9 Angel Face

296 72 58
                                    

Ajun menatap horor bangunan di depannya. Penuh semak dan seperti bekas kebakaran. Hendery melangkah masuk, menggandeng tangan Ajun dan menyeretnya ke dalam.

"Daddy.. Kita dimana?" ia bertanya.

Tak ada jawaban hingga mereka sampai di suatu ruangan. Didudukkannya Ajun pada suatu ranjang. Hendery merogoh sesuatu di celana. Botol berisi cahaya biru.

Tangan Hendery menangkup pipi Ajun. Memasukkan isi botol itu ke dalam mulut putranya. Mengabaikan Ajun yang meronta.

"Daddy menyayangimu."











Ajun membuka mata. Bangkit dari ranjang dengan nafas tak beraturan. Keringat mengucur di pelipisnya. Tidak ia sangka rupanya ia mengalami mimpi yang sama.

Selama dua tahun, dia selalu dihantui mimpi itu sejak terakhir kali ia meminta sang Daddy bercerita tentang Dejun padanya.

Kepala Ajun berdenyut sakit. Ia menoleh ke arah jendela. Hari yang sangat cerah menyambutnya.

Ya, ini adalah hari terakhir Ajun berada di dunia.














"Daddy.. Daddy~"

Hendery menengok. Menggendong buah hatinya yang berlari ke arah kamarnya. "Ajun, wangi banget. Mau kemana?" Tanya Hendery sembari menciumi anaknya beberapa kali.

"Daddy lupa? Hari ini Daddy kan mau ajak Ajun jalan-jalan."

"Ah iya! Maaf Daddy lupa," segera Hendery menurunkan Ajun lalu mengambil mantel. Menengok ke arah kalender dengan tanggal yang ia lingkari spidol merah. 'sudah waktunya.'

Hendery menggendong Ajun kecil keluar dari rumah dan menuju mobil. Melewati seharian penuh bersama putra semata wayangnya.







"Daddy.. Ajun mau es krim!"

Ajun menunjuk salah satu gerobak es krim di tepi jalan dekat rel dan meminta Hendery untuk berhenti. Hendery pun mengangguk. Memarkirkan mobil lalu menggendong Ajun keluar untuk memilih rasa es krim kesukaannya.

Suara sirine terdengar. Rupanya itu tanda kereta api akan lewat. Kendaraan panjang itu melintas mengakibatkan angin kencang menerpa helai rambut mereka. Ajun membeo. "Daddy, itu apa?" Ia bertanya.

"Itu kereta api."

"Mengapa namanya kereta api? Kan tidak ngeluarin api?"

"Karena-"

Hendery yang semula tenang, mendadak terkejut. Kepalanya memutar kejadian sama seolah yang dialaminya adalah dejavu. Hal yang pernah ditanyakan oleh Dejun di waktu kecil kini ikut keluar dari mulut putranya.

"Tapi Dery, keretanya tidak mengeluarkan api. Mengapa namanya kereta api? Padahal gak ada api?"

Hendery menggelengkan kepalanya. Dia mencoba mengalihkan topik. "Bagaimana rasa es krimnya? Kau suka?"

"Dingin. Tapi enak. Ajun suka"

Lagi lagi Hendery membeku.

"Dingin. Tapi enak. Dejun suka"

Skenario macam apa ini!













Alih-alih pergi ke tempat tujuan awal, Hendery malah berhenti di salah satu restoran yang pernah jadi tempat Hendery membelikan sepiring steak untuk Dejun waktu kecil. Syukurlah tempat itu masih belum berubah. Hendery mengambil tempat duduk di tempat yang sama. Ia hanya ingin memastikan. Entah kenapa putranya terus menerus mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan Dejun dulu.

ANGELACEWhere stories live. Discover now