Dan Hendery merawatnya agar tubuhnya bisa Dejun gunakan. Tidak asa alasan khusus selain itu. Meski ia harus menunggu, setidaknya demi Dejun bisa hidup, ia akan lakukan apapun.



Hendery mengangkat tubuh Ajun. Membalutnya dengan handuk dan keluar dari bathub. Hendery mungkin tidak punya keahlian merawat bayi, tapi ia bisa belajar. Ya, menjadi single parent memang tidak mudah.







◽◽◽







Ajun semakin tumbuh. Kini sudah banyak kosakata yang keluar dari mulutnya. Namun tidak bisa dipungkiri jika Ajun lebih hiperaktif daripada Dejun dulu.

Ah.. lagi-lagi Hendery teringat.


"Daddy.." Ajun memanggilnya. Berlari kecil menghampiri Hendery yang terduduk di sofa.

"Awas jatuh sayang," kata Hendery.

Sampai pada sang Daddy, Hendery mengangkat tubuhnya lalu dipangkunya sang Ajun kecil yang tengah membawa selembar kertas.

"Ajun gambal Daddy. Daddy lihat.." ditunjukkannya gambar Ajun pada Hendery. Masih berupa coretan. Bagaimanapun umur Ajun masih tiga tahun. Ini merupakan perkembangan yang bagus. Putranya yang satu ini tumbuh sangat cepat.

"Daddy tampan, Ajun thuka Daddy."

Hendery tertawa. "Kalau Mommy dengar, Mommy pasti sedih Ajun lebih suka Daddy."

"Eh eh.. Ajun thuka Mommy juga."

Sekali lagi Hendery tertawa. Mencium pipi Ajun gemas. Tapi untuk beberapa detik mata Hendery menangkap suatu hal aneh. Warna merah sekelebat tampak pada kedua mata putranya. Hendery terdiam. Itu hanya dalam beberapa saat sebelum kembali ke normal. Hendery pikir ia mungkin salah lihat jadi dia tidak seberapa memedulikan.

"Ajun sayang Daddy?"

"Thayangg.. Ajun thayang Daddy!"


"Seberapa besar?"

Tangan Ajun diangkat keatas. Membentuk lingkaran lebar. "Thangat bethall.." jawabnya.

Hendery tidak mengerti mengapa ia sangat sering mengajukan pertanyaan demikian. Pasti Ajun bosan menjawab. Tapi Hendery masih ingin mendengarnya. Hati Hendery teramat bimbang akan pilihan besar jika nanti Ajun akan ia korbankan.


"Daddy.."

Yang dipanggil menoleh. Ajun menatap dengan matanya yang indah. Putra kecilnya itu memegang pipi Hendery, memasang raut bingung.


"Daddy kenapa? Daddy nangith.."


Entah sejak kapan air mata itu keluar dan membasahi pipi Hendery. Bahkan dirinya tidak tahu mengapa makhluk berdosa seperti nya harus menangis hanya karena memikirkan Ajun, putra kecilnya.




 Bahkan dirinya tidak tahu mengapa makhluk berdosa seperti nya harus menangis hanya karena memikirkan Ajun, putra kecilnya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.


Are u ready for this?

Akan dilanjutkan jika banyak peminat eheh👀

ANGELACEМесто, где живут истории. Откройте их для себя