{2} Menyebalkan Atau Baik Hati?

2.5K 253 76
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-
.
.
.
Kanaya POV

Dia?

Ya Allah, kenapa harus dia? Siapa dia? Kenapa selalu saja membuat resah?

Aku menopang dagu, mengingat apa yang terjadi padaku dan laki-laki tadi.
Sungguh jengkel rasanya, hingga tiba-tiba, sorotan sepasang mata memandangku tajam. Seketika aku menegakkan tubuhku yang awalnya kutundukkan.

Mata itu terus memandang intens, langkah kakinya melangkah ke arahku. Rasa takut menyelimuti diriku hingga ada seorang santriwati yang bertanya pada laki-laki tersebut.

"Tadz, ustadz namanya siapa?"

"Udah nikah belum?"

"Ada calonnya ya?"

"Anaknya Ummi, ya?"

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat ustadz yang tadinya ingin menghampiriku mengurungkan niatnya.

Dia kembali ke meja guru dan berdiri sejenak.

"Bismillah, perkenalkan nama saya Muhammad Aqmal Ar Rasyid. Saya anak dari Kyai Hasyim dan Bu Nyai Fauziyah. In syaa Allah saya akan mengajar kalian mapel SKI selama beberapa waktu ke depan, sambil menunggu jadwal cuti ustadzah Hanin selesai," jelasnya membuatku mengangguk tau. Ternyata memang benar dia anak Pak Kyai.

Gus Aqmal memberikan tugas yang membuat aku dan santri lainnya memekik jengkel. Hari pertama mengajar, dia memberi tugas 50 halaman dalam dua hari. Apa itu sangat manusiawi?

Setelah jam SKI selesai, Gus Aqmal keluar dari kelas. Sebelum mengucapkan salam, dia memandangku sinis, membuat moodku berantakan. Ingin rasanya aku menghujat laki-laki itu. Namun aku masih ingin hidup.

Aku dan Adila berjalan menuju kantin, yang letaknya di antara ruang kelas dan asrama. Suasana yang masih asri, ditambah banyak pepohonan rindang membaut siapa saja betah ada di kantin. Terutama untuk membolos, Hem sepertinya aku menyindir diriku sendiri.

Kami memilih tempat duduk di pojok, entahlah, rasanya nyaman di sana. Terasa sunyi dan tenang.

"Huh." aku sedikit mengeluh, mengingat kejadian hari ini. Sangat melelahkan. Dila menatapku dengan sorot mata penasaran.

Dia mengangkat salah atau alisnya "Kenapa sih?"

Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi kurebahkan di atas meja. Helaan napas keluar dari mulutku begitu saja.

"Menyebalkan," gumamku lirih.

Adila terkekeh geli melihat sikapku yang terlalu kekanak-kanakan. "Tentang Gus Aqmal?"

Kuanggukkan kepala sebagai jawaban. Tadi setelah keluar kelas, aku menceritakan semuanya pada Adila, namun gadis itu hanya tertawa kecil menanggapi semua perkataanku. Sama-sama menyebalkan, bukan?

"Emang kenapa sih? Perasaan gak apa-apa deh?"

"Ustadz Aqmal tuh tadi pagi nyebelin. Masa dia yang nabrak eh, gue yang disalahin?"

"Oh, masalah itu?"

"Iya lah!" aku menatap langit-langit kantin, di sana terbayang wajah Ayah dan Bunda. Sepertinya aku merindukan orang tuaku. Aku merindukan kasih sayang mereka. Oh ya, aku juga memiliki kakak laki-laki yang sekarang belajar di Negri para nabi. Yap, Mesir, tepatnya di Al Azhar. Universitas legendaris dunia.

Banyak yang sudah terjadi di sini. Tentang pengalaman yang belum pernah aku rasakan di luar sana. Kekompakan, persahabatan dan pengorbanan. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari semua peristiwa. Termasuk takdzir berjamaah? Hayo, siapa yang pernah kayak gitu?

Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]Where stories live. Discover now