16. Tempur

39 6 0
                                    

"Mbak..mbak.. bangun..." Suara asing itu masih tak terdengar jelas.

"Udah sampai mbak..." seseorang menggoyangkan bahu Alsa yang masih tersandar di bangku kereta.

Sedetik kemudian gadis itu mengusap kedua bola matanya. Ia masih setengah sadar. "Udah sampai mbak.." pria tersebut kembali mengingatkan. Alsa baru sadar seutuhnya dan memasang raut wajah kaget. "Oh iya ya. Makasih mas" Alsa mengucapkan rasa terima kasihnya karena telah membangunkannya. Malam itu tidurnya sangat nyenyak sehingga ia tak mendengar pengumuman bahwa kereta telah tiba di Stasiun Malang.

Gerbong kereta sudah sangat sepi, hanya tersisa dirinya sendiri yang baru beranjak dari bangku tempat duduknya. Ia segera mencari toilet, wajahnya perlu dibasuh dengan air agar kembali sadar seutuhnya. Setelah puas membasuh wajahnya, tujuan selanjutnya adalah menikmati kopi hangat. Kota Malang sangat dingin, suhu fajar hari menembus angka 20 derajat celcius. Alsa menyeduh kopi hangat yang ia beli di minimarket dalam staisun, sambil menunggu mobil menjemputnya menuju hotel.

Matahari baru saja keluar dari singgahsananya. Hujan rintik menemani perjalanan menuju penginapan. Dingin pun menjadi teman baru di kota perbukitan ini. Hal pertama yang terpikirkan di kepala Alsa adalah, "Bakso Malang".....

Rasanya ia sudah tak peduli lagi dengan perfomance nya nanti ketika tampil. Tak mau tahu, hari ini ia harus makan bakso malang. Cuaca yang sering mendatangkan hujan ini memang cocok sekali dinikmati dengan semangkuk bakso dan teh hangat. Bibirnya tersenyum tipis ketika tahu apa yang ia pikirkan di pagi dengan rintik ini. Sesuatu yang sederhana namun membuatnya senang dan dapat melupakan beban yang akan ia bawa setelah ini.

"Ayo..ayoo..ayo semangat.." Alsa berucap sendiri ketika kakinya melangkah menuju kamarnya.

Pintu terbuka, kamar luas ini hanya akan dihuni oleh dirinya seorang karena ia mengajukan papper atas nama dirinya sendiri. Sedangkan finalis lainnya datang bersama dengan tim yang terdiri dari 2 – 3 orang. Well, sendiri bukanlah masalah, gumam Alsa yang langsung melompat ke kasur empuknya. Tersisa waktu satu jam lagi untuk bersiap-siap dan sarapan.

Dan gadis itu melewatkan sarapan paginya karena ia lebih memilih tertidur selama 30 menit daripada makan.

"Perwakilan finalis maju ke depan untuk mengambil nomor urut tampil" ucap salah seorang MC dari depan sana.

Alsa dengan perasaan tenang berjalan. Mau tampil pada nomor urutan berapapun, mungkin tidak akan berpengaruh apapun terhadap penampilannya nanti. Dan..

Ia dapat nomor urut ketiga dari total 5 finalis.

Selama menunggu tampil, ia bukannya fokus berlatih mengulangi papper yang akan ia persentasikan dihadapan juri. Jemarinya sibuk mencari warung Bakso Malang yang enak di google.

"Kak Alsa!! Aku baru tahu, semangat yaa lomba nya, pulang-pulang jangan sakit yaa" May mengirimkan pesan singkat kepada Alsa yang tengah sibuk melakukan survey di handphonenya. Ia tersenyum tipis, senang dengan perhatian dari orang terdekatnya. "Kita harus ngopi bareng yaa" balas Alsa dengan sticker tertawa khas miliknya.

Tak menunggu lama, ternyata namanya sudah terpanggil untuk melakukan persentasi. Waktu yang ia butuhkan hanya 30 menit sduah termasuk sesi tanya jawab dengan tiga juri yang siap membantainya kapan saja. Gadis itu tetap tersenyum ramah meski ada sedikit ketakutan dan ketegangan yang ia hadapi, ditambah dengan kondisi tubuhnya yang sedang tidak stabil.

Pukul 12.00 kegiatan persentasi finalis lomba telah dilaksanakan. Menyisakan rasa penasaran tentang siapa yang akan menjadi pemenang dan membawa pulang piala. Alsa termerenung sendirian di bangkunya, tubuhnya mulai kelelahan setelah seharian tidak mendapatkan istirahat yang baik. Rasanya ia hanya ingin kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuh lelah ini.

"Baiklah. Karena semua finalis sudah menampilkan penampilan terbaik mereka. Maka, saatnya kita untuk tahu siapa saja pemenangnya" sang MC tiba-tiba berbicara dan sontak membuat semua finalis menoleh ke arahnya. Ada yang heboh dengan ketegangannya terhadap hasil final lomba. Namun, Alsa tetap seperti biasanya, ia terlalu santai saat itu, sambil mengunyah permen karet ia menatap kedua MC yang berada di depan ruangan. Alsa tak berharap banyak pada hari itu, ia ingin segera pulang kembali berkumpul bersama teman-temannya. Kalaupun ada keajaiban ia akan sangat bersyukur. Namun nyatanya,

"Juara pertama kali ini jatuh kepada......"

 "Selamat untuk Alsa!" Suara MC begitu meriah, memenuhi ruangan yang sedang mereka tempati saat itu. Sorak sorai penonton bertepuk tangan. Alsa hanya ingin menampar pipinya sekeras mungkin.

Kayaknya panitia salah hitung skor deh, Gadis itu masih bergumam tak percaya. Ia tak percaya karena ia hanya seorang diri tanpa teman bahkan tanpa orang yang ia kenal. Namun, suara-suara tepuk tangan itu yang membangkitkannya berjalan menuju panggung untuk menerima piala kemenangannya hari itu.

Setelah sesi foto selesai, Alsa tak sabar ingin memberitahu teman-temannya. Ia segera mengirimkan salah satu foto terbaiknya yang sedang memegang piala, tanpa kata pengikut, hanya sebuah foto. Tak lama setelahnya benar saja, seisi grup jadi ramai. Lala menjadi orang pertama yang membalas pesan Alsa di grup.

"Kak Alsa gileee... Ajarin donk kakkk" balas Lala diiringi dengan sticker menangis terharu.

"Gilaa bangga banget punya temen kayak lu. Congrats ya Alsa" lanjut Elvan dengan mengirimkan sticker kiss love yang sungguh menggemaskan.

"Dan aku merasa sangat bodoh ketika menjadi teman Alsa" Gilang merespon foto yang dikirimkan oleh Alsa.

Tak lama itu beberapa notif sosial media muncul di layar handphone. Lala, Elvan, dan Gilang telah menjadikan foto itu sebagai story di salah satu sosial media mereka. Alsa tertawa gembira. Kenapa begitu mengasyikan seperti ini, ia tertawa sendiri padahal sedang sendirian di dalam ruangannya. Ia merasa sedang ditemani oleh teman-teman recehnya.

Mungkin ini yaa, katanya sendirian bukan berarti kesepian. Bersama-sama bukan berarti tidak kesepian

Pukul 19.00, Kota Malang masih diselimuti hujan gerimis. Rencannya untuk keluar dan explore Kota Malang ia batalkan dengan sendirinya karena suhu tubuhnya malami tu semakin meningkat. Akhirnya ia mengikuti saran teman-temannya untuk membeli bakso malang via online, meski harus menikmatinya sendirian di dalam kamarnya yang sunyi, itu bukanlah masalah. Ada banyak hal yang bisa ia lakukan dalam kesendiriannya.

WALLFLOWEROù les histoires vivent. Découvrez maintenant