Masa Lalu Yang Memalukan

1.8K 226 2
                                    

Dulu, gue sama Ervin adalah teman sekelas saat duduk di bangku kelas 1 SMA. Ervin seorang murid pindahan dari Solo. Dari awal masuk sekolah, Ervin sering dijadikan bahan bullyan temen-temen di geng gue. Ya, dulu gue termasuk murid bar-bar saat kelas satu. Meski bukan gue ketua gengnya, tetep aja gue ikut terlibat saat mereka melalukan bully pada murid lain. Dan Ervin ini termasuk korban favorit Anya, sang ketua geng sekaligus ketua kelas.

Tapi saat naik kelas dua, gue nggak lagi berteman dengan mereka. Karena gue sadar, dengan ikut mereka melakukan bully, nggak ada manfaatnya sama sekali buat gue. Jadi gue menjauh dari gengnya Anya, katakanlah kalau gue telah taubat. Dan kebetulan gue nggak lagi sekelas dengan mereka, juga dengan Ervin. Setahu gue, Ervin pun nggak sekelas lagi dengan Anya. Tapi gue sangsi apakah Ervin masih mendapatkan bully dari Anya atau nggak. Hingga lulus, gue hampir nggak pernah interaksi dengan Anya terlebih Ervin.

Dan kini, Ervin kembali mengungkit kelakuan gue yang memalukan itu. Padahal kalau ditelusuri, gue bukan pelaku sesungguhnya. Gue hanya berdiri diam di belakang geng gue. Bahkan gue nggak tertawa saat mereka terbahak karena Aulia sengaja menyiram kuah bakso ke baju Ervin.

"Sorry, gue seharusnya nggak ikutan apa yang Anya dan gengnya perbuat," ucap gue tulus. Bagaimana pun, dulu gue emang bersalah.

Ervin menepikan mobilnya di bahu jalan. "Setahu gue, lo emang nggak ngelakuin apa yang Anya perbuat. Tapi lo hanya nggak mencegah temen-temen lo bertindak semaunya."

"Ya gue waktu itu mana berani, bisa-bisa gue yang dijadiin korban berikutnya," gue membela diri.

"Jadi lo milih menjilat Anya dan gengnya agar lo tetep aman, meski temen lo yang lain menderita?" Ervin menatap gue tajam.

Gue kehilangan kata, ucapan Ervin sangat menohok gue. Benar kata Ervin, gue hanyalah pecundang yang hanya mikirin keselamatan sendiri. Mau sekeras apapun gue membela diri, faktanya gue emang seorang pecundang.

"Well, senggaknya lo berani keluar dari gengnya Anya, meski pun lo tetep diam melihat kelakuan mantan temen lo itu," Ervin menambahkan sambil tersenyum miring.

"Gue nggak punya kekuatan buat melawan mereka, lo tahu sendiri gimana bar-barnya Anya and the genk," gue jelas salah, tapi tetep aja gue masih membela diri.

"Lo lupa kalau lo pernah masuk gengnya Anya? Artinya lo sama bar-barnya sama mereka," Ervin kembali menjalankan mobilnya.

"Tapi gue kan udah insaf," tolak gue nggak terima.

"Ya ya ya," Ervin menanggapi malas. "Tapi lo tetep kudu ganti rugi ke gue, Lu."

"Maksud lo?"

"Ya lo dulu udah bikin gue menderita, lo harus menebus kesalahan lo dulu ke gue."

Gue menatap Ervin nggak percaya. "Vin, yang jahat ke elo kan Anya, bukannya gue. Lo kalau mau bales dendam apa minta ganti rugi, ya ke Anya lah!"

"Terakhir gue ketemu sama Aulia tahun lalu, dia masih berlagak sok kayak dulu. Bedanya, waktu liat gue, dia justru ndeketin gue seolah kita sempet akrab. Malesin banget!" Ervin bergidik.

"Lo harusnya males juga dong sama gue, kan tadi lo bilang kalau gue sama mereka itu sama aja," gue membalikkan omongan Ervin.

"Lo juga tadi bilang, kalau lo udah insaf," Ervin melempar balik.

"Lagian kan sekarang lo karyawannya Malit, emang lo mau gue aduin ke nyokap kalau lo dulu pernah bikin masa SMA gue menderita," Ervin menunjukkan kartu as-nya.

Astaga, bocah ini! Gue baru aja dapet kerja yang enak, masa mau di pecat lagi? Gue bisa gila beneran kalau kali ini gue kembali di pecat.

"Jangan dong, Vin. Nyari kerja tuh susah, gue udah enak kerja sama Malit. Masa mau di pecat lagi," gue memelas pada Ervin.

Chef LuiWhere stories live. Discover now