38 Mimpi yang hilang

7 2 0
                                    

Waktu yang panjang untuk hari yang begitu dingin. Salju masih turun seperti saat beberapa jam yang lalu ketika mereka baru saja keluar dari stasiun. Namun, pandangan sudah mulai terang kembali. Ya, setidaknya tidak segelap ketika badai salju kecil-kecilan bertandang.

"Sepertinya aman.." pria itu menengadahkan telapak tangannya menangkap beberapa butir salju yang turun. Lalu ia membuka payung tanpa warna yang selalu ia bawa sejak tinggal di Pulau Hokkaido.

"Elvan, maaf ya"

"Kenapa minta maaf?"

"Aku gendut. Jadi, payungannya sempit"

Elvan diam. Ia bingung dengan pernyataan temannya,"Apaansih..." ucapnya dengan tawa ringan.

"Nanti beneran gak pulang?"

"hmm" pria disebelahnya hanya mengangguk sembari fokus melihat jalan di depan.

"Terus, aku tinggal di mana?" tanya Alsa pelan. Ia takut dengan Elvan yang hanya menjawabnya singkat, padat, dan tidak jelas itu.

Tiba-tiba langkah terhenti. Elvan mengeluarkan handphonenya lalu membuka aplikasi peta sebagai satu-satunya penunjuk jalan yang paling bersahabat.

"Ada apartemen saudara Yuki di sini. Kemarin aku tanya ke Yuki, tempat yang bagus untuk orang kayak kamu. Dia kasih rekomendasi ke sini"

Alsa mengangguk pelan, ia sedikit memanyunkan bibirnya.

"Saudaranya laki-laki. Namanya Iruma Tanaka"

"Panggilannya?"

"hmmm..." pertanyaan barusan membuat Elvan berpikir.

"Iya juga ya, panggilannya Iru, Ma, atau Ruma barangkali" sambungnya dengan tawa.

"Aku gapapa disana?" Gadis itu tetap bertanya dengan nada pelan yang sangat hati-hati.

"Aku dan Yuki udah izin dan mereka sangat welcome"

"Udah tenang aja.." Elvan kembali mengucak-ucak rambut temannya itu hingga terlihat sedikit berantakan.

"Ya udah, ayo makan.." ajak Alsa yang sepertinya sudah sangat kelaparan.

"Sushi di sana.." gadis itu menunjuk papan tulisan "sushi". Kira-kira sekitar 300 meter dari tempat mereka berdiri.

"Boleh" Elvan mengangguk tersenyum.

Pria itu kemudian menarik lengan Alsa lalu ia melingkarkannya diantara jemari-jemari yang dilapisi oleh sarung tangan. Seluruh kota ini rasanya seperti kue yang dioles dengan mentega putih. Bahkan mobil yang parkir pun ditumpuki oleh salju yang sudah mengeras menjadi es batu. Atap-atap rumah juga memiliki seni alami dari es yang menggantung disetiap sudutnya. Bentuknya seperti air yang tertahan lalu membeku, diujungnya lancip. Sedikit menyeramkan apabila tertusuk. Hiiii~

Setelah menghabiskan beberapa piring sushi dan meneguk beberapa gelas air putih yang segar, gadis itu tersandar seperti orang yang mabuk akholol. Tangannya mengelus-elus perut yang membuncit karena sering diisi makanan.

"Perut aku udah bilang "no", tapi mulut aku masih bilang "yes"" Ia hanya menghela.

Sedangkan, Elvan sibuk menekan layar handphonenya. Sambil menunggu semua isi perut turun ke tempat tujuan, ia memanfaatkan waktunya untuk bermain game.

"Kita masih harus jalan lagi?"

"hmm" pria itu terlihat sangat asyik dengan game nya

"Ayo Elvan, aku ngantuk kalau disini terus"

"Lagipula kita mau ke mana sih? Kamu belum bilang dari tadi" Alsa segera membereskan mejanya, memasukkan handphone ke dalam tas dan mulai bernajak dari tempat duduknya agar Elvan juga ikutan berdiri dan pergi meninggalkan restoran sushi itu.

WALLFLOWERWhere stories live. Discover now