8) Triple Evil Z

50 15 34
                                    

SPACE




Jalanan tampak ramai. Riuh suara kendaraan pun turut bersahut-sahutan mengisi keheningan malam.

Keira mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari sesuatu yang sejak tadi menjadi alasannya untuk pergi. Selagi membalas beberapa pertanyaan dari Gwen yang sekarang sedang memboncengnya dengan motor, cewek itu menahan rasa laparnya sambil sesekali merengek.

"Andai aja Kak Revan mau jadi pacar gue. Dia pasti rela bawain gue makanan tanpa susah-susah nyari sendiri kayak gini," batin Keira saat mendapati sepasang kekasih yang saling bersuapan. Matanya bahkan sempat menatap mereka begitu lama, walaupun laju motor Gwen sudah membawanya pergi beberapa meter dari sana.

"Ngenes banget, sih, lo." Gwen tiba-tiba tertawa, membuat Keira langsung tersadar dari lamunannya. "Kalo ngebet pengin punya pacar, tembak aja langsung!"

"Mati dong?" sahut Keira tanpa sadar, sebelum akhirnya terkesiap oleh kata-katanya sendiri. "Eh? Emangnya lo denger omongan gue barusan?

"Ya iyalah!" balas Gwen cepat seraya menambah kecepatan motornya. "Bahkan saking kerasnya, kuping gue sampe panas."

"Emang apa hubungannya?"

Gwen mendengus jengah ketika pertanyaan itu menjamah pendengarannya. Ke-lola-an Keira yang satu ini, memang membutuhkan kesabaran yang ekstra. Takut jika nanti dia terkena darah tinggi karenanya, Gwen memutuskan untuk menggantungkan saja pertanyaan itu.

Belum ada tiga detik mereka saling terdiam, mata Keira tiba-tiba melotot saat mendapati gerobak yang familier di matanya terlewat.

"Gwen, Gwen, Gwen! Berhenti, woy! Berhenti!" seru Keira dengan tidak ada akhlaknya sembari menepuk-nepuk helm Gwen kasar.

Tentu saja wajah gadis ekspatriat itu langsung memerah. Kaget sekaligus kesal.

Gwen kemudian bersungut, "Lo itu apa-apaan, sih, Kei? Sakit woy sakit!"

"Iya, iya, maap! Tapi, plis. Gue mau beli itu, tuh!" seru Keira tidak bisa santai. Cewek itu menunjuk pedagang kaki lima yang ada di seberang jalan. "Puter balik, Gwen!"

Seraya mendengus kasar, Gwen berusaha sabar mendengar ocehan Keira yang mendadak lebih keras dari biasanya. Kalau sudah begini, apa boleh buat? Dengan berat hati, Gwen pun memutarbalikkan motornya dan melaju menuju tempat di mana gerobak itu berada.

"Tungguin bentar, yak!" pinta Keira setelah turun dari motor.

"Iya."

Gwen menyanggah motor dengan kakinya selagi menunggu Keira yang baru saja memesan satu kotak martabak manis dengan keju. Dia lalu duduk di tempat yang telah disediakan, mengambil ponsel, dan memainkannya selama beberapa saat.

Gwen terdiam.

Kalau boleh jujur, sebenarnya dia juga ingin ke sana. Duduk dan menikmati serunya pemandangan kota dari pinggir jalan. Namun, ada sesuatu yang memaksanya untuk tetap tinggal. Suatu alasan yang membuatnya seakan ditekan dan diawasi seseorang dari sisi tak terlihat.

Hawa dingin terasa menusuk kulit, cewek itu refleks mengeratkan jaket hitamnya. Baru saja dia membenarkan letak tudung jaketnya yang hampir terlepas, suara seseorang tiba-tiba saja terdengar.

"Kalo makan pelan-pelan elah. Tuh, liat muka lo belepotan semua." Tawa seseorang kembali merampas perhatian Gwen, kali ini dia tahu betul siapa dia.

Atau mungkin, mereka.

Penasaran, Gwen akhirnya memutuskan untuk mancari sumber suara itu. Persetan dengan alasan tadi, persetan dengan kekangan itu. Lagi pula, apa salahnya dia bertindak sesuai dengan keinginanya sekali ini saja?

SpaceWhere stories live. Discover now