Rino menyimpan helmnya dan ia membenarkan rambutnya sambil mengaca, dan bergaya. Dasar narsis pekik Runi yang melihat itu sambil bergidik ngeri.

Rino pergi meninggalkan motornya. Runi memastikan kembali bahwa Rino sudah benar-benar masuk ke dalam sekolah. Runi pun berjalan mendekati motor Rino sambil melihat sekelilingnya, banyak pasang mata yang melihatnya aneh dan saling berbisik. Bodo amat dengan mereka, ia harus tetap membersihkannya, ia kembali menjadi seperti seorang mata-mata, hatinya benar-benar tak karuan jika tiba-tiba Rino ada di depannya. Runi mengeluarkan beberapa tissue basah dari tasnya, ia kaget ketika melihat nodanya yang terlihat besar.

"Ish Runi, lo ceroboh banget sih,"  kekehnya kesal, sambil mengusap beberapa kali dengan tangannya lalu di ciumnya.

"Uuuwooo," Runi seperti ingin muntah mencium baunya. Bau anyir yang sangat menyengat. Ia menjauhkan tangannya.

"Lo kan punya tissue ngapain pake tangan Runi, dasar bodoh," ia memaki dirinya sendiri, sambil mengelap tangannya yang kotor dan bau itu, lalu ia mengelap jok motor Rino dengan keras memakai tissue basah sampai nodanya sudah benar-benar tidak terlihat dan tidak tercium bau. Ia tersenyum lega karena joknya sudah terlihat bersih.

"Runi? Lo lagi ngapain di situ?" tanya Rino tiba-tiba yang membuat Runi kaget sendiri melihat keberadaan Rino yang ada di hadapannya, Rino berjalan mendekatinya membuat Runi semakin deg-degan takut jika Rino akan marah. Otaknya tengah berpikir mencari alasan.

"Ini tadi lagi cari ikat rambut. Ya tadi jatuh disini," sambil membungkuk pura-pura mencari ikat rambut, sambil menyembunyikan tissue basah ditangannya.

"Run tahu gak, pas gue udah anterin lo pulang, sepanjang jalan gue nyium bau anyir. Merinding banget gue, mana jalanan sepi," curhatnya. Runi hanya menelan ludahnya, ia hanya tersenyum kaku tak tahu harus bicara apa.

"Ah iya rumah gue kan ngelewatin kuburan," jawabnya sambil tersenyum kaku.

Rino merasa sangat aneh dengan gelagat Runi yang hanya berdiri kaku di hadapannya.

"Ouh iya, takut gue. Takut ada yang ngikutin." Rino berjalan mendekati motornya ia hanya ingin membawa minuman untuk dirinya di bagasi motornya dan kebetulan ia bertemu Runi ingin memberikannya juga.

"Eh Run-" belum sempat menyelesaikan perkataannya, Runi sudah lebih dulu memotongnya.

"Gue duluan bel udah bunyi," sanggah Runi ia takut jika Rino akan menanyakan sesuatu yang lain kepada dirinya membuat ia menghindarinya. Rino yang melihat kepergian Runi hanya menggeleng tak mengerti padahal, bel belum berbunyi masih lima menit lagi, dasar aneh.

Rino pun berjalan menuju kelasnya tak sengaja ia melihat Tira berjalan berdua dengan Radit membuat hatinya terbakar, melihat mereka begitu asik mengobrol. Pagi-pagi sudah melihat pemandangan yang buruk, dia hanya berdiri kuat menahan tubuh dan hatinya, tanpa mengalihkan pandangannya, dadanya kembali terasa sakit. Ia memang belum sepenuhnya bisa melupakan Tira apalagi jika setiap hari Tira terus bermain dipikirannya dan ia harus melihat wajahnya, bagaimana bisa ia melupakannnya dengan mudah?

"Ternyata melupakan gak semudah yang gue bayangkan. Arghhhh," Ia tampak begitu kesal, sambil mengacak-ngacak rambutnya frustrasi. Rino membalikan tubuhnya berniat untuk mencari jalan lain, tapi, bruk. Tubuhnya beradu bersama seseorang membuat mereka terjatuh ke lantai, ia memegangi jidatnya yang terasa sangat sakit, Rino melihat siapa yang menabraknya.

"Lo?! ngapain si lo ada di belakang gue?" ujarnya keras, pada cowok yang ada di depannya sambil sama-sama berdiri. Dia adalah Reno teman sebangkunya Rino, mereka sering disebut kembar selain namanya yang hampir mirip tingkah lakunya pun sama, hanya saja wajah Rino lebih unggul.

Our StoryWhere stories live. Discover now