26. Musuh utama

1.1K 170 23
                                    

[16 September 2020]

"–maka besok, 17 September 2020 kita akan kembali ke Bangkok dan memulai aktivitas perkuliahan seperti biasa. Terimakasih yang sebesar-besarnya, aku ucapkan pada kalian para peserta kemah yang memiliki semangat luar biasa serta para panitia yang benar-benar bekerja keras di kegiatan ini.

Aku harap, kalian dapat saling membantu antara senior dan junior selama perkuliahan di mulai nanti. Tidak ada senioritas bukan berarti kalian para junior bebas melakukan segala hal tanpa sopan santun. Begitupun sebaliknya, tidak ada senioritas berarti senior tidak boleh semena-mena dengan para junior.

Disini kalian tertawa bersama, bermain bersama, dan saling mengenal selama hampir dua minggu. Seharusnya, itu cukup menjadi alasan kenapa kita tidak boleh saling menindas dan melupakan, bukan?"

Tawa kecil keluar dari beberapa peserta kemah disana. Dan hal itu membuat hati Alice bergetar.

Alice memperhatikan Arm yang berdiri disana, di atas panggung acara sedang tersenyum kepada para peserta yang ikut merasakan euforia palsu buatan seniornya itu.

Tanpa sadar, sudut mata Alice sudah berair sekarang. Seperti enggan pergi, kata-kata yang dikeluarkan New tepat sebelum dirinya keluar kemarin kembali terulang di otaknya.

"Kau tahu, Arm benci pengkhianat. Apapun itu tujuanmu. Walaupun kau bisa membuktikan padanya siapa pengkhianat sesungguhnya, namun dari sudut pandangnya–dan juga sudut pandang kami semua dirimu pun adalah pengkhianat, phi."

Aku–pengkhianat.

Alice menggumamkan kalimat itu di dalam hatinya. Setetes air matanya turun, membasahi pipi kiri gadis itu yang dengan cepat ia hapus dengan tangannya. Ia tidak boleh terlihat lemah, atau mereka akan menemukan celah untuk menyerang sekarang.

Arm, yang baru saja turun dari panggung acara melirik keberadaan Alice yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Segera saja lelaki itu berjalan menghampiri gadis yang telah lama menawan hatinya itu namun Alice justru kini melangkah menjauh, entah kemana.

Kaki Arm sudah melangkah untuk mengikuti Alice, ketika ia mendengar seseorang memanggilnya. Lelaki itu menoleh, dan menatap Mild yang memanggilnya dengan pandangan kaget sekaligus tanya disana.

"A-arm, a-ada kabar dari Po-odd.."

Mild memberikan ponsel miliknya. Wajah Mild memerah, kedua matanya masih berair serta sedikit isakan keluar dari belah bibirnya. Kedua pipinya terasa basah, karena air mata yang selalu ia hapus secara paksa saat mengalir tanpa izin disana, tanda kesedihan itu belum berakhir.

"A-apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?"

Mild ingin menarik Arm menjauh, namun tarikan lemahnya justru membuat dirinya terjatuh hingga beberapa panitia berkerubung memperhatikannya.

Isakan Mild semakin kencang ketika Arm menarik gadis itu untuk berdiri, dan memeluknya erat. "Katakan Mild." Bisik Arm pelan seraya mengelus punggung gadis cantik itu.

"M-mereka.."

"Ada apa? Kemari, berikan ponselmu padaku. Biar aku membacanya sendiri."

Baru saja jarinya membuka room chat Mild dan Podd, suara lirih gadis itu terdengar lagi. Namun kali ini, ada selipan berita duka yang sukses membuat jantung Arm hampir berhenti berdetak.

"H-harit tewas. D-dan Plustor–"

"Plustor hilang."

🔹🔸🔹

Akhirnya, setelah sekian waktu mereka bertanya-tanya dimana dan apa yang telah serta akan terjadi ke depannya, hari ini kedelapan orang tersebut berkumpul di satu tempat yang sama.

Safety Partners [GMMTV Actors AU] • [COMPLETED]Where stories live. Discover now