The Secret

53 10 14
                                    

Hembusan angin membuat malam semakin terasa dingin, tapi tidak untuk Christa. Perempuan itu sama sekali tak merasa terganggu dengan angin malam meski dia mengenakan kemeja sleeveless. Dia kembali menenggak wine sambil memandangi gemerlap kota dari ketinggian. Seorang pria beringsut duduk di hadapannya setelah mengakhiri panggilan telepon.

"Teman bisnis tadi meneleponku. Ayo, kita makan malam sekarang," ucapnya sambil mengangkat gelas berisi wine miliknya. Christa tersenyum tipis lalu menanggapi ajakan bersulang itu, meskipun dia sudah minum duluan karena haus.

"Jadi, kapan aku bisa bertemu kedua orang tua kamu?"

Christa nyaris tersedak saat laki-laki di hadapannya mengutarakan pertanyaan itu. Sebenarnya dia sudah bisa menduga bahwa cepat atau lambat, pembicaraan tentang topik ini akan datang juga. Dan sejujurnya, ini adalah saat yang paling dinantikannya. Tapi, dia tidak pernah menyangka bahwa Haikal akan mengambil keputusan secepat ini.

"Tidakkah kamu pikir itu terlalu cepat, Haikal? Kita kan baru setahun kenal, dan sebenarnya aku---"

"Jadi kamu tidak mau menikah denganku?!" sergah Haikal cepat.

Christa salah tingkah. Haikal seharusnya tahu kalau bukan itu maksudnya. Tentu saja dia ingin menikahi Haikal, tapi masih ada beberapa urusan pekerjaan yang harus diselesaikannya. Christa hanya takut jika dia menikah nanti, dia tidak akan sebebas sekarang mengurus bisnis, yang kadang mengharuskannya terbang ke luar negeri.

Christa menyentuh cincin pemberian Haikal. Cincin pasangan biasa, yang kalau segalanya lancar, dia akan mengganti cincin itu dengan cincin tunangan. "Kamu tahu itu bukan maksudku, Haikal. Aku hanya butuh waktu," jawab Christa gusar.

"Waktu buat apa, Christa? Mengurus bisnis? Ayolah, itu kan bisa kamu urus nanti. Lagian kamu punya banyak pegawai, buat apa kalau kamu terus yang harus bolak-balik ketemu klien? Sekali-kali luangkan waktu untuk mikirin hubungan kita juga, dong."

Christa seketika tersentak. "Meski aku ini atasan, tapi pegawai aku sudah punya tugasnya masing-masing. Dan juga, kalau aku nggak mikirin hubungan kita, nggak mungkin aku ada di sini, meluangkan waktu untuk ketemu kamu, di saat masih banyak kerjaan di kafe yang harus aku selesaikan!"

"Oke, oke. Jangan emosi, okay? Aku meminta ketemu kamu untuk melepas rindu, bukannya adu argumen kayak gini---"

"Ya kamu juga kan yang memulai!" sela Christa masih dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Maafkan aku, Christa. Sudah, kita bahas itu lain kali saja, oke? Cuacanya makin dingin, makanan di depan kita juga makin dingin. Mari kita makan sekarang."

Christa tak bisa memungkiri bahwa dirinya juga lapar, maka dia pun menurut apa kata Haikal untuk mengesampingkan perdebatan mereka, dan menikmati makan malam berdua dengan tenang.

***

Velin menghembuskan napas lega ketika shiftnya telah berakhir. Hari ini dia melalui hari yang panjang. Bimbingan skripsi dengan Pak Zuber, habis itu mengajar hingga kewalahan mengurus anak-anak yang butuh dampingan khusus karena kenakalannya. Lalu pergi ke kafe untuk bekerja, mengurus kucing, mencuci piring, dan tugas-tugas lainnya. Dia tak sabar ingin segera sampai rumah untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Hai," sapa seseorang yang baru saja memasuki ruang khusus karyawan. Orang itu adalah partner kerja Velin yang menjadi idola tidak hanya bagi Hana, tapi juga beberapa pengunjung wanita. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Alvin.

"Oh, hai juga," balas Velin singkat.

"Pulang bareng, yuk? Rumah kita searah, kan?" ajak Alvin.

Brand New DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang