Part 22 || Malam Yang Indah

Mulai dari awal
                                    

Pria itu sudah menolaknya. Itu berarti dia tidak mencintainya. Kenapa harus berharap lagi? Jessie menggeleng. Jangan! Dia pria yang sudah menolaknya enam tahun lalu dengan dalih teman.

"Teman?" Jessie membeo lalu terkekeh geli.

"Iya, kita teman seperti sekarang. Dia temanku, aku juga temannya. Seperti keinginannya dulu, kita teman jadi nggak boleh pacaran," ucapnya setengah sadar, terkekeh geli menggaruk kepalanya.

"Tapi sakit." Jessie memegang dadanya.

"Sakit banget." Lalu memukul dadanya berkali-kali sampai menitikan air mata. "Dasar jahat! Kamu bilang kita teman tapi kenapa kamu datang menawarkan hati? Kenapa? Padahal aku mau kita jadi teman," hembusnya menutup mata.

Jessie terhuyung hendak terjatuh ke depan, untungnya seseorang berdiri hadapannya.

Keningnya menempel pada dada orang itu. Mengendus aroma parfum yang familiar di hidung.

"Alexander De Jhonses," tebak Jessie mundur menatap dada itu dengan bibir melengkung ke bawah. "Bahkan aku hafal nama parfumnya," lanjutnya mengelus dada pria itu dengan rengekan.

Jessie menggeleng. "Padahal kan aku nggak mau hafal tentang kamu lagi."

"Jessie."

"Huh?"

"Lihat aku." Saka menangkup wajah Jessie yang menutup mata. Kedua tangan wanita itu masih memegang dadanya.

"Tambah sakit. Semuanya jahat." Jessie membuka mata, mendongak pada pria yang menangkup wajahnya. Ia tersenyum lebar. "Kamu juga menolak aku," kekehnya berganti jadi tawa getir.

Tangan yang sempat menangkup wajahnya terlepas tanpa tenaga. Menatap wanita itu lekat. Mulutnya terkatup rapat, lidahnya keluh. Tenggorokannya seakan disumbat sesuatu sampai tidak bisa menelan saliva. Rahangnya mengetat merasa hatinya diremas. Ucapan Jessie membuatnya membeku sampai tidak bisa melakukan apa-apa.

Jessie terkekeh. Mendekat melingkarkan kedua tangannya di pinggang Saka dan menelungsupkan wajah di dada pria itu.

"Semuanya menolakku. Kenapa? Aku salah apa? Aku nggak tahu salahku di mana? Jahat. Semuanya jahat. Aku benc----aku sayang mereka. Tapi mereka nggak."

Bersamaan dengan itu tangan Jessie terlepas dari pinggang Saka. Ia hendak terjatuh kalau saja Saka tidak sigap melingkarkan tangan di pinggang dan memeluknya erat.

"Maafin aku, Jess. Maaf," bisiknya dengan suara bergetar.

-----------------------------------------------

Mobil BMW hitam berhenti di parkiran apartemen. Saka berlari ke pintu samping membantu Jessie keluar. Membopongnya lalu melangkah memasuki gedung melewati resepsionis.

Sementara menunggu lift sampai di lantai unit Jessie. Saka merunduk menatap sendu wanita yang terlelap. Pandangannya ke depan. Tidak butuh waktu lama lift pun terbuka, ia keluar mendekati pintu apartemen dan memasukkan password yang ia hafal.

Saka merebahkan Jessie pelan di ranjang, lalu membantu melepaskan high heels-nya. Ia tidak lantas meninggalkan wanita itu sendirian.

SHOW ME (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang