35. Let's Be Together

163K 13.1K 765
                                    

Mulmed: Adaptasi-Tulus

Sorry late update lagi, td aku terlalu fokus nungguin pesenan di mas-mas yang jualan telur gulung soalnya hehe.

"Dibilangin gue nggak mau belajar masak, masih aja dipaksa. Nyebelin banget sih lo, Ar. Pengin gue pecat kali ya!" Wajah Naya sudah tertekuk sejak tadi, karena dirinya disuruh belajar memasak supaya menjadi istri sholihah. Padahal kan, tanpa bisa memasak pun dirinya bisa jadi istri yang baik suatu saat nanti. Bukannya bisa memasak, kukunya yang sudah dicat justru terpotong karena dirinya harus mengiris bawang merah.

Bukan hanya itu, sela-sela kuku yang lain pun menjadi bau bawang dan Naya benar-benar tidak suka. Hell, perawatan kuku juga butuh biaya! Dan yang paling pasti dari segalanya adalah, Naya memang belum ingin belajar memasak untuk saat ini. Arbi dan Kara lah yang memaksanya. Dasar karyawan menyebalkan!

"Gini nih, Mbak. Ya masa suami Mbak nanti malah bakalan makan masakan perempuan lain. Emang rela? Kalo aku sih nggak, ya. Nanti kepincut kan bahaya. Sekarang mah, pelakor profesinya bisa apa aja, Mbak."

"Agam mana gitu!"

"Dih, emangnya Mas Agam masih mau sama Mbak Naya yang minta putus dengan entengnya lima bulan lalu?" sarkas Kara lalu menyeringai.

"Ya masih, lah! Ya kali nggak mau sama cewek secantik gue."

"Pede banget ya, Mbak. Di umur-umur Mas Agam itu, cangtip udah nggak terlalu jadi kriteria utama yang doi cari buat dijadiin pasangan. Yang penting itu nyambung, nyaman, dan rasanya mau ngabisin seumur idup sama dia nggak ada rasa keberatan sama sekali." Arbi menyambar perkataan Naya. "Dapet yang cangtip itu cuma lagi hoki aja."

"Kok lo ceramah kayak Mamah Dedeh?"

"Alah, gue lebih mirip Ustad Subhki sih."

"Berisik!" Naya menaruh begitu saja sebuah pisau yang sedari tadi digenggamnya. Ia mencuci tangan dengan sabun, lalu meninggalkan dapur sembari menghentakkan kaki. Terlebih, bukannya merasa bersalah karena sudah membuatnya kesal, dua karyawan menyebalkan itu justru terkikik seperti setan yang berhasil membuat manusia melakukan perbuatan buruk.

Setelah memastikan jika tangannya tidak bau bawang lagi, Naya memilih menuju rumahnya saja. Sekalian mencari gunting kuku, untuk merapikan kukunya yang sudah tidak berbentuk.

Mendekati jam-jam tutup, IYA CAFE memang sudah lumayan sepi, hanya tinggal beberapa meja yang terisi, dan sudah tidak memesan lagi. Makanya, entah apa yang ada dalam pikiran Kara dan Arbi, mereka malah menariknya yang sedang mengobrol dengan Robi untuk ke dapur dan belajar memasak. Sial, mengingat kembali bagaimana saat kukunya teriris pisau benar-benar membuatnya gondok setengah mati.

Pokoknya, nanti sampai di kamar, Naya bakalan menelepon Agam dan mengadu segala hal yang ia lalui hari ini. Termasuk keisengan karyawannya.

Naya menggerutu sepanjang langkahnya menuju rumah, tidak menyadari bahwa beberapa meter di depan pintu, ada sosok lelaki bertubuh jangkung yang sedang memandangi kerlap-kerlip kota Jakarta. Naya memang membuat lahan yang tersisa di depan rumahnya untuk bersantai malam hari--meski dirinya bahkan belum pernah melakukannya--atas arahan Olivia yang bilang katanya akan sangat mubazir kalau halaman itu kosong mlompong. Maka, ketika dirinya bilang terserah Olivia, perempuan manis itu dengan semangat langsung mengambil kartu kreditnya untuk berbelanja perlengkapan yang diperlukan, bersama Javier.

Untung saja hasilnya memuaskan dan Naya suka. Dengan daun hiasan yang merambati tiang, lampu kerlip berwarna putih, dan beberapa lampu gantung yang berpendar keemasan, suasana yang tadinya menyeramkan tiap kali dirinya ingin masuk rumah kini menjadi hangat. Dan romantis.

Sayang sekali, Naya bahkan belum pernah menghabiskan waktu di sana dengan kekasihnya.

Naya masih tidak melihat sosok itu, dan masih tetap fokus dengan kuku dan kunci yang kini berada di tangannya. Sampai sebuah panggilan--yang suaranya Naya kenal betul--menyadarkannya bahwa dirinya tidak sendirian di tempatnya.

Let's Be Together (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang