Iria biru kegelapanya kembali berubah menjadi madu ketika Maganis itu melewati tubuhnya begitu saja, meyebrang jalan sambil membawa bahan makanan hingga tubuhnya berbalik ketika dirinya sampai di pendestrian dan menatap Maganis yang kini pergi membuat jemarinya merogoh saku celana nya, mengambil sebuah kotak yang kemudian berubah menjadi kupu- kupu berwarna hitam.

"Yoongi aku kembali lebih dulu"

'Pesan terkirim—'

Taehyung menghela nafas dan kembali melangkahkan kakinya, mungkin ia akan memberikan perintah pada Pelayan untuk mengikuti Maganis itu hingga Maganis itu melirik dengan iris hitamnya, dengan pupil yang sedikit melebar lalu membuang pandangannya begitu saja dengan kaki yang kini melangkah begitu cepat, jantungnya kembali berpacu dan meremas kantong jerami dalam pelukannya.

'Jangan biarkan aku mati—Jangan'

Jungkook berteriak dalam hatinya dengan kaki yang kembali berhenti ketika portal kembali muncul ketika dirinya akan sampai di jembatan menuju hutan belantara disana—Kakinya terhentak gelisah dengan mata yang sesekali melirik kearah belakangnya, takut jika Sang Raja yang si maksud oleh pria yang menolongnya itu mengejar dan mencurigainya.

"Koso so zoe" ( Raja sangat baik)

Iris hitam itu melirik kearah suara yang menggabungkan dua kata disana—Raja dan kata baik membuat Jungkook terdiam dengan jantungnya yang kini semakin berdetak begitu cepat—Pria itu mengatakan jika Raja baik dengan tatapan bangga bersama pria lainnya membuat keningnya berkerut sebelum palang itu kembali tenggelam hingga Jungkook pun tersadar.

'Raja baik— raja jahat—Mana yang benar?'

Jungkook bergumam dalam hati dengan kaki yang terus melangkah melewati jembatan yang cukup besar dengan perairan yang begitu jernih serta beberapa perahu yang berlayar disana.

Langkahnya pun terhenti sambil memiringkan kepalanya menatap kearah muara sungai yang begitu jauh dengan cahaya biru yang bersinar menuju senja, rasanya waktu berjalan begitu cepat. Itu bukan matahari, tetapi bukan itu yang Jungkook pikirkan sekarang.

'Bagaimana ini—Aku harus pulang'

Iris hitamnya kembali bersembunyi setelah ia bergumam lirih dalam hatinya seolah ia meminta pertolongan—Hingga, irisnya kini kembali mengarah pada hutan belantara, menatap kearah langit hingga sudut matanya berkerut menemukan sebuah istana yang begitu megah tertutup oleh awan disana.

Pandangannya kini menunduk, menatap pada pijakan dengan jantungnya yang kini berdetak cepat dan iris yang kembali menatap kearah mentari yang ditutupi oleh awan tipis itu.

Waktu bergerak, sangat cepat dengan mentari yang kini telah terbenam membawa segala cahayanya. Tatapannya begitu kosong segalanya masih terasa tidak masuk akal bahkan untuk seorang arkeolog seperti dirinya.

'Ingin pulang—'

Jungkook kembali bergumam dalam hati dengan kakinya yang kembali melangkah kearah hutan belantara yang kini temaram dengan lentera yang tiba- tiba menyala disana—Sangat aneh, Negeri ini sangat aneh membuat pandangannya kembali menunduk dengan hati yang kini begitu gusar.

Menarik nafas pun kini terasa begitu berat dengan ketakutan yang terus memenuhi benaknya—Ini menyeramkan ketika dirinya tak tahu siapa yang bisa ia mintai bantuan, siapa yang dapat di percaya dan siapa orang lain yang mengerti bahasanya. Hingga, lamunan itu terus berlanjut sampai rumah kayu yang ditinggalinya dalam satu malam itu.

Hanya saja, terdengar begitu riuh di dalam dengan beberapa bayangan yang membuatnya ragu untuk melangkah masuk. Sepertinya tengah diadakan pesta di dalam membuat langkahnya terhenti dengan air matanya yang kembali menetes karena merindukan sahabatnya, bahkan keluarganya, membuatnya terisak.

Namun, suara pintu yang terbuka membuang tangisan itu terhenti dengan pandangannya yang kini terangkat dan memperlihatkan seorang pria yang hanya memiliki tinggi sejajar dengan tanaman perdu memintanya untuk masuk bergabung di dalam dengan pria lainnya—Hal itu membuat Jungkook tersenyum tipis dan melangkahkan kakinya. Mungkin, mereka bisa di percaya.

"Halo—"

Jungkook terdiam mendengar seseorang yang tampak berada di meja makan terdepan itu menyapanya begitu sangat sambil mengangkat gelar berisi bir disana—Hal itu membuat Jungkook membungkukkan tubuhnya, serta menyerahkan barang belanjaan yang tadi ia beli pada pria yang menolongnya.

"Na—ma ku, Qosa—"

Suara itu terdengar ragu dan terbata, seolah pria itu baru mempelajari bahasa yang ia gunakan membuat Jungkook kembali membungkukkan tubuhnya dan perlahan mengikuti arahan untuk duduk pada sebuah kursi bersama para pria lainnya—Suasana perlahan menjadi hening dengan lilin yang perlahan berubah menjadi temaram.

"Se—lamat da—tang, si—apa na—mamu?"

Jungkook terdiam menatap datar pada pria yang mengajaknya bicara, menggunakan bahasanya. Sangat aneh ketika seluruh manusia diperkotaan bicara menggunakan bahasa yang berbeda, bahkan tulisan pun menggunakan bahasa yang tidak ia mengerti. Hal itu membuat Jungkook perlahan merekahkan senyumnya.

"Jungkook—" ucap Jungkook yang kemudian terdiam dengan beberapa orang yang hanya menatapnya sambil mengangguk pelan—Hingga, mereka kembali bersorak dengan tawa entah karena apa dan menyodorkan sebuah bir ke hadapannya.

Namun bir ini terlihat memiliki warna orange seperti jeruk dan sedikit berbuih, membuat Jungkook kembali membungkukan tubuhnya.

"Jungkook, ka—mi ada—lah Heolo dan ka—mi membutuhkan ban—tuanmu"

Jungkook kembali menatap datar sebelum ia tertawa canggung dan menggenggam erat jemari dibawah meja kecil itu. Ia menatap para pria yang mengatakan jika dirinya Heolo membuat Jungkook semakin merasa kepalanya begitu penuh dan mungkin akan pecah sebentar lagi. Hanya saja, air matanya kembali menetes dengan segala kebingungan yang kini muncul.

"Aku ingin pulang—Tempatku bukan disini dan bagaimana kau bisa mengerti bahasa ku? Ada apa? Dimana aku?"

Jungkook berucap dengan sedikit keberaniannya yang tersisa, menatap penuh ketakutan serta air matanya kearah Heolo yang kini terdiam, seolah mencerna apa yang dikatakan olehnya karena terlalu cepat.

Hingga, Jungkook tersentak ketika sebuah pisau melesat disamping telinganya, membuat jantungnya kembali berpacu dengan nafas yang kini terasa begitu sesak.

"Kami mengatakan membutuhkan bantuanmu" ucap pria yang kini menaruh birnya membuat Jungkook menatap kosong dengan hatinya yang kembali bergemuruh dan air matanya yang tak bisa berhenti menetes.

Ini menyeramkan dan Jungkook tak mampu untuk mengatasinya, perutnya begitu mual dan Jungkook ingin muntah karenanya.

"Kau—seperti Maganis—"

Pria itu melangkahkan kakinya diatas meja membuat Jungkook memundurkan tubuhnya yang gemetar hingga matanya terpejam singkat ketika ia merasakan sebuah benda tajam di balik punggungnya, dengan pandangan yang kini diangkat menggunakan jari kecil itu hingga bibir nya kini gemetar, karena dingin serta ketakutannya.

"Ma—suk lah ke ista—na, untuk ka—mi"

TBC

The Ring Solar Eclipse [TAEKOOK]Onde histórias criam vida. Descubra agora