39. Pesan tertulis

9 2 0
                                    

Sesampainya di apartemen, Iruma menyambut dengan senang. Iruma tinggal sendirian di apartemennya. Tempat yang cukup luas untuk ditinggali sendirian. Terdapat satu lagi kamar kosong yang dikhususkan untuk tamu. Tuan rumah juga menawarkan untuk membuatkan makan malam atau minuman hangat. Namun, Alsa dan Elvan menolak karena mereka baru saja melakukan ritual sakral itu sebelum datang ke apartemen Iruma.

"Nah, kalau ingin buat minuman hangat disini ada water heater nya"

"Di sebelah sana toilet, kalau ingin mandi"

"Untuk Alsa.. Kamu bisa pakai kamar yang ini. Tidak begitu luas, tapi semoga kamu nyaman tidur di sini" Iruma melakukan room tour kepada dua tamu barunya tersebut.

"Terima kasih banyak Iruma. Kami sangat terbantu olehmu" Elvan mengucapkan terima kasih sembari membungkukkan badannya. Ia mulai terbiasa dengan hal-hal seperti membungkukkan badan ketika mengucapkan rasa terima kasih. Hal tersebut pun refleks diikuti oleh Alsa.

"Aku tinggal dulu ya. Aku harus menemui teman kantorku di sebuah kafe. Nanti pagi aku akan pulang"

"Oh iya tidak apa-apa. Maaf sudah merepotkanmu" Elvan mengantarkan Iruma sampai ke depan pintu

Setelah perginya Iruma, Alsa bersiap diri untuk mandi. Suasana masih tampak canggung diantara mereka. Gadis itu tidak menoleh Elvan sama sekali ketika temannya memberikan handuk kepadanya. Sementara di dapur, Elvan sibuk menyeduh segelas cokelat hangat. Ia tidak meminumnya langsung. Segelas cokelat hangat ia letakkan di atas meja ruang tamu di depan televisi. Dan, ya setelah itu Elvan masuk ke dalam ruang tidurnya. Berpikir sejenak, mandi atau tidak ya? Dia mulai merasa kedinginan padahal di apartemen ini sudah dinyalakan mesin penghangat.

Mandi saja ah!

Alsa semakin dibuat bingung dengan Elvan. Tapi, apa yang ia lihat justru membuatnya tertawa sendiri, "Alsa, jangan diem terus dong" pesan dalam secarik kertas di bawah mug berisi cokelat hangat itu akhirnya sampai juga kepada Alsa.

Kenapa harus ditulis di kertas? Ia menggelengkan kepalanya sambil tertawa.

Gadis itu segera meneguk cokelat hangat buatan Elvan. Perasaannya jadi campur aduk. Dia yang minta aku supaya tidak memikirkan hal yang tidak penting, tapi dia sendiri yang menciptakan pikiran-pikiran itu berkembang liar di dalam kepala.

Pintu terbuka. Keduanya saling menoleh. Alsa dengan mug berisi cokelat hangatnya dan Elvan dengan handuk putih yang siap dijemur. Aneh sekali. Mereka belum pernah terjebak dalam situasi secanggung ini sebelumnya. Sementara cokelat hangat itu hampir habis, Alsa tetap menunggu Elvan untuk berbicara langsung kepadanya. Bodoh sekali! Berharap-harap kepada manusia, kau akan kecewa. Setelah menjemur handuk yang ia gunakan untuk mandi, ia langsung masuk ke dalam kamar. Alsa semakin dibuat bingung dan mendadak ada rasa perih seperti tertusuk jarum di dadanya. Dan, lagi-lagi gadis itu selalu menyangkal perasaannya. Ia berusaha menutupi rasa perih seperti tertusuk jarum itu. Tidak boleh kecewa Alsa, gumamnya dari dalam hati.

Huhhh...

Alsa menghela nafasnya.

Kini ia yang merasa bersalah. Mungkin tidak sepatutnya dia terus-menerus berharap. Kalau dia ingin keadaan kembali seperti semula harusnya dia juga ikut berkoribusi, setidaknya menyapa kembali duluan. Mungkinkah gengsi? Ah sudahlah, manusia memang begitu, tempatnya gengsi bersarang. Ia bersandar pada sofa, melihat sudut kamarnya yang masih gelap timbul perasaan takut untuk memasukinya. Ah, kenapa semuanya menjadi seram? Ia menggaruk-garuk kepalanya, pusing sendiri dengan banyak hal yang berkicauan di dalam kepalanya.

"Belum tidur?" tiba-tiba saja pintu terbuka

"Oh. Belum" Alsa menjawab kaku

Elvan berjalan ke arahnya dan duduk di sebelah gadis yang masih saja kaku menghadapi situasi.

"Makasih cokelatnya" Gadis itu menundukkan kepalanya

Pria itu mengangguk saja

"Kenapa belum tidur?"

"Lagi banyak pikiran" Alsa menyipitkan matanya ketika menjawab pertanyaan itu. Wajahnya sengaja ia hadapkan ke wajah Elvan. Lagi-lagi ia berharap Elvan tahu bahwa yang ada di dalam pikirannya adalah dia. Ya, dia yang duduk di sebelahnya, seorang Denova Rize Elvandra.

"Besok kita pulang pagi. Jangan kesiangan"

Kesiangan? Hah? Bukankah Elvan yang tidurnya kebo? Sering begadang dengan game kesayangannya itu. Duh, Alsa seperti sedang melawan pikiran-pikirannya sendiri.

Namun, gadis itu hanya mengangguk dengan senyuman terpaksa.

"Tidur..." Elvan mengucak-ucak puncak kepala Alsa

Hal tersebut langsung membuat Alsa menoleh ke arahnya,"Jangan sentuh rambut aku" ucapnya sebal

Elvan tersenyum lalu merapikan kembali rambut yang sudah ia ucak-ucak barusan,"Tidur ya.."


Alarm berbunyi. Tentu yang pertama kali membuka mata adalah Alsa. Ia terbangun dengan perasaan yang lebih tenang. Pada akhirnya mereka ketiduran di sofa ruang tamu. Gadis itu hanya mematikan alarm di handphonenya. Ia tak menyangka bisa tertidur di lengan Elvan senyenyak tadi malam. Apa dia tidak merasa sakit-sakitan setelah menopang kepalaku yang seberat baja ini? Lagi-lagi ia dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting. Entahlah, pagi itu ia senang melihat Elvan ada di sebelahnya. Ia pandangi wajah itu dalam-dalam, mulai dari bentuk alis, hidung, bibir, dan mata yang tertutup dengan bulu mata lentik idaman semua wanita. Sebenarnya apa yang ada di dalam kepalanya tentang aku?

Masih belum terjawab tuntas. Benar apa yang dikatakan Elvan tadi malam. Alsa akan selalu menjadi manusia yang menyangkal segala perlakuan dari Elvan, mulai dari kasih sayang hingga bentuk perhatian yang jelas dapat ditangkap dalam keadaan manusia yang normal tanpa rasa jatuh cinta. Alsa yang batu dan sulit sekali menerima kenyataan.

Alsa..

Masih belum cukup jelaskah?

Aku menemuimu tengah malam saat kamu mengerjakan laporanmu sendirian di sebuah kafe. Memberimu jawaban atas segala kebingunganmu tentang hidup. Menjagamu ketika terbaring di rumah sakit. Mengajakmu ikut dalam satu project yang sama. Menemanimu menulis hingga berlarut-larut dalam cerita yang tidak tentu arah atau makan di manapun yang kau mau. Aku ingin kamu tidak merasa kesepian karena aku selalu melihatmu diam ketika satu organisasi sibuk bercerita hal-hal yang lucu. Aku ingin kamu tertawa, bukan menyendiri di pojokan dengan tumpukan lembaran yang katamu itu adalah duniamu....

Kamu memang punya duniamu sendiri....

Dan, kamu tidak pernah tahu atau bahkan tidak ingin tahu sama sekali tentang isi dunia lainnya selain duniamu yang sunyi itu. Dulu aku persis sepertimu, percayalah. Saat ini aku hanya mengerti, ada banyak bagain lain di dunia ini yang harus aku ketahui sebelum waktuku berhenti.

Ah... 

kau juga pasti tidak mengetahui satupun rahasia laki-laki. Tidak semua laki-laki siap memberi tahu orang tuanya perihal wanita yang sangat-sangat ia impikan itu. Dan, apa kau baru saja mematahkan usahaku? Apa aku yang kurang berusaha? Lalu, kenapa kau selalu bertanya "sebenarnya kita ini apa?" padahal kau sendiri tidak tahu apa-apa tentang isi di dalam kepalamu. Barangkali, aku harus berusaha lebih untuk memberimu dunia yang lebih berawarna, tidak hanya hitam dan putih.

Alsa, jangan sedih. Aku selalu ada.

Matanya terbuka. Kepalanya berdenyut. Sejak alarm berbunyi ternyata ia sudah berbincang sendiri di alam bawah sadarnya. Ia melihat Alsa yang tengah sibuk memainkan handphonennya. Gadis itu masih berada dalam sandaran lengannya. Kenapa dipagi hari buta ini ia harus melihat Alsa? Astaga! Kemudian, Alsa menolehnya lalu tersenyum hangat, "sudah bangun?". Kenapa dia harus tersenyum seperti itu di pagi buta?!?!?! Lalu, pikirannya melayang-layang jauh menuju hal-hal tanpa batas. 

WALLFLOWERWhere stories live. Discover now